Aksel menyusuri tempat pemakaman bernuansa modern itu. Setelah sampai di salah satu pemakaman, Aksel langsung berjongkok di sebelah makan itu. Crystaluna Randrian Putri, begitulah nama yang tertulis di atas batu nisan tersebut.
"Apa kabar kamu?" ucap Aksel sambil mengusap batu nisap makam tersebut.
"Ini aku bawain bunga kesukaan kamu, mawar merah sama satu tangkai mawar putih." Kata Aksel lagi sambil meletekkan bunga mawar itu di atas makam. Aksel terus menatap makam itu dengan mata yang terlihat jelas menunjukkan sebuah kesedihan. Aksel terus berbicara di depan batu nisan itu, dirinya seakan seperti merasa benar-benar sedang mengobrol dengan seseorang. Mungkin terdengar gila, tapi kita semua juga pasti pernah melakukan itu kan?
"Maaf ya Aluna, hari ini kakak sendiri. Mama sama papa gak ikut. Tapi kakak janji, lain waktu kakan bakal bawa mereka ketemu kamu. Kamu jangan ngambek ya karena mereka hari ini gak dateng." Ucap Aksel sambil memasang seutas senyum di bibirnya.
"Banyak hal yang pengen banget kakak ceritain sama kamu. Bahkan kakak rasa, kakak perlu masukkan dari kamu. Kakak yakin, kamu pasti bisa bantu kakak."
"Kakak kangen sama kamu Aluna. Kakak kangen sama bintang cantik. Gak berasa udah hampir tiga tahun kamu pergi. Kakak benar-benar minta maaf, tolong maafin kakak Aluna. Maafin kakak karena kakak gak bisa nepatin janji." Setetes air mata turun dari pipi Aksel, membuka luka yang selama ini selalu dia berusaha tutupi, berusaha terlihat kuat dihadapan semua orang. Aksel rindu akan sosok adik perempuannya. Aluna yang selalu ceria, Aluna yang selalu manja padanya, dan semua itu telah lenyap dan tak akan pernah kembali. Aksel kemudian menghapus air matanya, berusaha untuk kembali tersenyum.
"Kakak pamit pulang dulu ya Lun, kakak janji, kakak bakal dateng lagi lain hari. Dateng sama papa mama. Kakak yakin kamu juga kangen sama mereka." Ucap Aksel sambil mengelus batu nisan itu sekali lagi. Aksel pun mengambil posisi berdiri, dan sebelum benar-benar beranjak pergi meninggalkan makam itu, Aksel berucap sekali lagi.
"Kakak sayang sama kamu bintang cantik."
Setelah meninggalkan daerah pemakaman, dan sedang mengarah pulang. HP Aksel berbunyi, pertanda kalau ada panggilan masuk. HP-nya mengeluarkan bunyi instrument piano karya Yiruma, River Flows In You. Untuk ukuran seorang cowok, memang mungkin terdengar sedikit aneh kalau Aksel kenyataannya lebih menyukain alunan musik piano ketimbang musik pop. Untuk beberapa hal, Aksel memang sedikit berbeda dari anak laki-laki yang lain. Aksel mengambil HP-nya yang berada di kursi penumpang, melihat siapa yang meneleponnya, mama.
"Halo." Terdengar suara dari ujung telepon.
"Kenapa ma?" tanya Aksel sambil terus fokus membawa mobil.
"Papa kamu sudah kembali dari London. Urusan bisnisnya sudah selesai disana, sekarang papa kamu mau mengajak kita makan siang bersama. Kamu bisa ikut kan nak?" tanya mama dari ujung telepon.
"memangnya mau makan dimana ma?"
"Di restorant biasa Sel, mama mohon kamu datang ya?" terdengar nada memohon dari ujung telepon.
"Tapi Aksel ngantuk ma, Aksel kurang tidur semalem." Aksel berusaha untuk menolak ajakkan itu. Terdengar dengusan nada kecewa dari ujung telepon. Aksel jadi tak enak, karena menolak ajakkan mamanya itu. Tapi Aksel benar-benar perlu tidur sekarang, kalau tidak dirinya bisa tidur di tengah jalan kalau memaksa untuk pergi.
"Bagaimana kalau nanti malam saja? Nanti malam kita makan malam bersama di rumah. Aksel juga sudah lama gak makan masakkan mama. Makanya nanti malam kita makan di rumah ya bersama?" Aksel berusaha membuat kesepakatan dengan mamanya.
"Kamu benar nanti malam akan ada di rumah? Kamu janji gak akan keluyuran kemana-mana malam ini?" tanya mama dengan nada memastikan.
"Iya ma, janji suwer." Ucap Aksel meyakinkan mamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
YIN & YANG
RomanceBasket, olahraga yang paling Aksel tidak suka. tapi karena ini menyangkut masalah nilai, mau tidak mau Aksel harus ikut. "Gue jadian sama Amora." ucap Aksel saat berhadapan dengan Daren di latihan basket siang itu. "Gue tahu itu." jawab Daren ketus...