Akhirnya setelah empat hari hanya bisa mengunyah mentah-mentah senyum Bumi ketika berpapasan, malam ini aku bisa bertemu dengannya. A date. Aghh seperti ada kupu-kupu yang beterbangan di dalam perutku ketika mengatakannya. Setelah janji untuk makan malam hari selasa lalu, aku sudah mulai pusing dengan memilih pakaian yang akan di pakai. Bunda sampai mengerlingkan mata jengah melihat aku setiap hari uring-uringan hanya karena tidak bisa memilih baju untuk makan malam ini.
"Sudah terpilih baju yang mau kamu pakai?"
"Itu nda, dress yang hitam"
"Okee" Bunda masuk ke dalam kamar sambil mendekati dress hitam yang sudah tergantung rapi di depan lemari pakaianku. "Jam berapa nanti dijemput?"
"Tadi dia bilang jam 7" Aku tahu aku tidak bisa menutupi rasa senang ini dengan siapapun itu. Dari sejak pagi aku tidak berhenti tersenyum sumringah. Apalagi waktu Yanda berhasil ditaklukan dengan memberi izin pulang jam 10.
Berbeda dengan bunda yang seperti mengerti sekali dengan kehidupan remajaku. Yanda posesif sekali dengan aku. Saat aku minta izin untuk makan malam yang sialnya tidak bisa aku bohong dengan mengatakan bahwa aku akan pergi dengan perempuan, Yanda dengan tegasnya bilang tidak. Tidak. Lantang dan jelas.
Untungnya bunda selalu membelaku. Ia membujuk Yanda dengan mengatakan seperti yanda tidak pernah remaja dan jatuh cinta saja. Akhirnya Yanda takluk bersyarat dengan pulang jam sebelum jam 9. MANA MUNGKIIIINN..
Jarak rumah ke tempat aku dan Bumi akan makan malam saja bisa menghabiskan waktu sekitar 30 menit kalau tidak macet. Dan mimpi apa jika diterangnya malam minggu dengan sinar bulan ini, jalanan akan sepi. Itu berarti pulang pergi sudah satu jam. Berarti kami Cuma punya kesempatan kurang dari satu jam disana.
Iyaa.. aku mendengar suara hati kalian yang mengatakan terlalu lama makan satu jam. Tapi ini bukan hanya makan. It's a date. Kami butuh waktu yang lebih dari segitu untuk saling kenal satu sama lain.
Err.. sepertinya kupu-kupu ini masih belum berniat pergi dalam waktu yang dekat.
***
Pukul 18.45 WIB, aku masih memoles blush on di pipiku yang kelihatannya sudah sangat menor karena rasa gugup yang aku rasakan, ketika suara sebuah mobil parkir di depan rumah. Jangan-jangan..
Aku mengintip dari balik jendela kamar, dan benar. Itu Bumi, turun dengan jas hitam yang membuatnya terlihat ganteng luar biasa.
Aku segera lari keluar kamar membawa tas kecilku. Lebih baik aku yang duluan sampai bawah sebelum Yanda mengacaukan mood Bumi malam ini. Tidak ingin makam malam hari ini berakhir dengan kegelisahan Bumi untuk membawaku pulang jauh lebih cepat. It's a date.
"Hai." Itu yang pertama dia ucapkan ketika aku membukakan pintu untuknya.
"Hai" Aku tersenyum dan dibalas senyuman lagi olehnya yang mempu membuat lututku terasa lemas karenanya. "Yok berangkat."
"Orangtua kamu ada? Aku mau izin dulu" Aghh. Seketika aku meleleh atas kesopanannya. Bagaimana selama ini mantanku malah lebih banyak memilih untuk diam-diam mengajakku kencan daripada meminta izin dengan Bunda dan Yanda.
"Gak usah. Aku udah minta izin sama Bunda-Yanda." Iya mau bagaimana lagi? Mau Bumi ketemu Yanda. No No way. "Yok.."
Aku melihat Bumi memicingkan mata curiga kepadaku yang sepertinya tidak ingin sekali aku bertemu dengan Bunda-Yanda. Alhasil aku menarik tangan Bumi dan menariknya menjauhi rumah menuju mobil.
Sampai di tepi mobil sebelah kiri, aku segera membuka pintu mobil dan ingin masuk, tapi mendapatkan tahanan di tangan. Iya, tanganku masih di genggam erat oleh Bumi. Ketika aku menoleh ke arahnya, dia hanya tersenyum –seperti-tidak-ingin-melepaskan-tangan-ini-selamanya-.
Aku salah tingkah. Seperti kupu-kupu itu bukan lagi beterbangan di perutku, tapi sudah penuh dan beranak-pinak di dalamnya. Akhirnya memutuskan untuk berdehem menyadarkan Bumi. "Yok berangkat." Dia kembali tersenyum lebih lebar dan membiarkan aku untuk masuk ke dalam mobil.
"Apa kata Bunda-Yanda waktu kamu minta izin makan malam sama aku?" Di tengah perjalanan yang sedikit awkward, Bumi membuka pembicaraan dengan menanyakan hal ini. Aku sedikit kaget ketika dia menganti kata 'Orangtua'ku menjadi 'Bunda-Yanda'. Tapi aku segera sadar bahwa tadi dirumah aku sudah secara tidak sengaja memberitahunya panggilan Ibu dan Ayahku.
"Mmm.. Pulang sebelum jam 10 malam." Aku sedikit berhati-hati mengatakannya, dan sangat teliti mencoba membaca respon dari raut wajah Bumi saat aku mengatakannya. Hasilnya, biasa saja. Seperti dia tidak terkejut atau meremehkan seperti yang pernah mantan pacarku sebelumnya lakukan. Seperti "Dasar anak mami. Pulang saja sebelum jam 10". Tidak ada raut wajah yang aku takutkan.
"Oke. Berarti kita punya waktu 2 jam untuk makan malam, sebelum aku harus mengantar kamu pulang. Kan?" Dia menoleh ke arahku dengan membawa senyum hangatnya. Err.. gemas. Aku mengangguk mantap menjawab pertanyaannya.
"Kita pasti bisa menghabiskan seluruh menu cafe itu dalam waktu 2 jam" Aku menoleh lagi padanya tapi dia hanya memasang wajah innocent dan berfokus pada jalan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Teen FictionDan hujan seperti membawakanku sebuah kisah yang tidak akan pernah aku lupakan