New Promise

86 55 2
                                    


Hari ini memang berakhir dengan suasana yang menghancurkan hati. Baru belum lama ini Alona mau belajar untuk keluar dari masa lalunya dan mulai berjalan di masa yang terlihat lebih baik ini. Tapi kenapa tiba-tiba kenyataan seakan melemparnya kembali ke jurang bernama masa lalu itu? apakah memang ini sudah sebuah takdir? Kalau Alona memang harus terus merasakan yang namanya dibully.

"Al, supir gue udah bawa mobil loe ke rumah gue. Dan sekarang, gue juga bakal bawa loe ke rumah gue." Aksel memecah keheningan di dalam mobil.

Alona tidak menjawab ucapan Aksel, tapi hanya menoleh dan menatap laki-laki itu.

"Jangan salah sangka, gue cuma gak mau orang rumah loe lihat keadaan loe yang kayak sekarang ini. Jadi, mending sekarang loe bersihin diri loe di rumah gue. Baru nanti loe pulang ke rumah loe pakai mobil loe sendiri." Aksel berusaha menjelaskan.

"Al, gue gak mau orang tua loe tahu soal ini. Gak mungkin kan mereka sampai dengar kabar kalau loe dibully lagi? Jadi Al, percayain masalah ini sama gue. Gue bakal bantuin loe buat selesain semuanya."

"Loe harus percaya sama gue." Aksel mengakhiri penjelasannya.

Setelahnya keadaan menjadi hening, hingga sampai di rumah Aksel pun keadaan tetap terasa sunyi. Diam-diam Alona memperhatikan rumah Aksel yang terlihat megah, Alona cukup kagum dengan design rumah Aksel yang tergolong minimalist.

"Loe mau jalan sendiri apa gue gendong?" pertanyaan yang diselipkan candaan dari Aksel.

"Jalan sendiri." Jawab Alona datar.

Meskipun pilihan Alona adalah berjalan sendiri, tapi Aksel tetap memapah Alona. Jujur saja meskipun terlihat sudah lebih tenang, Aksel tetap takut. Karena dia sangat tahu, mental Alona belum pulih sepenuhnya setelah kejadian bully yang dulu. Dan sekarang, ditambah kejadian ini. memasukki rumah, yang menyambut pertama kali kedatangan Aksel dan Alona adalah mama dan papa Aksel sendiri. Yang saat itu sedang duduk di ruang keluarga.

"Aluna." Mama membuka pembicaraan begitu mendapati Aksel datang bersama seorang perempuan.

"Ma, ini Alona, bukan Aluna." Ucap Aksel membenarkan kata-kata mamanya.

"Ya Tuhan, maaf, maaf, mama salah." Kata mama menyesal.

"Teman perempuan kamu kenapa Aksel?" papa bertanya.

"Iya, kamu kenapa?" mama ikut bertanya.

"Nanti aku ceritain sama mama papa. Sekarang aku mau minta ijin dulu, pinjemin kamar dan baju Aluna ya jadi Alona bisa mandi dan menggunakan pakaian bersih." Jelas Aksel.

"Iya, iya mama ijinkan." Ucap mama sambil tersenyum. Papa memanggil bi Muroh, memintanya untuk mengantar Alona naik ke laintai dua. Tepatnya ke kamar Aluna. Setelah yakin kalau Alona dan bi Muroh sudah masuk ke dalam kamar Aluna, barulah Aksel menceritakan semua yang telah terjadi hari ini. Soal Alona, soal Amora yang menjadi akar dari masalah ini semua, Aksel ceritakan secara detail.

"Jujur saja begitu melihat anak perempuan itu, justru mama seperti melihat Aluna disana." Ucap mama dengan tatapan yang begitu teduh.

"Ya, Aksel juga merasakan hal yang sama. Semakin mengenal Alona, Aksel semakin bisa merasakan kehadiran Aluna dalam diri Alona. Mereka sangat mirip." Aksel ikut setuju dengan pendapat mama.

"Bagaimana bisa pacar kamu tega melakukan itu Sel?" tanya papa penuh keheranan.

"Iya mama juga gak habis pikir. Apa sih yang ada di pikiran Amora?" mama menimpali.

"Aksel bakal urus masalah Amora besok. Aksel bakal pastiin, Amora bakal dapat balasan yang setimpal atau bahkan lebih dari apa yang sudah dia lakukan sama Alona." Balas Aksel penuh keyakinan.

YIN & YANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang