Trouble Summer

306 95 50
                                    

Jam weker yang terletak di kamar benuansa merah dan abu-abu itu berdering keras, memberi pertanda pada si pemilik kamar untuk segera membuka matanya dan memulai aktivitas. Tak lama sebuah tangan keluar dari balik selimut bergambar mickey mouse, meraba-raba setiap benda yang bisa ia sentuh. Dan tangan itu pun mendapatkan jam weker yang masih sibuk memamerkan suara cemprengnya, tangan itu mematikan deringan si jam weker dan segera kembali masuk ke dalam selimut untuk mencari kehangatan. "Alona... bangun sayang, hari ini kan hari pertama kamu masuk sekolah. Jangan sampai terlambat." Terdengar suara ketukkan dari balik pintu diikuti dengan teriakkan lembut seorang perempuan yang berada di balik pintu itu pula.

Perlahan tapi pasti, seseorang yang sedaritadi bersembunyi di balik selimut mickey mouse itu pun mulai menampakkan dirinya. Selimut yang tadi membungkus seluruh tubuhnya perlahan memperlihatkan wajahnya. Alona mengerjapkan kedua matanya, mencari-cari sumber cahaya sambil mengumpulkan seluruh jiwanya yang masih tertinggal di dunia mimpi. Setelah menemukan seutas cahaya yang lewat melalui jendela kamarnya, baru Alona merasa kedua matanya telah fokus. Alona merubah posisinya yang tadinya tertidur menjadi duduk. Alona merentangkan kedua tangannya ke atas, melemaskan otot-otot tubuhnya yang tegang sambil mengumpulkan jiwanya yang beberapa masih belum kembali. Alona melihat kearah lemari bajunya, disana tergantung rapih seragam baru sekolahnya. Alona menatap dengan malas seragam sekolahnya itu, "Taiwan International Senior High School" begitulah nama sekolah yang tertera di kantung baju seragam Alona. Ini bukan di Taiwan, hanya saja ini adalah sekolah berbasis bahasa mandarin, traditional mandarin maksudnya. Kalau kalian belum tahu, sekedar informasi saja, di Taiwan itu menggunakan bahasa mandarin traditional. Karena masih traditional, tulisan-tulisannya pun cukup rumit untuk ditulis. Berbeda dengan China yang menggunakan simple mandarin,sehingga tulisan yang mereka gunakan cukup mudah untuk dituliskan. Ohh ya satu informasi penting lainnya, keluarga Alona itu memiliki darah campuran Taiwan Indonesia, jadi wajar saja kalau akhirnya sekolah yang dipilih pun masih berhubungan dengan Taiwan.

Alona pun meninggalkan tempat tidurnya dan segera bersiap-siap. Setelah selesai mandi, sudah menggunakan seragam lengkap dan yakin kalau barang-barang yang akan dibawanya juga tidak ada yang tertinggal, Alona pun keluar dari kamarnya dan bergegas turun ke lantai bawah untuk menikmati sarapan.

"Selamat pagi sayang, aduh akhirnya kamu masuk sekolah itu juga. Mama yakin kamu pasti betah di sekolah kamu yang sekarang ini." Sapaan mama terdengar saat Alona masih menginjakkan kaki di undakkan anak tangga. Alona tak menjawab sapaan mama, sebelas kata terakhir yang mama ucapkan membuat selera makan Alona hilang dalam sekejap. Percaya atau tidak sebelas kata itu sudah sering mama katakan pada Alona, bahkan di saat hari masuk sekolah itu masih jauh di depan mata. "Mama yakin kamu pasti betah di sekolah kamu yang sekarang ini" seakan sebelas kata itu sudah mama hafal di luar kepalanya. Tidak berniat sedikitpun untuk menyentuh makanan atau minuman di atas meja, Alona memutuskan untuk langsung berangkat ke sekolah saja. Bukan karena ingin dipuji rajin datang ke sekolah pagi-pagi, tapi lebih tepatnya Alona ingin menghindar dari mamanya. Alona yakin kalau dirinya memilih untuk duduk sarapan bersama mamanya, yang ada bukan perut Alona yang kenyang melainkan gendang telinga Alona yang akan kenyang karena mendengar ceramahan mama yang panjangnya melebihi pidato presiden. Saat Alona sudah berjalan sampai ke ambang pintu, mama tiba-tiba memanggilnya

"Mama mohon Alona, bertahan di sekolah itu."

Alona memilih untuk mengabaikan ucapan mamanya, tak ingin adu mulut apalagi kena ceramah. Setelah menaikki mobil merah kesayangannya, Alona pun segera tancap gas menuju sekolah. Ada harapan dalam diri Alona kalau jarak dari rumahnya ke sekolah begitu jauh, beratus bahkan beribu kilometer jaraknya agar dirinya tidak akan pernah sampai ke sekolah itu. Sayang itu hanyalah harapan semata, karena kenyataannya jarak dari rumah ke sekolah hanya memakan waktu tempuh lima belas menit. Sesampainya di sekolah, Alona segera memarkirkan mobil kesayangannya itu. Setelah mobilnya sudah terparkir dengan baik, Alona mengintip keluar jendela melihat jam dinding besar yang menempel di tembok putih sekolah. Masih jam tujuh kurang lima belas menit, masih ada waktu untuk berleha-leha sebentar sebelum menjalani aktivitas yang tak diharapkannya ini. Alona memperhatikan kerumunan siswa-siswi yang baru sampai di sekolah. Ada yang di antar dengan sopir, ada juga yang membawa kendaraan pribadi seperti dirinya, bahkan ada yang berjalan kaki dan naik kendaraan umum. Yang berjalan kaki mungkin rumahnya dekat dengan sekolah. Yang tidak Alona habis pikir adalah yang naik kendaraan umum. Karena yang Alona tahu, sekolahnya ini adalah sekolah elit, dan hebatnya sekolah ini masih menyimpan murid-murid yang naik kendaraan umum ke sekolah.

YIN & YANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang