Sehari setelah meledaknya ruang klub misteri yang baru saja dibangun, semua kegiatan di sekolah masih terlihat normal. Tidak ada perhatian khusus dari sekolah mengenai kejadian ini. Bahkan puing-puing sisa reruntuhannya dibiarkan begitu saja. Kepala sekolah lebih sibuk melayani wartawan yang terus berdatangan setiap harinya. Meskipun beberapa guru menyarankan agar beliau tidak masuk dulu, kepala sekolah tetap datang ke sekolah. Dia tidak mau membebankannya kepada guru yang lain. Yang seharusnya sibuk mengajar.
Pagi yang sangat sibuk dialami setiap warga sekolah. Mereka berusaha untuk menjauhi para wartawan yang ingin menggali informasi lain dari sudut pandang siswa dan guru. Namun, kepala sekolah sudah mengambil langkah yang cermat. Beliau tidak mengizinkan kepada siapapun untuk berbicara dengan wartawan. Langkah yang sangat berani dari kepala sekolah demi menjaga nama baik sekolahnya.
Jam pertama kosong di kelas Dimas dan Afa. Mereka menghabiskan waktunya dengan membicarakan langkah selanjutnya. Kali ini Jamil ikut terlibat. Dengan menjemput Andi di kelasnya, mereka menuju perpustakaan.
"Jadi, sebenarnya yang merencanakan insiden ledakan kemarin adalah aku dan kepala sekolah. Itupun atas instruksi Afa. Kami sengaja memberi plang atas nama klub misteri di ruangan kosong itu. Memberi beberapa hiasan agar Aurum, maksudku Imam percaya bahwa itu adalah ruang klub misteri yang sesungguhnya. Dan sesuai rencana Afa, Imam pasti menyangka bahwa semua dokumen kita ada di ruangan itu. Makanya dia meledakannya." Jamil bercerita panjang lebar dengan tatapan mata yang sangat serius.
Andi hendak bertanya. "Jadi benda ini..."
"Jadi sekarang kita disini akan mengecek video yang direkam menggunakan kamera mini yang aku pasang di tembok. Aku jamin dia tidak menyadari keberadaannya. Dan itulah kameranya." Jamil memotong kalimat Andi.
"Wah! Aku kira ini hanya potongan batu bata biasa." Dimas merebutnya dengan ekspresi wajah kagum.
"Sebelumnya memang aku menanamnya pada batu bata yang sudah rapuh." Afa membenturkan batu batanya dengan hati-hati. Keluarlah sebuah kamera kecil yang tidak lebih besar dari sebuah permen. Afa mengeluarkan laptop dari tumpukan beberapa buku di rak perpustakaan.
"Kamu sengaja menaruh laptop disitu?" Dimas mengusap kepalanya.
"Iya, aku sudah menyiapkannya tadi pagi sebelum masuk kelas."
Afa yang sudah mahir dalam masalah komputer, memasangkan kamera kecilnya pada laptop dengan alat yang dia rakit sendiri. Otomatis tersambung. Setelah mengecek semua videonya, terlihat bahwa seseorang memasang empat bom dengan daya ledak rendah di setiap sudut bangunan. Lalu terlihat dia memasang satu bom lagi diatas tumpukan kertas yang dia sangka adalah dokumen klub misteri.
Dan ternyata benar. Kamera menangkap gambar yang membuktikan bahwa sang pelaku adalah Imam. Terlihat jelas wajahnya. Namun ada satu hal yang membuat Afa merasa heran. Di dalam video, terlihat bahwa wajah Imam sangat panik. Ketakutan. Seperti yang dikejar sesuatu. Berbeda dengan aksi-aksi sebelumnya. Dimana wajahnya selalu terlihat tenang dan santai.
"Rupanya ini yang membuat operasi kita berhasil Fa, maaf aku mengambil inisiatif sendiri tanpa memeberitahumu dulu." Jamil tersenyum bangga melihat video itu.
"Apa yang kau tambahkan?" Afa bertanya dengan nada yang cukup sinis. Andi dan Dimas hanya menjadi pendengar dan penonton setia pagi ini.
"Informasi terakhir yang kudapat dari kepala sekolah, Imam itu sangat takut dengan hantu. Dan malam itu, sebenarnya aku ada di sekolah. Mengawasi kerja kamera itu dengan laptop sadapku. Aku berada di ruang kepala sekolah sendirian. Dengan menggunakan kendali speaker sekolah, aku memutar suara-suara aneh yang menakutkan. Dengan menekan suara kresek-nya seminimal mungkin. Dan memberi volume pada musiknya sewajar mungkin. Dan mulai saat itu dia panik." Semuanya tertawa lepas. Tak terkecuali Afa.
"Kalau saja dia tenang, mungkin dia akan mengecek semua berkas yang ada disana. Padahal berkas-berkas itu hanyalah kertas sisa ujian dari tahun pertama hingga sekarang." Afa memakan habis menteganya.
"Bisa disimpulkan, kenapa sebelumnya dia bisa membuat rencana serapi itu karena dulu dia ditemani oleh Vania dan suruhannya. Namun, setelah Vania berhenti dan suruhannya ditangkap, Imam menjadi sendirian. Dan dia tidak memiliki cukup nyali untuk melakukan semuanya dibalik kegelapan lagi. Dan aku berani menjamin dia tidak pernah lagi memasuki rumah tua itu." Andi ikut berargumen dengan wajah seriusnya yang terlihat konyol.
"Hahaha akhirnya kita menang!" Dimas berteriak kegirangan. Ssstt!. Begitulah arti wajah Afa ketika melihat Dimas.
"Tapi... bagiku ini sangat menyedihkan. Kita susah payah mengalahkannya dengan kekuatan empat orang hanya untuk mengatasi seorang anak kelas sepuluh." Afa melipat wajahnya penuh sesal.
"Itu tidak benar Afa, kita mengalahkan lima orang. Dan kita mengalahkan mereka satu-persatu. Jadi sebenarnya ini hanyalah pertandingan antar tim." Dimas menghiburnya dengan kata-katanya yang cukup menenangkan. Afa kehabisan kata-kata menatap dalam mata Dimas yang penuh kepercayaan.
"Yang lebih penting sekarang, Imam tengah merencanakan sesuatu setelah peledakkan ruang klub misteri itu." Jamil membuat mereka kembali menyiapkan telinganya.
"Masih ada lagi?" Dimas menoleh ke arah jendela perpustakaan.
Jamil tersenyum tipis. "Ya. Dia belum menyadari bahwa kita sudah menang. Dia menyangka bahwa kita sudah menyerah."
Ditengah keadaan perpustakaan yang sedang kosong itu mereka kembali menyusun rencana. Diiringi terik matahari yang mulai memanas hendak membakar semua yang terkena sinarnya. Beruntung mereka ada di dalam ruangan yang cukup sejuk.
-Perpustakaan Aurum-
KAMU SEDANG MEMBACA
Perpustakaan Aurum [SUDAH TERBIT]
Mystery / ThrillerAlhamdulillah karya pertama Ay sudah dibukukan. Bisa cek di tokopedia, blibli, bukalapak, ya. Cari aja Perpustakaan Aurum. Nanti ada tuh bukunya. Penerbitnya guepedia.com Sankyuu all 😊