PART 1

7.2K 266 10
                                    

         Mahdi adalah seorang santri muda, jika digambarkan secara fisik mungkin tak ada wanita manapun yang akan mampu mengelak bahwa ia adalah kriteria terbaik pria idaman. Mahdi memiliki tinggi badan sekitar 170 cm, kulitnya putih, wajahnya selalu tampak bersinar dan merona, sikapnya sangat ramah, bijaksana, adil, yang pasti mahdi tidak pernah membeda-bedakan dalam menjalin pertemanan, sehingga siapapun pasti akan nyaman bersahabat dengan Mahdi, ia juga seorang yang berwibawa hingga tak heran dirinya selalu terlihat bak seorang pemimpin meski ia baru menduduki kelas 3 aliyah di ponpesnya.

          Mahdi memiliki hidung mancung, bibir agak tebal terbelah, gigi rapi, jidat yang agak lebar, senyum manis, Mahdi jarang sekali tertawa terbahak-bahak karna ia mengikuti sikap baginda Rasulullah saw (yang tak pernah tertawa terbahak-bahak) Mahdi hanya tersenyum lebar dikala ada sesuatu hal yang lucu, ia adalah sosok pribadi yang hangat, hingga nyaman untuk dijadikan teman berbagi. Omong-omong, Mahdi adalah cicit dari si empunya pesantren itu, Mahdi selalu menundukan pandagan ketika sedang berpapasan oleh seorang wanita meski wanita tersebut adalah sepupunya, karna ia tak mau mata nya berdosa karna memandangi yang bukan mahromnya. Sangat berbeda bukan dengan anak-anak di akhir zaman ini, ya meskipun Mahdi juga hidup di zaman yang sama.

Di suatu pagi, Mahdi yang baru saja menyelesaikan shalat subuhnya langsung mengambil Al-Qur'an yang ada diatas nakasnya, setelah ia selesai bertadarus Mahdipun beregegas menyiapkan semua perlengkapan sekolahnya. Saat mulai sekolah adalah hal yang sedikit mahdi benci, bukan karna guru ataupun mata pelajaran yang sulit, namun karna ujiannya yang harus menjaga pandangan dengan extra karna di tingkat aliyah ini kelasnya di campur oleh santri wati. Mahdi melangkahkan kaki sambil berzikir, saking fokusnya mahdi berzikir tanpa ia sadari ia menabrak seseorang di depannya. Dengan reflek mahdi langsung mengambil semua buku yang jatuh itu, bukan buku itu bukan milik mahdi, melainkan milik seseorang yang ia tabrak. Mahdipun mencoba berdiri dan saat ia melihat ke arah orang itu, ternyata seorang santri wati, sesegera mungkin mahdi menundukan pandanganya seraya memberikan buku tersebut kepada si empunya.

"Astaghfirullah, afwan.. afwan ukhti."

"Laa, anta nggak salah. Ana juga minta maaf ya khi."

Tanpa disadari, Mahdi melayangkan senyum manisnya itu. Senyumanya manis tak dapat digambarkan dengan kata-kata, perempuan bercadar itupun menundukan pandanganya dan langsung pergi. Mahdi melanjutkan perjalanaanya kali ini ia sambil bergumam dalam hatinya

"Ya Allah, ana pagi ini udah natap mata perempuan ampunkanlah hamba yaAllah, hamba tidak sengaja, hamba fikir yang hamba tabrak itu laki-laki yaAllah....."

Sesampainya di kelas, Mahdi duduk berusaha serelax mungkin padahal hatinya tak pernah perhenti merenungkan. memohon ampun kepada Allah atas apa yang telah ia lakukan pagi ini. Pelajaran demi pelajaran Mahdi lalui dengan penuh ketenangan, bukan ketenangan 100% melainkan ketenangan yang tercipta kaarna ia tak ingin dilihat sedang memikirkan sesuatu oleh sahabatnya, faktanya Mahdi sama sekali tidak fokus karna masih terus-menerus memikirkan hal yang sama, meski mahdi tahu bahwa ia harus sangat serius untuk menghadapi ujian akhir yang hanya tinggal 2 minggu lagi.

Hiii hiiii. Baca yuk baca hehe :v  ini cerita keberapa ya? Berharap bgt readersnya tuh banyak, nyentuh angka 200 aja udah bersyukur banget hehe, c&v yaa goiiss. love you all :v

Ana Ukhibukii Fillah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang