Titik Puncak Kehancuran
translator : holyverde
"Kakak!" Dayu kecil mencoba berteriak sekeras yang ia bisa namun kakaknya masih saja mengabaikannya.
Muka Dayu seketika menjadi masam. Bibir merahnya mengerucut ke depan. Pangeran kedua kerajaan Jianglin tersebut melempar pandangan sengit ke arah kakaknya yang masih saja duduk dengan santai di atas atap di bawah terpaan sinar rembulan. Alih-alih terlihat menakutkan, pangeran kecil itu malah terlihat begitu menggemaskan.
"Kakak! Awas saja, nanti aku akan mengadu pada Ibunda kalau kakak lagi-lagi membolos pelajaran!" teriak Dayu untuk kedua kalinya.
Mendengar ancaman itu, Yu Tian segera melirik adik laki-lakinya dengan kedua mata yang membulat lebar. "Jangan berani-berani ya!" peringatnya pada Dayu.
"Baiklah, aku tidak akan mengadu pada Ibunda. Tapi ajak aku ke atas atap juga."
Yu Tian menghela napasnya dengan berat, dan Dayu, melihat reaksi kakaknya tersebut, segera tahu bahwa dia telah menang. Pangeran kedua tersebut tersenyum bahagia. Dia menunggu kakaknya turun untuk membantunya memanjat atap.
"Dasar anak manja." Yu Tian menggerutu, namun Dayu tetap saja tersenyum. Dia tahu bahwa kakaknya itu sama sekali tidak marah padanya. Buktinya sudah jelas. Walau dia menggerutu, namun dia tetap memegang Dayu dengan erat selama membantunya menaiki atap, jelas merasa khawatir jika Dayu bisa jatuh sewaktu-waktu.
Setelah Dayu menemukan posisi yang nyaman di sebelah kakaknya, dia lalu menirukan gestur kakaknya yang tengah menatap lurus ke arah rembulan yang berada di langit. Bulan itu bukanlah bulan purnama atau separuh, melainkan bulan sabit. Kakaknya entah mengapa memiliki kebiasaan untuk memandang bulan sabit.
"Hari ini sabit lagi ya, sama seperti bulan lalu." ujar Dayu.
"Hm, begitu indah kan?" Pangeran tertua masih menatap ke arah langit.
Dayu menggelengkan kepalanya. "Bulan purnama jauh lebih indah. Lebih bulan dan besar seperti mata Chang Xue." Dayu menyebutkan nama kelinci miliknya. Ayahandanya dulu membawa sebuah kelinci kecil selepas beliau pergi berburu dan memberikannya pada si pangeran kecil sebagai hadiah. Kelinci putih kecil tersebut sejak saat itu menjadi harta Dayu yang paling berharga.
Yu Tian terkekeh, "Tapi aku lebih menyukai bulan sabit, karena bulan sabit mirip dengan matamu ketika kau sedang tersenyum. Sungguh indah. Tapi haruskah aku khawatir? Sepertiya aku harus menghalau para pangeran yang nanti salah mengiramu sebagai putri karena adikku ini begitu cantik."
Muka Dayu menjadi semakin masam. Sementara Yu Tian mewarisi segala keistimewaan milik ayah mereka, Dayu sayangnya lebih mewarisi sifat-sifat ibunya. Kakaknya ini begitu cakap dan tampan, sementara si pangeran kecil harus puas dengan sebutan 'cantik' yang selalu melekat pada dirinya. Bahkan kakaknya sendiri tidak berhenti menggodanya soal itu. Dayu tidak suka, tetapi kakaknya selalu menggodanya sebagai bahan untuknya bersenang-senang.
"Aku ini tampan, bukan cantik." Dayu mendengus.
Yu Tian hanya tersenyum sambil menepuk lembut kepala Dayu, membuat si pangeran kecil tersenyum menikmati perhatian yang diberikan oleh kakaknya.
Sang Selir terbangun dengan napas terengah-engah. Keringat dingin membasahi sekujur tubuhnya. Dadanya naik-turun tanpa kendali. Sudah lama sejak dia bermimpi tentang kakaknya. Barusan ini, seolah-olah ia berkelana ke masa lalu dan mengulangi seluruh kejadian di saat mereka berdua masih kecil.
Sang Selir selalu merindukan kakaknya, namun sejak kejadian dirinya disekap oleh para penyamun, Dayu semakin merindukannya. Pastilah karena simbol bulan sabit yang tidak sengaja ia lihat terpatri di lengan para penyamun itu. Namun harapan yang sedang ia genggam adalah harapan yang benar-benar mustahil. Kakaknya itu sudah meninggal, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Api yang Membeku [Bahasa Vers. of Frozen Fire]
Historical FictionVersi Bahasa dari Frozen Fire - Feng Jianyu bahkan belum genap empat belas tahun ketika kerajaan kecilnya yang damai diserang oleh Kerajaan Wang. Seluruh keluarganya terbunuh di tangan kaisar Wang yang kejam. Kerajaan dan rakyatnya disiksa dengan ke...