12. Konflik

104 8 2
                                    

Aku tercekat. Sambil memandang pria yang berdiri tegap di depan kami. Di tangannya sudah ada pedang yang siap menembus perut kami.

"Aku tanya sekali lagi, kaliankah team dari Kota Oxgard....?"

Masih sunyi, sama sekali tak ada yang berani menjawab. Aku sama sekali tidak mengerti mengapa semua anggota teamku bungkam. Aku hanya mengikutinya saja.

"Ya...." Kak Ravie bersuara, tatapannya datar.

"Aku baru tau jika Kota Oxgard mengirimkan murid rendahan seperti ini." Ia tersenyum sinis. "Bagaimanapun juga....kalian akan mati...saat ini juga..."

Team Kota Gastrick mengepung kami. Yang bisa kami lakukan hanyalah bersiap-siap dengan senjata kami tanpa sepengetahuan mereka.

Dari informasi yang pernah kudengar dari Kak Grey belum lama ini adalah, team Kota Gastrick mempunyai keterampilan dalam senjata tombak dan pedang.

Lima diantara mereka berenam menggunakan tombak. Dan....pemuda di depan kami ini menggunakan pedang. Tak tanggung-tanggung pedang yang dipakainya pun damaskus, pedang yang pernah dicatat sejarah sebagai pedang tertajam didunia.

"Hei, Nona yang membawa pedang!" panggilnya.

Aku mengangkat kepala, tatapan kami bertemu.

"Bagaimana jika kita berduel, jika kau menang maka kami tak akan pernah mencoba membunuhmu. Tapi jika kau kalah...." ia menatapku sinis. "Akan kubunuh semua anggotamu, tentu pertama yang kubunuh adalah kau....bagaimana?"

Aku menggigit bibir, jika aku salah berpendapat maka sama saja aku akan membahayakan teamku. Aku melirik Kak Ravie sekilas. Ia tengah mengangguk, dengan tatapan yakin.

Apa dia baru saja mengiyakan pertanyaan itu? Yang benar saja!

"Setuju!" Pyf berseru.

"Wah,wah,wah.....bahkan kau sendiri tak bisa mengucapkan kata setuju, Nona pengguna pedang....sampai harus ada orang lain yang mengatakannya." Ia mencibir. "Sebegitukah kau takut padaku?"

Ia terkekeh.

Aku menarik pedangku keluar dari sarungnya. Aku mengambil posisi siaga.

"Baiklah....kita mulai...." pemuda itu menarik pedangnya.

Aku menggertakkan gigiku. Didetik selanjutnya aku mulai berlari kencang ke arahnya.

Trang!

***

Sejata kami saling beradu. Gerakan pemuda ini cepat, terkadang menimbulkan goresan disana sini dalam sekali ayunan pedangnya.

Sreet....

Pedangnya menggores leherku. Luka yang dihasilkan memang hanya sebuah goresan, tapi itu sudah cukup untuk mengeluarkan darah yang mengalir deras.

"Hei Nona pengguna pedang....apa hanya ini kemampuanmu? Bahkan kau belum menggoreskan luka sama sekali ditubuhku...."

Aku menajamkan sorot mataku. Saat ini aku tidak marah dengan ocehan dan keterampilannya. Tapi bagaimanapun aku harus memenangkan duel ini. Bagaimapun juga.

Aku mulai mengayunkan pedangku dengan kecepatan yang berbeda. Tidak, jauh berbeda. Perut pemuda itu tergores, cukup untuk membuat gerbang darah disana.

"Menarik sekali....."

Ia mengayunkan pedangnya. Aku segera berlari menjauh darinya.

"Kau mau kabur?!" Pria itu mengikuti sambil berlari.

Aku menambah kecepatan lariku.

Ayo, Fresca!!!

"Kau benar-benar pengecut, Nona!!"

Pria itu mengayunkan pedangnya, saat salah satu kaki mendarat pada batang pohon. Aku bersalto ke arah belakang. Sekilas aku bisa melihat pandangan terkejutnya. Aku tersenyum sambil menancapkan pedangku pada punggungnya.

Tep

Aku mendarat sempurna dengan kedua kakiku. Pemuda itu roboh, jelas sekali ia sudah meregang nyawa. Aku mencabut pedangku dari punggungnya. Aku menatap sengit anggota kelompok Gastrick yang tengah menodongkan tombak ke arah kelompokku.

Kak Ravie mengayunkan katar-nya, Kak Grey menebas tombak mereka dengan bardiche miliknya. Pyf menghantamkan morning star-nya pada salah satu perut kelompok Gastrick. Kak Hannie mengayunkan menusukkan tombaknya pada salah satu tubuh mereka. Gissele melemparkan chakram miliknya.

Semua anggota team Gastrick telah kami lumpuhkan. Aku memasukkan pedangku sambil berjalan kearah mereka.

Jika team Kota Gastrick memiliki keterampilan dalam tombak dan pedang, maka team kami, memiliki keterampilan segalanya.

The Black Shadow ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang