Become Friend

102 63 9
                                    


Alona tidak menyangka kalau ternyata Aksel akan membawanya ke pemakaman, tempat peristirahatan Andreas yang terakhir. Semenjak sampai di pemakaman, kepala Alona begitu banyak diisi oleh pertanyaan-pertanyaan yang minta untuk segera dijawab."Untuk apa kita sekarang ke pemakaman? Apa Aksel mau jenguk kak Andreas? Atau ada tujuan lain?" pertanyaan-pertanyaan itu menari-nari di pikiran Alona.

"Ayo turun." Ajak Aksel.

"Kita mau ngapain kesini?" tanya Alona bingung.

"Sudah, loe ikut aja. Nanti loe juga bakal tahu tujuan gue ajak loe kesini." Jelas Aksel.

Alona tidak lagi membalas perkataan Aksel, dirinya hanya menuruti perkataan Aksel. Setelah turun dari mobil jazz hitam itu, Aksel dan Alona menyusuri daerah pemakaman yang sangat kental akan design modernnya itu. penyusuran itu juga melewati makam Andreas, yang semakin membuat Alona bingung. "Kalau bukan buat kak Andreas, terus buat siapa?" tanya Alona pada hatinya dengan perasaan yang semakin bingung. Sesampainya di sebuah pemakaman, Aksel sempat tersenyum sebentar kepada Alona kemudian mengubah posisinya menjadi berjongkok di sebelah makam dengan sebuah buket bunga mawar yang sudah layu di atasnya.

"Adik perempuan gue." Aksel membuka pembicaraan. Seketika Alona kaget dengan perkataan Aksel itu. Sepanjang dia mengenal Aksel, tidak ada satupun orang yang pernah berkata kalau Aksel punya seorang adik perempuan. Alona melihat nama yang tertera di atas batu nisan, Crystaluna Randrian Putri.

"Namanya cantik." Batin Alona. Alona pun ikut mengubah posisi berdirinya menjadi berjongkok di sebelah makam Aluna.

"Namanya Aluna, dia adik perempuan gue satu-satunya." Ucap Aksel lagi memecah keheningan.

"Ini yang gue maksud Al. ini alasan kenapa gue berani bilang sama loe, kalau gue bener-bener tahu gimana perasaan loe sebenarnya." Lanjut Aksel lagi.

"Dia meninggal karena jadi korban bully di sekolah. Tragis memang. Akibat pembully-an itu, Aluna jatuh dari tangga di sekolah. Sayang, nyawanya sama sekali tak tertolong." Jelas Aksel yang diikuti dengan suara serak.

"Sel..." panggil Alona.

"Loe tahu? Bahkan disaat terakhir waktu hidupnya aja, gue gak ada disampingnya. Padahal gue udah janji sama dia buat jagain dia, buat lindungi dia. Supaya gak ada orang lagi yang bisa berbuat jahat sama dia." Suara Aksel terdengar semakin serak dan semakin kecil.

"Aksel." Panggil Alona lagi.

"Gue emang kakak yang gak berguna." Ucap Aksel pasrah, kali ini terdengar tangis dari Aksel. Alona bisa mendengar itu dengan sangat jelas.

"Loe gak boleh ngomong kayak gitu." Ucap Alona mengingatkan.

"Gue udah buat janji sama Aluna. Dan sehari setelah janji itu dibuat, gue langsung mengingkarinya. Apa namanya kalau bukan kakak yang gak berguna? Apa namanya kalau bukan pengecut?" jawab Aksel lirih.

"Tapi Sel, adik loe pasti bisa ngerti kalau gak setiap saat loe bisa disamping dia. Adik loe pasti sadar, kalau loe juga punya kehidupan sendiri." Jelas Alona.

Detik selanjutnya tidak ada lagi pembicaraan. Yang ada hanya sebuah keheningan yang tersisa diantara Aksel dan Alona. Langit yang tadinya masih meyisahkan warna biru disaat Aksel dan Alona sampai di pemakaman, kini semua berubah menjadi jingga kemerahan. Matahari perlahan tapi pasti mulai bersembunyi di sebelah barat.

"Udah sore banget nih, pulang yuk." Ajak Aksel. Alona hanya tersenyum sebagai jawaban. Sebelum benar-benar pergi meninggalkan makam Aluna, Aksel masih sekali lagi mengelus batu nisan milik adik perempuannya itu.

YIN & YANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang