• delapan •

4.8K 724 51
                                    

"Rose..."

"Hah?!" Rose tersentak kaget saat Mingyu memanggil namanya. Hampir saja ia menjatuhkan sendok es krimnya ke lantai. Gadis itu mendongakkan kepalanya dan menatap Mingyu dengan mulut sedikit terbuka.

"Lo kenapa dah kaget gitu?" ucap Mingyu sambil terkekeh.

"Ng... Nggak apa-apa, kok," jawab Rose canggung.

Mingyu menopang kepalanya dengan tangan kanannya dengan siku bertumpu di atas meja. Ia menatap gadis yang duduk di depannya itu sambil tersenyum geli.

"Lo akhir-akhir ini kenapa, dah?"

Rose kembali menundukkan kepalanya sambil terus menyuapkan es krim cokelatnya ke dalam mulut. "Emangnya gue kenapa?" tanya Rose balik.

"Akhir-akhir ini lo agak pendiem dan nggak mau ngeliatin gue," jawab Mingyu.

Rose mendesah pelan. Mau nggak mau, dia kembali mengangkat kepalanya dan melihat wajah Mingyu. Tapi, baru satu detik ia menatap mata cowok jangkung itu, Rose kembali menundukkan kepalanya. Berusaha menyembunyikan pipinya yang merona.

"Tuh kan... Lo marah sama gue? Perasaan akhir-akhir ini gue nggak nubirin lo, deh," kata Mingyu dengan polos.

Sumpah demi Dewa Arjuna, Mingyu adalah manusia paling nggak peka!

"Gue nggak marah sama lo," kata Rose akhirnya.

"Terus?"

"Ya... nggak terus-terus, Gyu. Emang mau terus kemana? Nabrak ntar."

Terus ke pelaminan sama lo, gimana? Batin Mingyu. Tapi kali ini dia nggak berani nyeletuk kayak gitu. Nggak tau kenapa rasanya ketahan aja di tenggorokan.

"Ya udah, abis ini lo mau kemana?" tanya Mingyu.

"Pulang?"

Mingyu kembali menegakkan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya di sandaran kursi. "Buru-buru amat, sih. Maen dulu kek."

"Mau ke Zona Waktu?"

"Nggak mau, ah! Rame."

"Terus?"

"Ke taman kota mau nggak?"

.
.
.

"Kayuh yang kenceng, Ros!" seru Mingyu yang duduk di belakang sebagai penumpang, ia juga menepuk punggung Rose agar cewek itu segera mengayuh sepedanya.

"Anjir!" maki Rose, "Turun nggak lo!"

Mingyu tertawa puas. Awalnya tadi dia pengin naik sepeda sendiri. Tapi ngeliat Rose dari belakang dan siap mengayuh sepedanya, tanpa permisi ia langsung mendudukan dirinya sebagai penumpang.

Iseng banget emang Mingyu, tuh.

Masa iya Rose yang keceng gitu disuruh ngebonceng cowok bongsor macem Mingyu?

"Ayo, Ros! Masa lo nggak kuat ngebonceng gue? Cemen banget lo jadi cowok!"

Rose memutar tubuhnya dan menjitak kepala Mingyu cukup kencang. Cowok jangkung itu memekik kesakitan.

"Nggak mau dibilang cowok, tapi tenaganya badai," cibir Mingyu.

Rose berdecak kesal, ia menggoyang-goyangkan sepedanya agar Mingyu mau turun. Bukannya turun, Mingyu malah melingkarkan lengannya di pinggang Rose dan memeluknya dengan erat.

"Mingyu! Lo apa-apaan, sih!" jerin Rose.

"Gue pengin dibonceng sama lo! Lo jadi cowok nggak peka banget, sih!" ucap Mingyu sambil menyenderkan kepalanya di punggung Rose.

Harusnya lo ngaca! batin Rose.

Beberapa orang yang berada di tempat rental sepeda menatap dua anak manusia itu dengan aneh dan geli. Apakah dunia memang sudah terbalik?

Mingyu nggak ngelepasin pelukannya. Rose pun hanya bisa menarik napas panjang sebelum mengayuh sepedanya. Ya, dia agak lumer dipeluk sama Mingyu, apalagi pipi cowok itu yang nyentuh punggungnya. Semoga aja Mingyu nggak denger jantungnya yang berdebar sangat kencang.

Akhirnya Rose mengayuh sepedanya dengan sekuat tenaga. Mengelilingi taman kota sambil melihat pemandangan sekitar. Pepohonan yang berjejer di sekitaran jalur untuk pengguna sepeda membuat udara terasa sejuk, walau cuaca sedang panas. Pemandangan sungai pun juga membuat perasaan dua anak manusia ini terasa damai.

Belum ada setengah putaran mengelilingi taman kota, Rose udah kehabisan tenaganya. Mingyu pun turun dan berdiri di samping Rose.

"Sini, biar gue yang bawa sepedanya. Jadi cowok lemah banget!" ledek Mingyu.

Rose yang ngos-ngosan, melirik Mingyu dengan tajam. Dengan senang hati ia bertukar posisi dengan Mingyu.

Dari awal kek kayak gini, kan enak, kata Rose dalam hati.

"Pengangan yang kenceng, entar jatuh mewek lagi," peringat Mingyu saat Rose sudah duduk di belakangnya.

"Modus lo ya!" Rose memukul punggung Mingyu dan membuat cowok itu terkekeh.

"Ya udah. Kalo jatuh jangan mewek ya."

Tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu, Mingyu mengayuh sepeda berwarna hitam itu dengan kencang. Bener aja, Rose yang belum ada persiapan langsung terjatuh.

"Yaaak!" pekiknya.

Mingyu pun mengerem sepedanya dan menoleh kebelakang. Segera ia turun dari sepedanya dan berlari menghampiri Rose.

"Be, lo nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa pala lo! Sakit anjir!" marahnya.

Mingyu menggaruk tengkuknya yang nggak gatel, ia pun membantu Rose untuk berdiri. "Sorry, Ros."

"Bodo! Gue beneran marah sama lo!" Rose memukuli dada bidang milik Mingyu, sedang cowok itu diem aja. Padahal niatnya iseng, eh... Rose beneran celaka.

"Lo bisa jalan?"

"Nggak tau!"

Mingyu mendesah pelan. "Ya udah, naik gih ke punggung gue."

"Apa?"

"Naik ke punggung gue, anjir! Gue cium juga lo kalo pura-pura bego."

Mendengar kata cium keluar dari mulut Mingyu, Rose pun menuruti ucapan Mingyu. Ia mengalungkan tanganya di leher Mingyu dan cowok itu membenarkan gendongannya.

"Pantat gue sakit, Gyu. Gue nggak bisa duduk."

"Lah, terus baliknya gimana?"

Bukannya menjawab, Rose sedikit mempererat rengkuhannya dan menyandarkan kepalanya di kepala Mingyu.

"Rose? Lo nggak tidur, kan?" tanya Mingyu tapi Rose masih nggak memberikan jawaban. Gadis itu memejamkan matanya sambil tersenyum.

Ini hukuman buat lo, Gyu...

Tanpa Rose sadari, sebenarnya Mingyu sedang mencoba mengatur detak jantungnya yang berdetak nggak karuan. Rasanya ada petasan yang meledak di hatinya. Belum lagi kupu-kupu yang ada di perutnya yang memberontak ingin keluar.

Bisa nggak sih lo nggak bikin gue deg-degan kayak gini, Ros?

***

14 Agustus 2017

A.n:

Anggep aja taman kotanya yang kayak di korea gitu 😂

Belum aku edit.

Hehehe.

Mingyu & Rose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang