15. Rembulan Menjadi Saksi Bisu

2.3K 386 78
                                    

Song; Kim Na Young – Watch Memories


Rembulan kala itu tidak memihak padanya. Gemercik hujan mulai membasahi kota Seoul. Bersamaan dengan menetesnya air hujan di luar sana, lelehan air mata Jihoon mengalir melalui pipinya. Tangannya yang diikat ke belakang membuatnya tidak bisa bergerak leluasa.

Derasnya hujan yang membentur atap membuat keadaan semakin riuh. Isakkan pelan Jihoon tertutupi dengan suara air yang berjatuhan dari langit.

Cytotec misoprostol itu sudah tertelan sempurna. Membuat lelaki kelahiran November itu semakin merasa bersalah dan seolah ingin mengoyak isi perutnya sendiri dan membuang obat laknat itu.

Lelaki tinggi di depannya menatap penuh minat ke arah Jihoon. Lalu, ia mengedarkan pandangannya pada tali yang menggantung. Tali yang membentuk sebuah simpul. Letaknya tepat di atas kepala Jihoon.

"Aku menggantung wanita sialan itu disini," tuturnya.

Minho merunduk untuk menggapai wajah Jihoon. Kini Jihoon sudah duduk di kursi kayu. Lelaki berperawakan tinggi dan besar itu menyeka pelan kristal bening yang terus mengalir bak sungai.

Jihoon menatapnya dengan penuh kebencian. Ia tidak tahu siapa wanita sialan yang ia maksud, bahkan tidak ingin tahu.

"Kau tahu siapa wanita sialan yang aku maksud, manis?"

"Bahkah aku tidak ingin tahu. Kau bajingan gila, itu yang aku tahu sekarang." Minho menyeringai setelahnya. Lelaki itu mendongak untuk menatap tali tersebut.

"Aku menggantung ibuku disana," desisnya.

Sepasang mata indah itu dipaksa membuka lebar kala mendengar perkataan—yang menurutnya menakutkan sekaligus keji itu.

Raut wajah lelaki dihadapan Jihoon seketika berubah sendu. "Kau tahu, aku mempunyai adik perempuan. Kang Minhye, kudengar kalian satu sekolah dan bahkan ia pernah mencoba merebut Soonyoung darimu?"

Lagi-lagi, Jihoon dibuat terkejut dengan sebuah fakta yang ia dengar hari ini. Jihoon mendengus kasar dan menyeringai. "Adik dan kakak sama gilanya."

Telunjuk Minho menyentuh pelan perut Jihoon. "Singkirkan jari kotormu itu dari anakku!" Namun, suara Jihoon dianggap seperti angin lalu. Tidak dihiraukan. Bahkan keempat jarinya sekarang turut serta membelai perut Jihoon.

Andaikan tangannya tidak diikat, ia akan memukul Minho dengan apapun yang ada disini. Jika perlu, Jihoon akan menggantung Minho dengan tanganya sendiri.

"Saat itu," Minho mulai bercerita dengan tangan yang mulai bergerak memasuki kaos putih Jihoon. Lelaki berparas manis itu menggigit bibirnya pelan kala tangan besar itu mendarat mulus di perutnya. Mengusap jabang bayinya dan Soonyoung.

"S–singkirkan tanganmu dari anakku, bajingan!"

"Diam atau aku akan membuatmu hamil anakku," desisnya tepat di telinga Jihoon. Ia menyembunyikan wajahnya di ceruk leher Jihoon dan mengecupnya. Dengan beraninya ia menggigit perpotongan leher Jihoon hingga menimbulkan ruam disana.

Jihoon terkejut tentu saja. Ia mendesis bimbang dengan air mata yang kembali menetes. "Itu hukuman karena kau memotong ceritaku, manis..."

"Ibuku selalu saja memanjakan adikku Kang Minhye. Apapun yang ia inginkan selalu ibu berikan. Aku tidak pernah mendapatkan apapun, bahkan kasih sayang saja aku tidak dapat. Aku selalu gagal dalam apapun. Ibu sering berkata bahwa aku hanyalah anak tidak tahu diuntung.

Cacian dan makian aku terima setiap harinya dari mulut jalang itu. Aku membunuhnya. Menggantungnya disini. Melihatnya meminta tolong padaku sambil memegang tali yang mengikat lehernya membuatku sedikit tersanjung. Itu pertama kalinya ibu meminta tolong padaku," ceritanya.

One More Time | SoonHoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang