Chapter 3.1

136 2 0
                                    


Sudah lima hari berlalu sejak pesta kejutan di rumah Bulan. Satu minggu ini kami bertiga sibuk sekali. Aku dan Bulan menjadi koordinator acara perkenalan murid baru yang akan di adakan 3 minggu lagi. Keputusan tema acara sudah ditetapkan. Seperti usulan Bulan, Blind date. Tapi kali ini benar-benar buta karena jika pada blind date kita tetap akan melihat pasangan kita nanti, tetapi ini kita akan memakai topeng. Konsep ini menjadi pilihan terbaik dari pilihan yang lain. Memang selama ini pesta perkenalan murid baru hanya akan berujung pada pesta yang di buat oleh angkatan baru, lalu akan dikuasai oleh angkatan akhir, dan entah bagaimana gap antar angkatan tak bisa dihindari. Jadi kami memutuskan cara ini cara terbaik agar mereka tidak tahu dengan angkatan berapa mereka akan berbicara.

Persiapan ini benar-benar menyita waktu istirahat kami. Seperti sore ini, aku, Bulan dan Aisyah akan membeli topeng untuk acara nanti, setelah sebelum ini membooking gedung untuk acara. Letih seperti sudah menggerayangi tubuh kami bertiga, jadi selama perjalanan kami hanya tidur. Untungnya kami selalu di antar jemput oleh kak Awan. Selama mengurusi acara ini kami memutuskan untuk menggunakan mobil Bulan, namun karena kak Awan untuk beberapa waktu ini akan pulang-pergi dengan Bulan karena mobilnya rusak, maka kak Awan mau-tidak-mau mengikuti perjalanan kami mengurus acara ini.

Aku terbangun saat mendengar suara klakson dari motor di sebelah kiri kami. Ternyata klakson itu dari motor ibu-ibu yang mencoba untuk memotong mendahului kami dari sebelah kiri. Aku dan kak Awan yang kebetulan sedang berhenti karena lampu merah di depan, memperhatikan ibu ini dengan tampang heran karena klaksonnya berbunyi sangat heboh. Kami kira ibu ini akan maju kedepan, ke motorcycle-area yang memang berada di depan dari persimpangan, dekat dengan lampu lalu lintas, apalagi ibu ini sudah memasang lampu sen kanan, eh taunya dia malah belok ke arah kiri dengan santainya. Beberapa orang yang juga merasa terganggu dengan klakson ibu ini meneriaki si ibu tersebut.

Aku? Sedetik setelah ibu ini ternyata memilih belok ke kiri ketimbang ikut lampu sen nya, menoleh ke arah kaca sepion tengah, mataku bertemu dengan kak Awan, dan dari wajahnya aku tahu kami memikirkan hal yang sama. Tawa kami meledak bersamaan. Menertawakan ternyata meme yang selama ini beredar di internet benar-benar ada.

Kami tidak bisa berhenti tertawa sampai lampu hijau menyala dan kak Awan harus kembali menyetir sambil menahan sisa-sisa tawanya. Aku langsung bersandar ke kursi, menenangkan tawaku dan menyadari bahwa Aisyah yang berada di sampingku belum terbangun, begitu juga dengan Bulan yang berada di samping kak Awan.

"Masih lama ya kak?" aku membuka pembicaraan dengan kak Awan.

Sekarang aku tidak sungkan lagi berbicara dengan kak Awan. Ternyata dia easy-going sekali, walaupun sedikit jahil, emm banyak. Tapi aku tetap saja merasa grogi jika harus berbicara berdua dengan kak Awan. Nervous seperti saat pertama kami bertemu dan tidak berubah.

"Bentar lagi kok" dia menoleh ke kaca sepion tengah. "Nyenyak tidurnya?" dia menyengir. Ya Ampun bagaimana bisa Tuhan tidak adil dalam menciptakan manusia? Lihat dia, hanya menyengir saja sudah bisa meluluh-lantakan hati setengah wanita penduduk bumi. No. of couse itu terlalu berlebihan. Tapi memang tampan sekali.

Aku menangguk sambil tersenyum malu padanya. Bukan, bukan malu-malu kucing seperti itu. Malu lebih karena segan karena sudah bisa tidur nyenyak sedangkan dia tetap harus fokus dan terjaga sepanjang perjalanan sore ini. Padahal ini urusan kami.

"Maaf ya kak, malah kami enak-enakan tidur" ujarku tulus.

Bukannya menjawab dia malah tertawa. Dan aku merasa sedikit tersinggung karena permintaan maafku malah ditertawai. Aku memasang wajah cemberut menyaksikan dia asyik tertawa.

"Aduh Rain, biasa aja dong. Kan aku bantu adik aku juga" Dia mengatakan itu menyudahi tawanya.

Belum sempat aku merespon lagi, dia sudah mengatakan bahwa kami sudah sampai di tempat membeli topeng. Dia menunjuk sebuah rumah kayu yang di depannya terpasang topeng besar menjulang seperti topeng untuk wayang orang. Ahh tidak salah tempat nih.

HujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang