[13]

3.4K 415 23
                                    

Memulai Sebuah Badai

Pagi masih begitu buta saat lonceng di Menara timur berdentang sebanyak enam kali beberapa saat lalu. Namun begitu, Sang selir Istana Merah sudah siap dengan pakaian lengkapnya untuk hari itu. Jubah luarnya menjuntai di sepanjang lekukan tubuhnya, warna ungunya makin membawa keindahan Sang Selir.

Pelayan dan penjaga yang diutus kaisar sudah siap mengikuti langkahnya dari belakang dan melindungi selir kesayangan dari kaisar Wang Qing tersebut. Mereka sudah paham, jika sedikit saja pria manis itu merasa tak senang, maka karir mereka sebagai pegawai istana akan hancur. Sedikit saja goresan luka di kulit Sang Selir, artinya hukuman mati sudah akan menanti mereka.

Hal tersebut sedikit banyak membuat mereka ketakutan dan kebingungan. Sebelumnya, mereka pernah menyaksikan Kaisar terlihat lebih memanjakan beberapa selirnya dibandingkan selir lainnya. Biasanya hal tersebut terjadi ketika ada selir baru. Tetapi kaisar tak pernah memanjakan selir tersebut dalam cukup lama. Seiring berjalannya waktu, kaisar selalu akan kehilangan rasa tertariknya. Selir baru tersebut segera terlupakan dan tenggelam dalam bayang-bayang selir lain yang baru. Karena itulah mereka bertanya-tanya, kapan kiranya kaisar akan bosan dengan selir prianya  itu? Namun hari itu tak kunjung tiba. Malah, mereka yang setiap hari mengikuti Sang Selir mulai menyadari bahwa tatapan penuh cinta dari kaisar terhadap selir prianya semakin kentara setiap harinya. Sorot mata yang awalnya penuh dengan wibawa dan kuasa akan segera berubah menjadi lembut setiap kali ia menatap Sang Selir Pria.

Selir-selirnya yang lain sudah lama terlupakan dan situasi ini sepertinya masih tidak akan berubah.

Menyadari dalamnya rasa cinta yang diberikan kaisar terhadap selir prianya, mereka merasa senang sekaligus takut. Senang karena mereka kini melayani selir yang paling kaisar sayang sehingga upah mereka pasti lebih tinggi dan pelayan lain akan menghormati mereka. Namun, di sisi lain, mereka takut karena mereka sama sekali tidak boleh menyinggung Sang Selir sedikitpun. Sungguh tugas yang sulit untuk dilakukan.

Seolah ini adalah sesuatu hal yang mereka belum ketahui sebelumnya, Sang Selir adalah orang yang pendiam. Raut wajahnya terhindar dari segala macam emosi. Sungguh sulit untuk menebak apa yang sedang ia pikirkan atau rasakan. Apakah ia sedang kecewa? Atau merasa puas? Apa ia kesakitan? Ataukah sedang menginginkan sesuatu? Membaca raut wajah Sang Selir sungguh sama sulitnya dengan membaca raut wajah patung Jenderal Lun yang berdiri di depan istana. Belum lagi senyum yang tak pernah tersungging di wajah Sang Selir.

Namun, mereka menyadari adanya perubahan kecil yang terjadi beberapa hari terakhir pada diri Sang Selir. Sang Selir sesekali tampak menunjukkan wajah puas dan penuh kemenangan. Memanfaatkan Kaisar yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, Sang Selir kini lebih sering berjalan-jalan keluar Istana Merah. Setiap kali pergi, tempat tujuannya selalu sama; lapangan luas di sisi timur Istana tempat para prajurit dan pasukan Kota Terlarang berlatih. Bukan karena Sang Selir tertarik pada kemampuan bertarung mereka, tatapan Sang Selir sepertinya hanya tertuju ke satu orang, yaitu Sang Jenderal Perang dan putra mahkota terdahulu; Wang Zhiyuan.

Pikiran macam itu saja sudah cukup membuat para pelayan dan penjaga Sang Selir merinding. Ini adalah pertama kalinya mereka menyaksikan seorang selir yang dengan terang-terangan mendekati pria lain selain Sang Kaisar. Terlebih lagi, semua ini terjadi tepat di saat yang sama kaisar tengah sibuk mempersiapkan upacara resmi mengenai pengangkatan Sang Selir sebagai Selir Resmi Kekaisaran.

Sungguh ironis.

.

“Yang Mulia…” Ming Lei memanggil Sang Selir dengan suara pelan. Mereka telah tiba di Lapangan Timur beberapa saat lalu. Kini mereka tengah duduk di kursi dengan meja kecil yang terletak di sisi Lapangan Timur, tempat dimana Sang Selir bisa melihat seluruh penjuru area berlatih itu. Cahaya matahari pagi menyinari jajaran prajurit yang berbaris di lapangan sementara mereka masih terus melanjutkan latihannya. Inilah alasan mengapa beberapa hari ini Sang Selir beserta rombongannya selalu meninggalkan Istana Merah pagi-pagi sekali, karena setiap hari para prajurit selalu memulai latihannya tepat sehabis fajar.

Api yang Membeku [Bahasa Vers. of Frozen Fire]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang