8. Sebuah Perubahan

2.4K 385 100
                                    

Song: 박보람 - 거짓말이라도 해줘요

Pagi itu, Jihoon bangun lebih awal. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu sedikit meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

Pandangannya tertuju pada seseorang yang menyelimuti dirinya dengan selimut putih tebal di sofa. Itu Soonyoung.

Kemarin malam, ia berkata akan menonton TV sebentar. Jihoon pikir, Soonyoung akan menyusulnya untuk tidur di kasur, namun tidak. Ia tidur di sofa. Dibalik wajahnya yang datar, Jihoon peduli. Peduli dengan semua yang Soonyoung lakukan.

Kalian tahu dendam? Mungkin semacam itulah yang Jihoon rasakan. Tak banyak yang bisa ia perbuat, selain menerima perlakuan Soonyoung saat ini. Apa kau pernah merasa dibuang dan dihancurkan oleh orang yang kau cintai? Sakit, bukan? Itulah yang Jihoon rasakan.

Memang terlintas untuk mengubah sikapnya pada Soonyoung. Namun, lagi-lagi rasa takutnya kembali muncul. Salahkah jika ia trauma mencintai orang yang sama? Ia hanya takut kejadian dulu terulang kembali.

Semacam pertanyaan 'Apakah kau masih ingat pada susunan kata yang kau rangkai demi menyatukan kita?' sering terlintas dibenak Jihoon. Ingin bertanya, namun tak punya nyali.

Lagi-lagi, Jihoon pasrah. Hanya ini yang bisa ia lakukan. Selebihnya, percayakan pada Soonyoung beserta hatinya. Mungkin segala ketenangan dari seorang Kwon Soonyoung dapat kembali membuka pintu yang sekarang tertutup rapat itu.

Jihoon melangkah menuju dapur dan membuat sarapan setelah sebelumnya, ia menyiapkan segala macam peralatan kerja Soonyoung.

Soonyoung baru saja selesai berpakaian, ia langsung menuju ruang tengah kala tak melihat Jihoon di kamar mereka.

Lelaki manis itu tengah duduk manis di depan sofa, menonton televisi. Soonyoung tersenyum sekilas, gaya duduk Jihoon tidak berubah. Masih sama. Ia menyilangkan kakinya di atas sofa. Sama seperti beberapa tahun lalu, saat Soonyoung kerap pulang dan pergi sekolah bersama Jihoon.

Mendengar suara kaki mendekat, Jihoon berkata. "Aku sudah menyiapkan sarapan. Jika tidak suka, kau boleh membuangnya." Setelahnya, Jihoon menyesap teh hangat yang tadi ia buat.

Soonyoung berjalan ke arah meja makan dan benar saja, ada semangkuk sup daging hangat lengkap dengan nasi dan peralatan makannya. Jihoon itu benar-benar membuatnya meleleh seketika. Perlakuan kecil yang berefek besar.

Sekali pun lelaki mungil itu terlihat dingin, namun kepeduliannya pada Soonyoung tidak pernah redup.

"Jangan tidur di sofa seperti semalam jika kau tidak ingin aku tendang dari rumah ini."

Lagi-lagi, satu kalimat yang mampu membuat hati Soonyoung berpacu begitu cepatnya. Ia mengembangkan senyumnya tanpa sadar, sesuatu yang disebut hati, rasanya ingin berontak keluar karena tak kuat dengan hal manis macam ini.

Soonyoung membeku di tempat dengan senyuman bodohnya. Siapapun yang melihatnya pasti tidak segan-segan untuk menamparnya, betapa bodohnya Soonyoung dengan senyumnya.

Merasa tidak diberi respon dengan yang diajak bicara, Jihoon menoleh ke arah Soonyoung. Soonyoung dengan kebiasaannya masih melekat dalam ingatannya. Kemeja yang ia gulung sebatas siku, rambut hitam legamnya yang tata sedemikian rupa hingga menampilkan dahinya dan satu yang membuat Jihoon kembali mengingat masa lalunya—

"Tunggu," cegah Jihoon saat melihat Soonyoung yang sudah siap berangkat.

—dasinya.

Kebiasaan Soonyoung yang selalu mengikat dasinya tanpa menyimpulkan sedemikian rupa pada dasinya. Jihoon mendekat. Ia menarik dasi yang bertengger di leher Soonyoung.

One More Time | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang