7. Signal

6.4K 875 164
                                    

Hai.. bener kan ga akan se lama yg kemarin updatenya? Ide lg mengalir nih. Semoga aja seminggu bs 3 chap.

Makasih ya udh ksh vote dan komen di chap kemarin. Ganyangka msh pd nggu in. Wkakak.

Happy reading yak semua

***

Keadaan di dalam mobil masih begitu hening karena tidak ada satupun diantara mereka yang bicara. Soojung mengamati Hunso yang masih memasang wajah datarnya. Terlihat murung di mata Soojung.

“Sepertinya membawamu langsung ke kantor bukan pilihan yang tepat...” gumam Soojung lebih pada dirinya sendiri.

Akhirnya dia memutuskan untuk membawa Hunso ke sebuah sungai kecil yang berada di tengah hutan kota. Sesudah memarkirkan mobil, mereka berdua berjalan dalam diam menuju ke pinggiran sungai. Suasana udara yang sejuk berhiaskan semilir angin cukup membuat suasana hati keduanya membaik.

Soojung mengajak Hunso duduk disana sambil mengeluarkan kotak bekal Hunso yang masih belum tersentuh. Pagi itu hutan kota begitu sepi sebab semua orang sibuk beraktifitas. Hanya ada beberapa lansia yang berolahraga pagi di sana. Suara kicauan burung terdengar riang bersahutan.

“Makanlah...” perintah Soojung dengan pandangan lurus ke sungai yang mengalir tenang. Sangat indah, menyejukkan.

“Appa, dia...” Hunso tidak menyelesaikan kalimatnya. Tak apa, karena Soojung tahu apa yang mengganjal di hati anak itu.

“Si raja iblis itu sangat marah waktu mendapat telepon dari kepala sekolahmu. Dan untungnya dia menyemprotku 5 menit sebelum jam masuk. Huh aku jadi bisa memaki kembali dia deh... rasanya puas sekali...” cerocos Soojung sambil tersenyum senang.

“Untuk kali ini, aku merasa kau tidak buruk juga. Terimakasih sudah memaki Appa itu untuk ku. Dia itu memang tidak pernah menyayangiku...” keluh Hunso. dia menduga, pasti Soojung akan mengeluarkan kata-kata seperti jangan bicara seperti itu. Aku yakin ayahmu tidak seperti itu. Dia menyayangimu kok...

Hunso sudah bosan mendengar yang seperti itu. Sampai ingin muntah saja rasanya.

“Yah terserah kalau kau mau terus merajuk seperti itu. Yang kulihat selama ini, kau hanya memberontak saja agar dia memperhatikanmu. Kau membuat semua nilaimu jadi nol. Mengerjai orang setiap hari, menunjukkan betapa kau ingin diperhatikan olehnya. Tidakkah kau ingin mencoba rencana lain?” tanya Soojung pada bocah itu.

Hunso melempar kerikil ke dalam sungai membuat batu kecil tadi segera tertelan dalam aliran airnya.

“Untuk apa... tidak akan ada bedanya. Lagipula untuk bisa berprestasi seperti itu sudah terlambat. Aku tidak suka belajar dan juga bodoh. Dan aku benci berusaha untuk hal yang sia-sia.” jawab Hunso.

“Pembohong. Untuk bisa membuat trik baru mengerjai orang itu tidak sederhana. Aku tahu kau cerdas. Hanya saja kau terlalu takut untuk memulai sesuatu yang baru. Memulai sesuatu yang kau takutkan tak akan pernah berhasil.” Tuduh Soojung sambil mengacungkan bekal Hunso lagi.

Hunso berdecak kesal memasang wajah kesalnya.

“Kau menyebalkan sekali!” ucapnya. Dan Soojung hanya mengangkat bahunya santai.

“Lebih baik aku jadi orang menyebalkan daripada jadi pembohong atau orang munafik.” Perkataan Soojung membuat Hunso tertegun.

Si ahjumma yang selalu berperang dengannya selama ini benar. Meskipun dia menyebalkan, dia berbeda dari para wanita yang mendekati Appanya yang tampan dan kaya.

“Jadi, siap menghadapi amukan Oh Sehun?” tanya Soojung sambil menyeringai.

“Kenapa kau terlihat bahagia, ahjumma?!” pekik Hunso kesal.

[END] Daddy's Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang