Pagi-pagi Aksel sudah menunggu Alona di depan gerbang sekolah. Sudah dari semalam Aksel gak sabar buat melihat Alona datang ke sekolah lagi. Ya memang Alona menerima hukuman tidak lebih dari tiga hari, tapi entah kenapa Aksel sudah merasa kangen dengan cewek itu. Dan mungkin ini yang dinamakan panjang umur, karena tak lama cewek yang sudah ditunggu sedaritadi pun datang.
"Selamat pagi." Sapa Aksel dengan tampang sok manis.
"Ini masih pagi, dan gue merasa loe udah nyebarin hawa gak enak sama gue." Jawab Alona .
"Yah Al, pagi-pagi udah mikir yang gak bener aja tentang gue. Gue udah daritadi tahu nungguin loe disini. Mau nyambut loe karena sudah terlepas dari hukuman." Balas Aksel sebal.
"Iya iya sorry. Lagian gue merasa aneh aja loe pagi-pagi bela-belain nungguin gue."
"Ya kan kita udah buat janji, kalau kita itu harus saling melindungi, saling jaga. Jadi wajar dong kalau mulai sekarang ada Alona disitu juga ada Aksel, begitu juga sebaliknya."
"Suka-suka loe deh." balas Alona dengan malas.
"Eh Al, loe dipanggil kepala sekolah tuh." Seorang siswa tiba-tiba muncul dan memberitahu Alona soal panggilan penting itu.
"Ya udah Sel, gue duluan ya." Pamit Alona setelah itu melenggok pergi meninggalkan Aksel.
"Udah ditungguin cape-cape, sekarang malah ditinggalin. Gimana sih?" Ucap Aksel kesal.
"Aksel."
Panggilan itu langsung menghentikan langkah Aksel yang baru saja ingin meninggalkan gerbang sekolah. Dan begitu Aksel melihat ke sumber suara, Aksel menemukan Daren disana.
"Ada apaan loe pagi-pagi manggil gue?" tanya Aksel tak acuh.
"Gue mau bicarain sesuatu sama loe."
"Kalau loe mau bicarain soal Amora, gue males. Lagian sekarang kalau loe mau ngejar Amora lagi, silahkan gue gak ngelarang. Bahkan dari awal gue juga gak ngelarang kok kalau loe mau rebut Amora dari gue. Dan sekarang gue sama Amora udah gak ada apa-apa, jadi silahkan sana kejar cewek impian loe lagi." Jelas Aksel dengan malas.
"Justru itu, gue mau ngomong sama loe. Please Sel, kasih gue waktu buat ngomong." Daren memohon dengan sangat kepada Aksel, hingga akhirnya Aksel pun mengiyakan permohonan Daren untuk meminta waktu padanya. Mereka berdua pun pergi ke lapangan basket, tempat yang mereka pilih untuk bicara empat mata.
"Sekarang mau apa?" tanya Aksel to the point.
"Sel, ada dua hal yang mau gue bilang ke loe. Pertama gue mau bilang terima kasih." Jelas Daren.
"Terima kasih buat?"
"Ya karena loe mau ngelepas Amora. Gue merasa jadi punya kesempatan lagi buat deket sama Amora."
"Gue merasa itu gak ada hubungannya sama gue, jadi loe gak perlu bilang terima kasih segala." Balas Aksel dengan nada sedikit ketus.
"Terserah loe mau gimana pikirnya, yang jelas gue mau tetep bilang terima kasih sama loe. Terus yan kedua, gue juga mau minta maaf sama loe."
"Sekarang minta maaf buat apa?'
"Maaf karena gue bikin hubungan persahabatan kita merenggang cuma karena soal cewek. Gue tahu itu gak gentle."
"Bagus deh kalau loe sadar."
"Sel, gue mohon kasih gue kesempatan buat memperbaikki hubungan persahabatan kita ini. Kita udah kenal lama Sel, gue gak mau persahabatan kita makin renggang atau bahkan sampai putus cuma karena masalah Amora." Jelas Daren.
"Okay, tapi ada satu syarat."
"Syarat? Syarat apaan?" tanya Daren bingung.
"Loe harus janji sama gue, kalau loe bakal bantu Amora untuk belajar jadi orang yang lebih baik." Ucap Aksel.
"Kenapa gue?"
"Karena gue yakin loe bisa. Dengan perasaan tulus yang loe punya buat Amora, gue yakin Amora bakal berubah jadi orang yang lebih baik." Jawab Aksel yakin.
"Iya, gue janji. Gue janji bakal bantu Amora buat belajar jadi orang yang lebih baik. Loe pegang kata-kata gue." Daren mengucap janji dengan keyakinan penuh.
Mulai dari detik itu, persahabatan diantara keduanya pun dimulai lagi. Semuanya dimulai dari nol lagi, persahabatan itu mulai dibangun kembali dari awal. Dan baik Aksel maupun Daren berharap dan berjanji akan menjaga persahabatan ini dengan baik. Berjanji jika ada masalah menghadang persahabatan mereka, mereka akan melewatinya bersama-sama. Karena unsur dan akar dari persahabatan sejati adalah saling percaya, saling menjaga, dan saling bekerja sama.
"Sel, ada yang pengen gue tanya deh." Daren membangunkan Aksel dari lamunannya.
"Nanya apaan? Kaya wartawan loe, nanya mulu kerjaannya."
"Loe sama cewek yang disana ada hubungan apa sih?" Tanya Daren sambil tersenyum nakal dan sambil juga mengarahkan kepalanya ke arah cewek yang dimaksud. Aksel pun mengikuti arah gerakkan kepala Daren, dan yang Aksel lihat ada Alona disana. Aksel sempat mengacuhkan pertanyaan Daren karena sibuk memperhatikan Alona yang sedang mengantri untuk membeli bakso bang Karib.
"Yahh si entong, kalau udah ngeliatin Alona aja lupa segalanya." Celoteh Daren karena dicukekkin oleh Aksel.
"Aksel Putra." Panggil Daren dengan nada keki.
"Hahh iya?" Aksel baru sadar dari lamunannya.
"Perhatiin aja terus sampai lebaran monyet." Ucap Daren kesal.
"Yee sorry, sorry. Tadi loe nanya apaan?" jawab Aksel menyesal.
"Gue nanya sama loe entong, loe ada hubungan apa sama Alona? Karena yang gue lihat dari awal loe ketemu Alona kurang lebih setengah tahun lalu sampai sekarang, sikap loe ke Alona itu sama persis kaya sikap loe ke Aluna, adik perempuan loe." Jelas Daren.
"Ya itu jawabannya, karena dia mirip sama adik gue." Jawab Aksel singkat, padat, dan kurang jelas.
"Aksel Putra, loe baik dan peduli sama adik loe itu wajar. Nah kalau sama Alona? Pasti ada hal lebih kan?" kalimat terakhir sengaja Daren tekankan, sekedar untuk menggoda sahabatnya itu.
"Apaan sih loe? Kepo tahu gak. Kalau sekarang gue bilang teman doang, loe juga pasti gak percaya."
"Aksel, bukan cuma gue. Tapi loe tanya seluruh penghuni sekolah pun, mereka gak akan percaya. Mana ada sih cowok yang mati-matian belain seorang cewek di depan kepala sekolah, kalau bukan ada sesuatu."
"Loe tuh ya, bawelnya gak ilang-ilang dari dulu. Malah makin nambah. Udah ah gue mau balik ke kelas, males sama orang bawel." Aksel pun langsung meninggalkan Daren yang masih duduk santai di pinggir lapangan basket.
"Cuma ada dua kemungkinan itu si entong. Antara dia belum berasa atau dia gak mau ngakuin kalau dia ada perasaan sama Alona." Celoteh Daren.
Sambil terus menyusuri koridor untuk kembali ke kelas, Aksel juga terus memikirkan pertanyaan yang Daren lemparkan padanya tadi. "Loe ada hubungan apa sama Alona?" jujur saja Aksel juga tidak tahu apa jawabannya. Yang dia ingat, dulu dia hanya penasaran dengan sikap aneh Alona. Dan setelah tahu apa yang terjadi dengan masa lalu Alona, penasaran itu berubah menjadi simpati. Lalu setelah sadar apa yang terjadi dengan Alona juga terjadi pada Aluna, rasa simpati itu berubah jadi rasa ingin melindungi. Lalu sekarang apa? Perasaan apa yang sebenarnya tercipta untuk seorang perempuan seperti Alona?
"Judul atas pertemuan aku dan kamu adalah takdir. Lalu judul apa yang pantas disematkan untuk perasaan ini? Aku tidak tahu. Apa ada orang yang bisa memberiku ide? Kira-kira judul apa yang tepat untuk perasaan aneh dalam diriku ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
YIN & YANG
RomanceBasket, olahraga yang paling Aksel tidak suka. tapi karena ini menyangkut masalah nilai, mau tidak mau Aksel harus ikut. "Gue jadian sama Amora." ucap Aksel saat berhadapan dengan Daren di latihan basket siang itu. "Gue tahu itu." jawab Daren ketus...