Mulai berharap bisa bahasa China.
😃
Kring~
Suara berisik alarm mulai memasuki pendengaranku. Aku mengangkat tanganku, berusaha menggapai ponselku yang sengaja kusetel alarm. Lama aku meraba-raba meja, tapi benda segiempat yang tetap mengeluarkan bunyi 'kring' itu tak kunjung kutemukan. Aku membuka sebelah mataku, berusaha mencari eksistensi ponselku yang kuyakini masih berdiam diri di atas meja. Tapi nihil, benda itu tak juga kutemukan.
Aku mengerang kesal, menendang selimut, lalu bangkit dengan rambut acak-acakan--ikat rambutku entah ke mana. Baru hendak bangkit untuk menelusuri rumah--setengah mati menahan kesal akan bunyi yang terus meraung--aku menginjak sesuatu. Aah... ini dia ponselku. Rupanya ia melorot dari atas meja yang tak kutahu bagaimana ceritanya. Tanpa menunggu waktu, aku langsung menggeser layar ponselku dan dunia kembali aman.
Aku kembali merebahkan kepalaku. Entah kenapa, kepala ini rasanya berat sekali. Apa karena efek jet lag? Entahlah. Padahal aku sudah tiga hari berada di sini. Kenapa baru terasa sekarang? Tapi yang pasti, dunia rasanya berputar di depan mataku, membuatku enggan bangkit karena hanya akan melihat semua benda berputar. Belum lagi rasa mual yang membuatku tak enak untuk melakukan apapun, termasuk bangkit dari tempat tidur.
Aku menghela nafasku. Tanganku merogoh laci meja dan menemukan minyak aromaterapi. Kugosok itu ke keningku dan rasa panas namun menenangkan menjalari kepalaku, memberi efek yang lebih baik. Setidaknya aku tak terlalu mual atau pusing lagi. Tapi tetap saja, sepertinya aku butuh obat agar cepat baikan.
Aku memaksa diriku bangkit walau kepalaku kembali terasa berputar. Tapi aku tak boleh begini terus. Aku harus cari obatnya.
Aku melangkahkan kakiku ke kamar mandi dan langsung mengguyur badanku dengan air dingin. Mungkin sebaiknya aku menjerang air terlebih dulu. Tapi aku tak sanggup untuk berlama-lama berdiri. Jadi ya sudahlah, anggap saja air dingin saat ini adalah obatku. Sugesti seperti itu terkadang bermanfaat.
Setelah rapi, aku langsung berpakaian. Tak lupa dengan kerudung yang melilit kepalaku. Aku melangkahkan kaki keluar dan langsung menuju pintu kamar Daiyu. Selama tiga hari di sini, aku belum pernah pergi ke manapun tanpa Daiyu. Saat ke supermarket kemarin pun aku bersama dengannya. Dia menerjemahkan semua perkataan orang-orang karena tak semuanya di sini yang fasih atau sekedar bisa bahasa Inggris.
Aku menarik nafas lalu mulai mengetok pintu kamar Daiyu. Tiga kali ketukan, tak ada tanda-tanda orang di dalamnya. Aku kembali mengetuk, kali ini lebih kencang dan mulai memanggil namanya. Tapi lagi-lagi, tak ada tanda-tanda bahwa ada orang yang akan membukakan pintu. Apa dia sedang tidur? Atau sedang pergi keluar?
Aku menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Sepertinya aku harus pergi sendiri. Yap, sendiri.
Semoga orang yang aku temui bisa bahasa Inggris.
🏯
Aku menghirup banyak-banyak udara luar lalu menghembuskannya dengan perlahan. Udara pagi di China ternyata tidak buruk. Aku bersyukur bahwa tempat tinggalku tidak terlalu dekat dengan aktivitas industri atau semacamnya. Malahan, suasana di sini sangat nyaman mengingat banyaknya pohon rindang yang ditanam. Selama ini, aku selalu menyangka bahwa China hanya dikurung oleh bangunan tinggi yang tak jarang kurang terawat. Tak kusangka, ternyata ada juga tempat yang nyaman seperti ini. Taman yang cukup luas juga menghiasi tempat ini. Banyak orang-orang yang memulai pagi mereka dengan berjalan santai di taman. Aku segera mencatat dalam hatiku, bahwa nanti aku juga akan menghabisi pagi pertamaku dengan pemandangan dan suasana nyaman ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wa'alaikumsalam, Beijing
Fiksi UmumKalau ada 'Assalamualaikum, Beijing', maka di sini ada 'Wa'alaikumsalam, Beijing'