20. Humanity

1.4K 261 13
                                    

Pria tua itu memandangku dengan tatapan menjijikan, mempertanyakan seluruh rencanaku yang terkesan tidak masuk akal, walaupun sebenarnya aku sedikit setuju akan hal itu.

"Menghancurkan federasi perdamaian dunia? Bagaimana caranya?"

Aku tersenyum sombong, merendahkan rasa percaya pria tua itu.

"Jika dia bisa membuat pistol itu seorang diri, tidak menutup kemungkinan jika dia bisa membuat benda yang lainnya, kan? Benda gila yang mungkin bisa digunakan untuk melawan mereka. Selain itu, aku bisa membantunya. Kurasa kau juga bisa."

Pria tua itu mengembangkan dadanya, menarik napas sedalam mungkin, kemudian berusaha menyangkal pernyataanku, "Bukan, bukan. Maksudku, bagaimana mungkin kau, seorang diri, dapat melawan federasi itu yang jumlah orangnya lebih banyak."

"Memangnya siapa yang tahu? Aku sendiri tak pernah berpikir akan sampai ke dunia ini, tapi kenyataannya bisa, kan?"

Pria tua itu kembali terdiam.

"Aku tidak memaksamu untuk ikut, tapi aku sudah membulatkan tekadku."

Ya, aku benar-benar telah meyakinkan pilihanku itu.

===

Lelaki itu mengetuk pintu kompartemen yang telah ia kenal. Suasana malam yang dingin membuatnya benar-benar berharap akan ada seseorang yang membukakan pintu untuknya.

Wajahnya berantakan, keringat membanjiri seluruh tubuhnya, membuat pakaiannya basah dan mencetak beberapa bagian tubuhnya di dalam balutan jas hitam.

Darah yang telah mengering menghiasi kerah kemeja lengan kirinya, juga tertutup dalam balutan jas hitam.

Dua kali ia mengetuk, hingga akhirnya seseorang yang telah ia kenal sejak lama membukakan pintu untuknya.

Sang teman mempersilakannya masuk, membuat lelaki itu menerima tawarannya.

Lelaki itu bercerita pada sang teman.

Menangis.

Kehilangan arah.

===

Keadaan di dunia ini benar-benar membuatku sadar betapa beruntungnya aku dapat tinggal di dunia dengan kebebasan yang tak terkekang, membuatku ingin sekali menyadarkan mereka bahwa mereka dapat menjadi manusia selayaknya dan seutuhnya.

Seperti yang kukatakan, aku tak dapat melihat saudaraku tinggal di tempat yang mengerikan ini, membuatku memikirkan dua pilihan. Aku harus mengajaknya tinggal di duniaku atau membuat keadaan di dunia ini berubah menjadi lebih baik.

Aku menyantap ubi bakar yang telah dibuat oleh pria tua itu, makanan sederhana yang belum pernah kunikmati sebelumnya. Biasanya, aku makan dari pemasak otomatis, karena keluargaku juga memilikinya. Namun, keadaan yang tak memungkinkan membuatku terpaksa menyantap makanan ini, makanan yang dimasak secara manual.

Tentu aku tidak menyesal akan hal itu.

Di malam ini, kami saling bertukar cerita dengan diterangi lampu redup yang diletakan di tengah ruangan. Tersenyum, tertawa, melakukan berbagai aktivitas manusiawi lainnya, membuatku sejenak melupakan segala ambisiku di dunia ini.

Aku dan pria tua itu setuju untuk menyembunyikan rahasia besar dari Aksa42, membuat dirinya tidak merasakan kecemasan seperti yang pria itu rasakan. Setidaknya, hingga waktu yang tepat datang.

"Hei, Aksara," Aksa42 berkata di sela tawa, membuatku terperangah dan segera melakukan kontak mata dengannya dalam suasana yang sedikit remang-remang. "Kau pernah bertanya padaku apakah aku pernah menyukai seorang wanita, kan? Apakah kau sendiri pernah menyukainya?"

3141 : The Dark Momentum [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang