7. Perjalanan

184 14 1
                                    

Sudah dua jam kami berjalan seperti ini terus. Semua orang telah mengeluarkan berliter-liter cairan tubuhnya. Termasuk aku, yang sedari tadi mengusap bagian atas wajahku.

"Kak Ravie, ini sudah dua jam! Apa kita tidak beristirahat!?" giliran Gissele yang memperotes.

"Tidak!" jawabnnya tetap sama seperti tadi, tidak.

Gissele terlihat pucat, aku merasa sedikit iba.

"Kak Ravie!!!" aku memanggil nama itu dengan lantang.

"Kak, perjalanan kita memang jauh, walaupun anggota kita sendiri adalah murid terpilih. Tapi kita harus beristirahat sekarang, tidak semua anak mempunyai kekuatan fisik yang baik!"

Jujur saja, aku mengatakannya dengan keras, jelas. Aku tak takut hukuman yang diberikan Kak Ravie nanti, yang harus kulakukan adalah bagaiman pun caranya, mereka masih punya hak untuk mendapatkan waktu istirahat.

Kak Ravie membalikkan tubuhnya, wajahnya pucat, ada darah yang mengalir dari lubang hidungnya. Diantara kami berenam, Kak Ravie-lah yang keadaannya paling miris saat ini.

"Kak Ravie!?"

Aku segara menuntunnya untuk duduk dibawah pohon beringin yang sangat rindang.

"Kita istirahat ya...." bisikku, sambil memberi aba-aba. "Kita akan istirahat selama satu jam!"

Semua anak menyandarkan tubuhnya pada pohon itu. Mereka mengambil perbekalan yang diberikan Ms. Chealsea tadi. Aku menyandar tubuhku pada salah satu pohon disekitar pohon beringin itu. Aku memandang setiap anggota.

Mereka terlihat memakan perbekalan. Rasanya seperti tidak ingin kehilangan momen berharga ini.

"Kak Grey!" aku memanggil seseorang yang berdiri didepan Kak Hannie.

"Ada apa?" Kak Grey melangkah mendekat.

"Kakak gak istirahat?"

"Gak...... aku gak capek kok, kamu istirahat aja!"

Aku menghela napas. Dari tadi hanya Kak Grey yang tidak mengeluh, tidak pucat, dan tidak banyak berkeringat. Hanya Kak Grey yang mampu bertahan, ia terlihat baik-baik saja, tampangnya masih seperti orang sehat. Kak Grey duduk disebelahku.

Aku menyambar roti disebelahku, dan segera memakannya. Aku memperhatikan semak belukar dihadapanku.

Srek,srek

Aku dan Kak Grey segera berdiri. "Kak, semak-semak itu benar-benar bergerak kan?" aku sedikit takut.

"Kau benar!" Kak Grey mengekuarkan bardiche-nya. Dan aku bersiaga dengan busur panahku.

Seekor cheetah muncul, kurasa dia sedang kelaparan. Ini situasi gawat darurat. Disaat semuanya kehabisan tenaga kecuali aku, dan Kak Grey, seekor cheetah yang kelaparan muncul.

Aku dalam posisi siap membidik sekarang. Hanya tinggal hal kecil, maka anak panahku akan melesat.

"Grrrrrrr"

Dilihat dari manapun cheetah ini pasti akan menyerang kami. Hewan buas itu melompat, sebuah bayangan bergerak cepat. Menyebabkan hewan buas itu jatuh tersungkur.

Bayangan itu adalah Pyf. Ia mendekati hewan buas itu sambil membawa jatah daging miliknya.

"Ayo, kemarilah.....aku tak akan melukaimu...." ia mengucapkannya begitu pelan. Suaranya lembut.

Cheetah itu menerkam daging yang dibawa Pyf, dan berguling-guling di bawah kaki Pyf.

"Anak manis....." Pfy mengelus kepalanya.

Sepertinya hewan itu menyukai Pyf. Lihat bagaiman tingkah lucunya pada Pyf. Tapi tidak berselang lama, hewan itu kembali ke arah semak-semak. Dan menghilang, seperti ditelan bumi.

The Black Shadow ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang