[1]

7.9K 540 14
                                    

Belati Beracun


"Yang mulia, maafkan saya menginterupsi. Kami baru saja mendapatkan informasi bahwa istana selatan telah jatuh dan diambil alih oleh musuh."

Seorang pangeran muda terusik dari tidurnya oleh suara berisik di sekitarnya. Dia dengan canggung mengangkat kepalanya dari pangkuan kakak lelakinya dan menemukan Jenderal Huang berlutut di lantai di hadapan mereka. Kepala sang jenderal tertunduk. Perlahan pangeran muda mendongak untuk menatap kakak lelakinya. Rahang kakak lelakinya terkatup rapat, ekspresi wajahnya keras dan tak terbaca.

"Kakak..." Pangeran muda memanggil kakaknya dengan suara pelan.

"Ssstt... tidak apa-apa, Dayu. Semuanya akan baik-baik saja." Kakaknya membalas. Dia mengelus lembut rambut pangeran muda, mencoba meyakinkan adiknya bahwa semuanya memang akan baik-baik saja. Meski begitu, walaupun usia pangeran muda bahkan belum genap empat belas tahun, dia terlalu cerdas untuk dibohongi. Istana selatan adalah kediaman Ibunda Permaisuri. Beberapa jam yang lalu ketika penyerangan terhadap istana dimulai, Ayahanda Kaisar dan beberapa orang jenderal kepercayaannya beserta pasukan istana segera bergegas menuju istana selatan untuk menyelamatkan sang permaisuri; ibu mereka. Jika istana selatan telah jatuh, maka hal tersebut hanya berarti satu hal; musuh telah berhasil mengalahkan kaisar dan pasukan istana.

"Apa Yang Mulia Kaisar selamat?"

Tidak ada jawaban awalnya, tapi secara perlahan jenderal mulai bicara, "Maafkan saya, Yang Mulia. Yang Mulia Kaisar telah terbunuh di tangan musuh."

Ekspresi di wajah kakak lelakinya mengeras, tetapi ia tetap tak membiarkan sirat kesedihan terlihat di wajahnya. "Bagaimana dengan Ibunda Permaisuri? Apakah ada kabar mengenai keberadaan beliau?" Dayu mendengar kakaknya bertanya pada jenderal sekali lagi.

"Maafkan saya, Yang Mulia. Seluruh istana selatan telah dibakar. Pasukan yang berhasil selamat berusaha mencari keberadaan Yang Mulia Permaisuri namun masih tak berhasil menemukan beliau."

Dayu mengeratkan kepalan pada jubah emas kakaknya. Pangeran muda itu bahkan tak tahu sejak kapan ia telah mencengkeram jubah kakaknya. "Ibunda.... Ayahanda..." Bibir pangeran muda bergetar hebat memanggil orang tua terkasihnya. Hatinya seperti baru saja tercabik menjadi kepingan-kepingan kecil begitu mendengar kabar buruk tersebut.

"Berapa jumlah pasukan kita yang tersisa?"

Sang Jenderal tanpa sadar mengangkat kepalanya begitu mendengar pertanyaan pangeran tertua, "Yang Mulia..." Kata-kata keberatan yang ingin ia ucapkan tersangkut di ujung lidahnya.

"Jawab aku, Jenderal Huang. Berapa jumlah pasukan yang kita yang tersisa?"

"Tidak begitu banyak, Yang Mulia. Pasukan-pasukan terbaik telah diturunkan di seluruh penjuru kerajaan. Musuh telah menyerang kita dari semua penjuru, pasukan yang kita miliki sama sekali tak sebanding dengan pasukan musuh, tetapi setidaknya masih tersisa tiga pleton pasukan di istana utama. Kaisar memerintahkan mereka sebagai pertahanan terakhir kerajaan."

"Aku ingin mereka semua bersiap. Aku akan bertarung untuk kerajaan sampai titik darah penghabisan,"

"Yang Mulia... Saya mohon yang Mulia... Anda adalah putra mahkota. Anda adalah masa depan kerajaan ini, anda adalah harapan kami untuk membangun kerajaan ini kembali. Kaisar memerintahkan kami untuk melindungi anda dan pangeran kedua, apapun yang terjadi. Kami telah menyiapkan sebuah tempat persembunyian untuk anda dan pangeran kedua sampai musuh meninggalkan kerajaan ini, Yang Mulia."

"Tepat sekali. Seperti yang kau katakan, aku adalah masa depan dari kerajaan ini. Bagaimana kau justru mengharapkanku untuk lari dan bersembunyi seperti seorang pengecut di saat genting seperti ini? Meski aku bertahan hidup, tanpa berjuang untuk kerajaan ini, aku hanya akan bisa memimpin negeri ini dengan perasaan malu karena aku melarikan diri di saat aku masih mampu bertarung untuk rakyatku."

Api yang Membeku [Bahasa Vers. of Frozen Fire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang