Ini akan menjadi akhir minggu yang menyenangkan. Sabtu sore yang mendung ini, aku dan Aisyah akan berkunjung ke rumah Bulan, menghabiskan weekend disana. Akan ada pesta ulangtahun Papo-nya Bulan.
Sudah setengah jam, tapi Aisyah belum juga sampai. Oh iya, Yanda belum mengizinkan aku membawa mobil, karena kejadian beberapa bulan lalu sebelum masuk sekolah aku sempat mengalami kecelakaan. Sebenarnya kecelakaan ringan, namun Yanda dan Bunda seperti kehilangan kepercayaan untuk mengizinkan aku membawa mobil lagi. Dan sekarang aku mulai mengkhawatirkan Aisyah.
1 jam. Sudah pukul 16.30. Aisyah belum juga sampai. Aku mulai gelisah. Sejak tadi aku sudah coba menghubunginya, namun gagal. Tidak aktif katanya. Baru saja aku mau membalikkan badan ke dalam rumah -untuk mencari nomor telfon rumah Aisyah- sebuah mobil Maserati Ghibli memasuki pekarangan rumah. Itu Aisyah.
"Sorry Rain. Ban mobilku pecah. Untung kejadiannya di depan rumah. Sorry sorry" Aisyah benar-benar merengek meminta maaf padaku.
"Ban mobilnya pecah kelindes handphone ya? Buruan yuk. Kita sudah telat 1 jam dari janji". Jawaban sarkasku dijawab tawa hambar dari Aisyah "Handphone-ku lowbat, jadi sengaja aku tinggal"
Aku segera masuk. Aku tidak suka sekali dengan keterlambatan. Lebih baik tidak usah datang daripada membuat orang menunggu. Eh kalo kejadian senin lalu, itu berbeda. Yanda yang memaksa aku untuk tetap sekolah walau dia tau aku pasti terlambat jika siap-siap jam segitu. Untuk acara ini sendiri, sebenarnya masih nanti, jam 7 malam, tapi ada proyek yang harus kami cicil untuk dibahas. Menemukan ide terkadang lebih sulit daripada menjalaninya nanti.
"Eh, kok ada foto Bulan?" Aku mengamit foto yang tergeletak di dashbord. Foto Bulan dan orangtuanya.
"Kan ini mobil Bulan, Rain" Aisyah menjawab tanpa menoleh.
"Aku kira mobil baru kamu" kali ini aku tersenyum menggoda. Walaupun sebenarnya aku memang berpikir begitu sebelumnya.
Aisyah sekarang terkekeh menoleh padaku "Mana mau bubu dan baba ngasih aku mobil mahal gini Rain" Ahh tidak seperti itu. Aisyah hanya merendah. Bukan masalah mahal, hanya masalah prinsip kesederhanaan keluarganya.
45 menit. Aku sudah berada di depan rumah putih. Rumah Bulan, kata Aisyah. Aku kira akan dihadapkan dengan istana besar, namun rumah ini tidak sebesar itu, hanya halamannya saja yang sangat luas. Memasuki area garasi rumah, aku tahu keluarga ini punya selera tinggi mengenai mobil.
Aisyah menuntun jalan dari garasi, seperti dia sudah mengkhatamkan denah rumah ini. Kami menuju kamar Bulan. Sungguh rumah ini tidak bisa digolongkan minimalis namun juga tidak sebesar yang aku bayangkan. Dibandingkan dengan rumahku saja, rumah ini jauh lebih kecil, namun sangat cantik. Peralatan rumah di dominasi warna putih, beberapa pastel. Wallpaper berwarna lembut mengisi tembok keras rumah ini. Kamar Bulan juga cantik, didominasi warna putih dan dengan interior berwarna mint. Warna kesukaannya.
"Oh kalian lama sekali. Handphone-nya kenapa tidak aktif?" Pertanyaan itu untuk Aisyah. Bulan sedang memelototinya.
"Lowbat, sorry. So, apa yang harus kita kerjakan terlebih dahulu? Make up? Bantu mami? Atau menemukan ide?". Aisyah menoleh kepadaku dan Bulan bergantian.
"Mmm. Sudah jam 17.23. Sepertinya kita harus make up sambil memikirkan ide terbaik proyek itu. Lagian mami sudah selesai dengan urusannya"
Sekitar jam 18.04 kami belum selesai dengan pekerjaan ini. Terlalu banyak tawa sehingga kami harus menghentikan aktivitas ini jika tidak ingin seperti badut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Teen FictionDan hujan seperti membawakanku sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan