Chapter 8- Address?

34 4 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 21.00, namun Mang Ciko tetap saja tidak mau mengangkat telfon. Ini mang ciko kemana sih?! udh maleemm gerutu Shila.

Shila saat ini sedang berdiri di depan rumah Fian, rasanya muak berlama lama di dalam hanya untuk memandangi beberapa diantara tamu mabuk karena minuman beralkohol dan diantaranya juga banyak sekali asap vape dan rokok.

Harusnya aku gausah kesini.

Kini pandangannya hanya terfokus pada layar ponselnya. Sudah cukup dia mencoba panggilan untuk Mang Ciko, mungkin dia sudah terlelap. Kali ini dia mulai mencari driver-online agar dia bisa secepat mungkin berbaring santai di kasurnya yang empuk.

Sialaan!! ini driver ko gaada yang mau accept sih?! gamau uang kali ya.

Beberapa kali Shila mengulang pencarian driver, namun beberapa kali juga ia tak menemukan sang driver.

"Huft! masabodo! pokonya sekarang aku harus pulang!" ucap Shila seakan berbicara pada dirinya sendiri.

Shila mulai berjalan menuju gerbang kompleks, berharap disana ada satu taksi untuk nya pulang. Dingin nya udara malam menusuk kulit Shila yang mulus, itu membuat tangannya otomatis terlipat di depan dada, berharap udara berbaik hati untuk tidak mengusiknya. Shila sangat heran, di Jakarta itu panas, namun mengapa malam ini begitu dingin?

***

"Aduh Fian! Lo jangan minum banyak banyak." tekas Afkan.

Fian yang masih memegang botol rum itu terlihat lemas dan sesekali menyeringai. "Lo ni nikmatin aja Kan! Gue seneng lo bisa di disini." jawab Fian seenaknya.

"Gila lo Fian! Gue bakal bawa lo ke atas." ucap Afkan seraya membopong temannya itu.

Fian yang terlihat masih berhalusinasi, tetap saja menyeringai saat di bopong Afkan. "Lo hebat Kan. Gue yakin Shila makin suka sa sama lo hehehe." ucap Fian.

Afkan memutar bola matanya. Ia tau ini akan terjadi kalau Fian terlalu banyak meminum minuman beralkohol. "Udah, lo istirahat aja sekarang." jawab Afkan sambil membawa Fian ke atas kasur.

"Lo tidur aja sekarang!" lanjut Afkan sambil mengambil botol di tangan Fian.

"i love you Afkan hahahaha." ujar Fian sejenak. sedetik setelah itu, dia terpejam.

Afkan menyimpan botolnya dan segera pergi dari kamar Fian."Sarap lo! Gue pergi dulu ya."

Afkan segera menuruni tangga dan melewati beberapa tamu Fian yang masih terlarut dalam pesta. Masa bodo tuan rumah nya sudah tidur, asalkan mereka tidak mengotori rumah mewah ini, mereka tidak akan kena marah. Afkan segera mengocek saku celananya dan mencari kunci mobil miliknya.

Bip bip!

Afkan membuka pintu mobil dan segera menancap gas, berharap sampai rumah dan bermain play station dengan puas. Afkan menyalakan radio dan mengeraskan suaranya.

***

Shila kini masih berdiri di gerbang kompleks. Berharap ada satu taksi kosong yang melintas. Dia tetap menyumpahi Mang Ciko dalam hati, seandainya dia menyuruh Mang Ciko untuk tetap di depan rumah Fian, Shila tak perlu repot repot berjalan ke gerbang kompleks dan mencari taksi untuk pulang. Hari yang sial.

Sedetik, ada mobil sport putih melintas dengan cepat dari arah belakang.

"MOBIL GILAAA!" teriak Shila sambil mengepalkan tangannya.

Kali ini, mobil sport itu berhasil membuat jantung Shila hampir copot jantung, karena suaranya yang cenderung bising secara tiba tiba. Namun, apa itu? mobil itu mundur untuk sejajar dengan posisi Shila.

Kali ini Shila benar benar takut, ia harap ini bukanlah laki laki brandal yang suka menjahili wanita di pinggir jalan. Shila berusaha mengabaikan mobil itu, namun usahanya gagal, ia saat ini memandang ke arah kaca dan berharap sang pemilik mobil bukanlah orang jahat. Kaca mobil kini terbuka lebar dan terpampanglah wajah yang sangat familiar bagi Shila.

"Kamu?!" Ucap Shila terbelalak.

"Ihh kenapa sih ketemu kamu terus. Apa gak cukup buat kamu? Kita baru aja di kenalin sama Fian Artya." aku Shila menggerutu dan menyilangkan tanganku di depan dada.

Afkan mengecilkan volume radio nya dan segera menatap mata bundar milik Shila. "Apa?" kata Afkan sambil memegang telinga nya seraya mengejek Shila.

Shila memutar bola matanya, kini pandangannya tertuju pada Afkan dan terpaksa dia membungkuk untuk melihat lebih jelas lawan bicaranya.

"Ih dasar cowo gila. Ngapain sih balik lagi kesini? Udah sana pergi." jawab Shila sambil berupaya mengusir.

"Lo udah kaya PSK tau hahaha." Ejek Afkan.

"Ih apa kamu bilang?." jawab Shila sambil mendekat ke mobil.

Afkan kali ini memutar bola matanya dan segera turun dari mobil untuk bertemu lawan bicaranya itu. "Lo udah kaya PSK. Jelas?" jawab Afkan.

"Ih enak aja. Aku terpaksa diem disini karena gaada yang jemput. Jadi jangan pernah mikir yang macem macem." decik Shila sambil menyilangkan tangannya di dada.

"Tapi penampilan lo yang glamor kaya gini dan diem di pinggir jalan udah jelas itu ciri cirinya PSK Hahahaha." ejek Afkan.

Kini percakapan mereka terhenti saat ada taksi melintas. Shila yang melihat taksi, segera mengabaikan omongan Afkan dan melambaikan tangan pada taksi. Namun sial! Taksi tersebut tetap melaju.

"Kasian banget sih lo." ucap Afkan sembari berjalan masuk ke dalam mobil.

"Gue duluan." lanjut Afkan.

Saat Afkan masuk ke dalam mobil dan segera menutup kaca jendela. "Tunggu!" ucap Shila tiba tiba.

Afkan kembali membuka kaca jendela mobilnya. "Apa?" tanya nya singkat.

Sialan! Mau gak mau aku harus minta tolong dia, atoga bakal ada orang lain yang nganggep aku psk kaya ni cowo.

"Em, aku boleh ikut?" tanya Shila malu.

Afkan mengangkat kedua alisnya. Kini cewek idiot meminta untuk ikut. Ikut kemana?

"Ikut kemana? Gue mau pulang." jawab Afkan cuek. Seakan energi nya untuk meledek sudah habis.

Shila kini membungkuk lagi, berharap beradu tatap pada Afkan. "Anter aku pulang." ucap Shila dengan wajah lelah. Berharap usahanya kali ini berhasil.

Afkan kini menatap wajah lelah sang gadis, kini hatinya menggebu. Kok lu cantik sih idiot? gumam Afkan dalam hati. Kini dia harus pura pura jual mahal pada gadis itu.

"Gue gaada waktu. Pulang aja sendiri." jawab Afkan cuek.

"Aku gaktau jalan Aflkan." kini wajah Shila semakin memelas. Ia tidak mau kehilangan satu kesempatan untuk pulang ini.

Afkan memutar bola matanya. Dia kembali menatap Shila dan kini bibirnya menunjukan garis lurus. "Rumah lo dimana?" tanya Afkan.

Sial!

Shila teringat. Ia belum pernah tau alamat rumahnya semenjak berpindah ke ibukota. Kini mata Shila membulat sempurna, mulutnya ditutupi oleh tangan mulus Shila.

"Yaampun. Aku gatau alamat rumah." ucap Shila terkaget kaget.

Afkan mengangkat satu alisnya, ia berfikir Shila hanya bercanda dan melakukan sedikit modus untuk berlama lama Afkan. "Lo amnesia?" tanya Afkan datar.

QueenizaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang