Alona

117 67 14
                                    


Hari ini adalah hari Rabu, tapi tidak ada kegiatan sekolah yang membosankan hari ini. Para guru mengadakan rapat yang bisa dikatakan mendadak untuk membahas soal ujian kelulusan kelas tiga tahun ini. Tapi mendadak atau tidak itu tidak penting, yang penting kan liburnya itu. Iya gak?

Meskipun hari libur, bukan berarti Aksel merasa senang sepenuhnya. Kenapa? Ya karena kedua matanya ini. Mungkin sebagian anak sekolah pasti pernah merasakan apa yang Aksel rasakan saat ini. Ketika hari sekolah, matanya sulit sekali untuk terbuka. Rasanya seperti ada lem yang merekat kuat di mata kita. Tapi disaat libur sekolah, mata itu secara otomatis terbuka dengan sendirnya tanpa kita minta. Padahal disaat libur, yang kita inginkan adalah bisa tidur lebih lama. Sayangnya mata tidak pernah bisa diajak kompromi. Aksel melihat kearah jam dinding di ruang keluarga, masih pukul setengah sebelas pagi. Waktu yang terhitung masih terlalu pagi untuk bangun di hari libur. Rumah saat ini juga terasa sangat sepi. Papa dan mama sudah pergi ke luar kota sehari setelah kejadian di meja makan itu terjadi. Dan hingga saat ini, mereka belum kembali. Entah karena pekerjaan yang memang banyak atau hanya sekedar untuk menghindar lagi.

"Mau ngapain gue sekarang? Asli bosen banget." Keluh Aksel. Mencoba terus berpikir untuk mencari kegiatan yang bisa dilakukan hari ini. Dan yang terpikir di otak Aksel hanya satu.

"Apa gue ke makam Aluna aja ya?" tanya Aksel pada diri sendiri. Tanpa harus berpikir ulang, Aksel langsung kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap. Mengunjungi makam Aluna sekarang adalah salah satu kegiatan yang mungkin akan menjadi kegiatan wajib Aksel untuk kedepannya. Bukan sesuatu yang salah kan? Setidaknya disana Aksel bisa mencurahkan semua isi hatinya pada adik perempuannya itu, meskipun Aksel juga tahu curahan hatinya hanya akan didengar dari jauh oleh sang adik, dan tidak akan ada balasan ataupun masukkan yang bisa didapatnya. Hari ini Aksel menggunakan t-shirt berwarna abu-abu dan celana panjang blue jeans. Setelah yakin kalau dirinya telah siap, Aksel pun segera menuju garasi, kemudian menaikki mobil jazz hitamnya. Aksel teringat dirinya juga belum membawa apa-apa untuk Aluna hari ini.

"Gue mampir ke toko bunga itu lagi deh." mengunjungi toko bunga di perempatan jalan, menjadi tujuan pertama Aksel, sebelum pergi ke makam Aluna. Sesampainya di toko bunga itu,si pemilik toko bunga tampaknya tidak lupa dengan wajah Aksel. Buktinya begitu Aksel masuk ke dalam toko bunganya, si pemilik toko bunga yang kira-kira sudah berumur setengah abad itu tahu bunga apa yang akan dibeli oleh Aksel hari ini.

"Sepuluh tangkai mawar merah dan satu tangkai mawar putih di tengahnya." Ucap si pemilik toko sambil tersenyum pada Aksel.

"Iya benar, saya mau beli bunga yang sama seperti waktu itu." balas Aksel sambil tersenyum pada perempuan paruh baya itu.

"Bunga yang sebelumnya bagaimana? Apa si cantik itu suka dengan bunga pemberianmu?" tanya si pemilik toko bunga sambil mulai menata bunga pesanan Aksel.

"Iya dia suka, bahkan sangat suka." Seutas senyum muncul di bibir Aksel.

"Syukurlah kalau si cantik itu memang suka. Lalu bunga yang hari ini akan kau berikan juga pada si cantik itu? apa si cantik itu sedang marah padamu, makanya kau membelikan dia bunga kesukaannya untuk meredakan marahnya." Tanya si pemilik toko.

"Marah?" Aksel tiba-tiba teringat akan janjinya pada Aluna saat dia datang ke makam beberapa hari lalu. "kakak janji, lain waktu kakan bakal bawa mereka ketemu kamu." Aksel teringat akan janjinya kepada Aluna untuk membawa kedua orang tuanya ke makam adiknya itu. Tapi kenyataannya sekarang, Aksel lagi-lagi hanya akan datang sendiri. Tanpa kedua orang tuanya, tanpa papa dan mamanya. "Lagi-lagi janji yang tidak ditepati." Dengus Aksel dalam hati.

YIN & YANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang