"Akhirnya aku menemukanmu, Lee Jihoon."
Sosok yang selama tiga tahun ini menjadi mimpi buruknya, kini berdiri tegak menatapnya sayu dengan sorot mata yang tak dapat diartikan. Kesenangan, kesedihan dan kekhawatiran bercampur menjadi satu dalam waktu yang sama.
Membuat rasa yang seolah tak bisa dijabarkan oleh sekedar tulisan atau ucapan. Sebuah pelukan hangat yang bisa menjawab semuanya.
Sakit. Mungkin itu kata yang paling mudah untuk bisa mengerti apa yang Jihoon rasakan. Selebihnya, seperti kau dihunus pedang.
Hazel indah milik Jihoon kembali meneteskan air matanya. Air mata yang selalu menjadi jawaban seluruh penderitaannya mencintai Soonyoung. Segala halang rintang dihadapinya seorang diri.
Soonyoung yang mencintainya lebih dahulu, Soonyoung yang berjanji untuk menjaganya, Soonyoung yang berjanji akan selalu menggenggam tangannya, Soonyoung yang berjanji akan selalu berjalan beriringan dengannya. Semuanya tentang Soonyoung. Seolah takdir hidupnya hanya berurusan dengan Soonyoung.
Soonyoung, Soonyoung, Soonyoung. Satu nama yang selalu membuat setiap hembusan napasnya menjadi berharga. Tapi, itu dulu. Saat Soonyoung berhasil membuat seolah malam itu adalah malam terakhirnya. Merasa setiap hembusan napasnya sudah tidak berharga seperti dulu.
Soonyoung, Soonyoung, Soonyoung. Ia yang membuat Jihoon terluka setelah ia membawa harapannya terbang ke langit ketujuh lalu menghempaskannya. Ia yang berkata mencintai Jihoon, tapi dia juga yang berbohong.
Soonyoung yang bilang padanya untuk menggenggam tangannya, tapi ia juga yang menarik Jihoon ke dalam kegelapan dan kesunyian ini.
Soonyoung yang berjanji akan selalu bersamanya, tapi buktinya, ia pergi membawa separuh hati Jihoon, meremukkannya dan membuangnya sejauh mungkin.
"Jangan mendekat." Jihoon mencegah setiap langkah kaki Soonyoung yang semakin lama semakin mendekat ke arahnya.
"Jihoon, maafkan aku." Dengan wajah memelasnya, Soonyoung memohon.
Soonyoung itu kebohongan manisnya. Kebohongan yang membuatnya jatuh sedalam ini.
Jihoon menggeleng. "Untuk apa kau kemari? Pergilah, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi." Setetes air mata mengalir melalui pipinya yang memerah karena suhu yang terlampau dingin itu.
"Jihoon, kumohon maafkan aku. Aku benar-benar mencintaimu."
Mencintai katanya.
Jihoon tertawa sinis dengan bibir yang sedikit bergetar menahan isakkan dari mulut kecilnya. "Mencintai katanya," gumamnya.
"Aku benar-benar mencintaimu, Lee Jihoon!"
"Tidak ada orang yang menyelakai orang yang dia cintai, Kwon Soonyoung!" geram Jihoon.
Kini puluhan pasang mata menatap mereka. Jihoon tidak peduli. Napasnya memburu, pandangannya memburam dan rahangnya menegas.
Soonyoung tersentak dengan apa yang Jihoon katakan. Memang benar, tidak ada orang yang menyelakai orang yang dia cintai. Tapi, bukan karena itu Soonyoung melakukannya. Ia melakukan itu semata-mata karena takut kehilangan Jihoon.
Bodoh memang, tapi mengertilah. Hanya karena takut kehilangan Jihoon ia menyelakainya. Cinta benar-benar membuat Soonyoung bodoh.
Sekarang lihatlah, Jihoon yang berdiri dihadapannya bukan lagi Jihoon yang dulu. Ia berubah. Selain semakin bertambah manis dan menggemaskan, perbedaan yang paling menonjol adalah—
—ia membenci Soonyoung, bukan mencintainya.
"Pergi dari hadapanku sekarang. Aku tidak pernah berharap untuk bertemu denganmu lagi. Masih segar dalam ingatanku tentang 3 tahun lalu, Kwon Soonyoung."
KAMU SEDANG MEMBACA
One More Time | SoonHoon
Fanfiction✨ Sequel of Love Blossom Berawal dari kesalahan aku belajar. Mencintainya adalah hal unik yang pernah aku rasakan. Aku suka rasa ini. -Soonyoung. Berlagak seperti tidak memiliki rasa itu rumit. Aku mencintainya, tapi ia mengkhianatiku. -Jihoon. D...