5. Awal yang menyakitkan

2.7K 431 38
                                    

Song; Hyorin - Our Tears

Setelah kejadian satu minggu lalu, Jihoon dan Soonyoung tidak pernah bercakap-cakap kembali. Seolah orang asing yang tak kenal satu sama lain. Orang asing yang memiliki sejuta kenangan indah. Namun, kenangan indah itu seolah hanya sebuah mutiara kecil yang ditimbun oleh banyaknya pasir.

Kenangan buruk mereka lebih menempel dalam ingatannya. Kenangan buruknya yang selalu terngiang selama beberapa tahun kebelakang. Ia hidup di bawah tekanan batin yang seolah menyiksanya. Menyiksanya secara perlahan, hingga kini tersisa hati yang usang dan luka yang teramat menyakitkan.

Kelihatan berlebihan memang, tapi kenyataannya lebih buruk lagi. Jika sudah seperti ini, menerima takdir adalah satu-satunya jalan yang bisa ia ambil. Lari pun sudah tidak bisa. Dimana semua mata tertuju padamu dengan orang yang selalu terngiang dalam pikiranmu selama beberapa tahun terakhir, berdiri di depan altar mengucap sebuah janji suci.

Janji suci pernikahan.

Tidak ada gunanya mengeluh sekarang, salah sedikit saja, semua orang akan tahu. Memalsukan perasaan mungkin cara terbaik kali ini. Tersenyum dihadapan semua orang dan menjarit pilu dalam hati.

Kau tidak boleh kelihatan lemah, batinnya. Mereka sudah berdiri dengan Soonyoung mengucapkan janji sucinya di depan kedua orang tuanya, orang tua calon suaminya, sahabat-sahabatnya, sahabat-sahabat calon suaminya, hadirin, pendeta dan yang terpenting—

Kumohon, jangan ucapkan, Soonyoung...

—Dihadapan Jihoon.

"Saya mengambil engkau menjadi suami saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, dan inilah janji setiaku yang tulus."

Pandangan lelaki manis itu mulai kabur. Air matanya menumpuk di pelupuk matanya. Entah perasaan apa yang hinggap, sampai ia pun tak mengerti. Harus apa dan bagaimana pun ia tidak mengerti. Kalimat-kalimat janji itu seolah nyata, tulus dari hatinya. Untaian kalimat yang mampu membuatnya sedikit tertegun.

"Sekarang kau boleh mencium pendampingmu," ujar Sang Pendeta.

Soonyoung sedikit menoleh ke arah Jihoon. Melihat bagaimana ekspresi Jihoon. Tidak ada yang berubah sejak mereka bertemu kembali di air mancur. Sorot matanya memancarkan kerapuhan, tak ada sedikit pun kebahagiaan yang tersirat di dalamnya.

Mereka berbalik menjadi saling berhadapan. Jihoon sedikit mendongak untuk menatap Soonyoung. Bibir ranumnya sengaja ia gigit dari dalam karena tak kuasa menahan tangis yang sewaktu-waktu bisa saja meledak.

Soonyoung menangkup wajah Jihoon. Menatap sendu kearahnya. Ia berkata sesuatu pada Jihoon, namun tanpa suara. Kata-kata yang sama. "Maaf, Jihoon."

Bersamaan dengan itu, air mata pilu Jihoon, kembali menetes. Entah kapan akhir dari semua kesakitan ini atau justru ini baru awal saja. Masih ada kesakitan yang menunggunya nanti.

---

"Tenanglah, Ji."

Lagi-lagi, sama seperti dua tahun lalu, Wonwoo datang ke tempat Jihoon bersembunyi dari keramaian. Menangis dalam pelukan Wonwoo—sahabat terbaiknya.

One More Time | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang