[19] (not) Incident [Rewind] (Publish)

3.1K 156 16
                                    

17+


Please... buat kalian yang nggak mau berdosa jangan baca ini. Semua yang ada di cerita ini banyak kata vulgar dan nggak pantas di baca buat kalian yang masih di bawah umur. Karena ini juga adalah klimaks ceritanya, jadi aku mohon banget jangan baca ini kalau kalian bukan 17+

Aku nggak mau bikin kalian berdosa mikirin yang aneh-aneh... cukup aku saja :'(

***
Kedua gadis itu menggeleng serentak lalu seketika membulatkan mata. "Apa dia tertinggal?!"
_
_
_
_
Mark mendengar itu seketika berdiri dari kursinya. Tanpa banyak tanya ia langsung berlari menuruni pesawat itu.

"HYUNG!" panggil Jinyoung.

Tapi Mark sudah berlari jauh dengan cepat.

"Aish...!! Pesawatnya akan berangkat beberapa menit lagi. Apa yang dilakukannya!" Jaebum mulai frustasi.

***
Dahyun menekuk kedua lututnya, ia menenggelamkan kepalanya. Air matanya turun satu persatu. Tidak! Ia tidak ingin kembali. Ia ingin tinggal di eropa selama-selamanya daripada bertemu ayah kejamnya itu.

Ponselnya tergeletak di sampingnya menampilkan sebuah pesan yang belum di tutupnya.

'Pulang sekarang! Jangan berbohong! Cepat tepati janjimu! Kau harus menikah sekarang juga!! Jangan membuat ayah marah!!'

Pesan itu berhasil membuatnya histeris. Itu seperti ancaman yang kejam. Menikah? Oh ayolah ia tidak ingin sama sekali, usianya masih 19 tahun. Akan bagaimana nasibnya nanti jika menikah dini.

"Hiks... hiks..."

Sekarang ia sudah tak tahu lagi harus apa. Jika ia kembali pada member lainnya, ia yakin pesawatnya sudah berangkat. Tapi jika ia disini terus? Bagaimana nasibnya? Pasti akan menjadi gembel sesaat.

BRAKK!!

Pintu itu di buka dengan keras membuat Dahyun mendongak terkejut. Lantas ia berdiri setelah melihat siapa orang itu.

Mark kembali menutup pintu kamar itu dengan keras, dengan nafas memburu ia berjalan cepat kearah Dahyun. "Kenapa kau masih disini!!" suaranya terdengar keras hingga membuat Dahyun hanya bisa menunduk dan kembali menangis.

"Hiks..."

"YA! Cepat kemasi barangmu!!" Mark kembali berteriak di hadapan Dahyun.

Dahyun menggeleng keras. "Tidak! Aku tidak ingin kembali! Kau saja sana yang pergi. Tinggalkan aku!" jeritnya.

Jika kamar itu tak kedap suara, para wartawan dan paparazzi sudah berhasil merekam suara keduanya.

"Apa yang ada di otakmu sekarang! Pesawat akan berangkat!!"

"AHK! Aku tidak ingin kembali!! Aku tidak ingin menikah!!"

Dahyun mengacak rambutnya mulai frustasi. Mendengar teriakan Mark itu membuatnya semakin frustasi.

Mark terdiam melihat Dahyun yang benar-benar tampak kacau. Rambut Dahyun sudah berantakan akibat acakan gadis itu tadi. Kedua pipi putih Dahyun pun sudah basah dengan air mata.

"Ada apa denganmu?" suara Mark mulai memelan, kini pandangannya berbuah melembut.

Emosi Dahyun seketika mereda. Ia menarik nafasnya lalu menghembuskannya. Kepalanya menggeleng kuat. "Aku tidak ingin menikah, hiks..."

"Dengan siapa kau akan menikah, hah?!" Mark mengguncang kedua bahu Dahyun.

Dahyun kembali menangis, "Aku tidak ingin menikah dengan Mingyu, hiks..."

Mendengar nama pria hitam manis itu disebut membuat Mark kembali emosi. Ia menatap tajam Dahyun. "Kenapa kau harus menikah dengannya!!"

Dahyun tak menjawab. Ia terus menunduk menangis. Mark menghela nafas berat. Di tariknya Dahyun ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan gadis itu. Tangannya bergerak mengelus lembut kepala Dahyun.

"Jangan menangis..." bisik Mark.

"Hiks... hiks... hiks..."

Bahu Dahyun sudah menaik turun dengan cepat. Ia membiarkan Mark memeluknya, membuat ketenangan datang di hatinya. Lihatlah, elusan Mark telah berhasil membuat debaran di dadanya begitu cepat.

Mark membiarkan Dahyun menangis terus. Hingga sampai beberapa menit Dahyun akhirnya berhenti menangis juga.

Mark perlahan melepaskan pelukannya, menatap mata indah itu. Nafas Dahyun masih tampak tersengal-sengal akibat bekas menangis.

Dahyun mendongak menatap mata itu. "Mark..."

"Mmmhh...?" Mark mengangkat alisnya satu seraya menghapus bekas air mata di pipi Dahyun.

"Bermalamlah denganku"

Mark membelakak mendengar isi otak Dahyun itu. "Apa yang ada di otakmu itu?!"

Rahang Mark kini mengeras. Tatapannya yang tadi melembut berubah menjadi tajam. Kedua tangannya pun sekarang mencengkram kuat kedua bahu Dahyun.

Dahyun menunduk, kembali menangis. "Hiks... aku tidak tahu lagi"

"Tapi kenapa kau malah berpikir seperti itu?!otakmu sempit sekali!"

Dahyun kembali mendongak, "Lalu aku harus bagaimana?!" balasnya berteriak di wajah Mark.

"Jalani hidupmu seperti biasa!" tekan Mark.

Dahyun membuang nafas dengan berat. Kepalanya mengangguk beberapa kali.

"Baiklah. Kau benar aku harus menjalani hidup ku seperti biasa. Aku harus menikah bersama Mingyu. Lalu belajar mencintainya dan melupakanmu"

Mark menggertakkan giginya, ia semakin kuat mencengkramkan kedua bahu Dahyun, membuat Dahyun sampai mengeluarkan erangan kecil.

"Jangan lakukan itu!!"

"Lalu apa? Bukankah kau bilang, jalani hidupmu sepe—"

Ucapan Dahyun terpotong saat Mark langsung menyumpat mulutnya dengan bibir pria blonde itu. Mark mulai memainkan bibir Dahyun.Tangannya menarik tekuk Dahyun, memperdalam ciumannya.

Dahyun berusaha menutup mulutnya rapat-rapat, tapi Mark malah menggigit bibirnya hingga mulutnya terbuka karena kesakitan. Pria blonde itu tak menyianyiakan kesempatan ini, dengan cepat lidahnya masuk dan bermain disana.

Dahyun terus memukul dada Mark agar pria blonde itu menghentikan aksinya yang ganas ini. Ia sudah hampir kehabisan nafas. Mark menangkis tangan Dahyun, memegang tangan itu erat, menghentikan Dahyun memukul dadanya. Ia terus melumat bibir Dahyun dengan kasar.

Hingga beberapa menit, Mark menjauhkan bibirnya. Dahyun berkesempatan mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Nafas keduanya pun sudah memburu.

Mark berbalik, melangkah. Dahyun melihat apa yang dilakukan Mark, sedetik kemudian ia membelakak. Mark mengunci pintu hotel itu kemudian berjalan cepat kearahnya membuat ia sedikit takut.

Mark langsung mendorong tubuh Dahyun hingga membuat gadis berkulit putih itu terduduk di tempat tidur itu.

"Apa yang akan kau lakukan?!"

Mark kembali melumat bibir merah mudah Dahyun, tak peduli lagi ia pukulan di dadanya. Bahkan ia semakin gencar. Tangannya bergerak mendorong tubuh Dahyun, meniduri gadis itu.

Sejenak Mark melepaskan tautan bibir mereka. Ia menatap Dahyun yang sudah tertidur di bawahnya.

"Aku akan mengabulkan permintaanmu"

Setelah itu Mark kembali mencium Dahyun dengan penuh nafsu. Bahkan kini satu tangannya sudah menyelusup masuk ke dalam kaus merah yang saat ini Dahyun kenakan, mengelus perut rata itu.

Dahyun tak habis pikir apa yang diucapakan Mark itu. Tak di sangka Mark akan mengabulkan permintaan konyolnya itu, padahal tadi ia mengatkan hal itu karena di luar kendali otaknya. Ini tak bisa terjadi! Seharusnya sekarang dia mendorong tubuh Mark menjauh darinya, namun reaksi tubuhnya berbeda dengan jalan pikiran otaknya. Tubuhnya seakan menerima perlakuan Mark ini, dan bahkan membiarkan tangan kekar itu masuk ke dalam pakaiannya.

Mata Dahyun perlahan memejam, mengikuti permaianan Mark. Kedua tangannya melingar di leher pria blonde itu. Mulutnya mulai bergerak membalas ciuman itu.

Mark tersenyum di sela-sela permainannya. Ia kembali menarik dirinya.

Dahyun menatap Mark bingung, kenapa Mark menghentikannya disaat nafsunya juga sudah menaik. Nafasnya kembali memburu, "Kenapa kau menghentikannya? Tolong... lanjutkan lagi"

Dahyun menatap Mark memohon. Untuk kali ini ia mengaku, bahwa ia mirip dengan gadis murahan yang mengemis ciuman. Tapi ini memang keinginannya nafsunya.

Mark tetap diam. Matanya menurun, melirik bibir merah muda Dahyun yang sudah bengkak dan kemerahan. Perlahan, jarinya bergerak mengelus bibir mungil itu. Dahyun memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut itu mengelus bibirnya, hingga tak sengaja desahan dari mulutnya keluar begitu saja.

Seketika kemudian, Mark kembali mencium Dahyun dengan agresif dan dibalas dengan Dahyun. Keduanya sudah di penuhi nafsu tinggi.

Krekk...

Dahyun tak peduli lagi dengan kausnya yang telah di robek Mark. Mark semakin merobek kaus merah yang sedang Dahyun kenakan hingga menampakkan bra merah muda. Tangannya mulai menjalar mengelus punggung halus Dahyun dengan lembut.

Dahyun juga bergerak membuka kancing baju Mark.

Dan keduanya larut dalam permainan panas. Keduanya sudah di penuhi nafsu tinggi. Tak peduli lagi pesawat yang sudah terbang jauh meninggalkan mereka berdua.

Tepat jam 1 pagi, pemainan panas itu telah selesai. Keduanya membaringkan tubuh mereka di king size itu, lalu menutupi tubuh polos mereka dengan selimut tebal.

Dahyun memejamkan matanya sangking kelelahannya. Mark menarik tubuh Dahyun ke dalam pelukannya. Sekilas ia mengecup kening Dahyun lalu bergumam.

"Aku mencintaimu"

Dahyun hanya berdehem, karena tak terlalu mendengar gumaman Mark itu. Kelelahannya membuat ia hanya sedetik saja sudah terbang ke alam mimpi.

***
"Apa dia sudah menghubungimu?" tanya Jaebum pada Jinyoung.

Jinyoung menggeleng. "Tidak ada"

Jaebum menggeram. "Aish... lalu bagaimana ini. Sebentar lagi kita akan tampil"

"Sunbae... Dahyun juga tak bisa di hubungi" Jihyo datang dengan wajah lesunya.

"Apa yang mereka lakukan sekarang?! Kenapa Dahyun harus bersama Mark sunbae. Seharusnya Mark sunbae tak turun dari pesawat itu" Mina mulai tampak emosi.

Bambam mengernyit. "Kenapa kau tampak marah. Memangnya kenapa mereka berdua disana?"

"Tentu tak bisa! Mark sunbae adalah milikku!" suaranya mengeras.

Yugyeom ternganga mendengar tekanan Mina itu yang terlalu percaya diri. "Tapi kenapa Mark hyung tak pernah mengatakan bahwa kalian berpacaran. Atau memang kau yang terlalu percaya diri?" ia menatap Mina intens.

Mina tergagap. Ia menoleh kearah lain dan tak menjawab. Dan hal ini membuat Bambam dan Yugyeom berdesis.

"Sudahlah! Kenapa kalian malah berdebat! Cepat bantu aku, menghubungi mereka berdua" ujar Jaebum mulai frustasi.

***
Dahyun mengerjapkan matanya beberapa kali. Matanya melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 12 siang. Pantas saja, perutnya langsung bergerumuh menandakan ia lapar. Baru saja ia bergerak ingin bangun dari tidurnya, sebuah tangan kekar memeluknya begitu erat.

Spontan matanya membulat saat menyadari wajah Mark tepat dihadapannya. Berusaha ia menelan ludahnya. Helaan nafas itu terasa mengenai wajahnya. Seketika ia baru menyadari dengan kejadian tadi malam. Tak ada yang bisa di sesali dengan kejadian tadi malam. Karena memang ialah yang menginginkannya. Dan tak ada yang bisa di salahkan, sekali lagi, karena memang ia yang menginginkannya.

"Kau sudah bangun"

Dahyun segera menutup matanya kembali setelah mendengar suara serak itu.

Perlahan Mark membuka matanya kecil-kecil. Ia tersenyum kecil dengan Dahyun yang tidur berpura-pura.

"Aku tahu, kau sudah bangun"

Dahyun membuka matanya kembali, ia mengembungkan pipinya karena ketahuan. Mark tersenyum kecil, ia semakin mengeratkan pelukannya, menaruh dagunya di atas kepala Dahyun.

"Aku akan bertanggung jawab"

"Benarkah?" ujar Dahyun seraya memainkan kalung salib milik Mark.

Mark mengangguk kecil. "Tentu, apapun yang terjadi denganmu nanti"

Dahyun menghela nafas dengan kasar. Senang memang mendengar Mark akan betanggung jawab jika tejadi sesuatu dengannya, namun itu hanya sementara. Teringat dengan karir Mark yang melunjak tinggi. Mana mungkin ia tega merusak karir itu.

"Tak perlu. Aku tidak ingin merusak karir mu. Lagipula aku akan menikah, biarlah Mingyu yang bertanggung jawab jika sesuatu terjadi"

Mendengar nama pria hitam manis itu disebut membuat Mark menunduk menatap Dahyun tajam. "Tidak bisa!" emosinya kembali menaik.

Dahyun mendongak. "Mark... aku tidak ingin merusak karirmu"

"Aku tidak peduli!"

"Aku akan menikahimu" sambungnya mantap.

Dahyun mendongak saat mendengar kata pernikahan itu. Senang? Tentu. Bahkan ia hampir meneteskan air matanya. Ia memang tidak ingin menikah, tapi kata lebih tepatnya 'tidak ingin menikah dengan Mingyu'

"Apa kau serius?"

Mark menunduk menatap mata Dahyun sepenuhnya. "Tentu"

"Lalu karirmu?"

"Aku tidak peduli"

Dahyun menggigit bibir bawahnya. Sebuah pertanyaan terlintas di otaknya. Mulutnya ragu untuk bertanya, karena ia takut, pertanyaan itu menyebabkan Mark langsung meninggalkannya seperti sewaktu di lift itu.

"Lalu bagaimana dengan Mina unnie?"

Tapi ia sudah tak bisa lagi menahannya, mulutnya sudah gatal. Mark terdiam. Dan itu berhasil membuat Dahyun ingin menangis. Sekarang ia tahu. Mark masih ingin bersama Mina.

"Jika kau mencintainya, pergilah. Aku tak apa. Kau tak perlu bertanggung jawab jika sesuatu terjadi denganku. Jangan jadi merasa bersalah, aku yang akan pergi dari hidupmu"

Dahyun berniat ingin mengemasi barangnya, segera kembali ke Negara asalnya. Jika ia dan Mark disini berlama, yang ada hatinya terus terluka.

Baru saja ia ingin duduk, Mark kembali menahannya. Dahyun memaksa tersenyum. "Aku tak apa. Anggap saja ini tak terjadi. Lagipula aku tak ingin menikah tanpa ada cinta. Mingyu mencintaiku, dan aku bisa belajar mencintainya"

Mendengar nama pria hitam manis itu disebut dari mulut Dahyun lagi membuat Mark menggertakkan giginya. Ia langsung menarik tangan Dahyun, hingga tertidur kembali.

Dahyun mulai ketakutan saat Mark menatapnya tajam, dan kini tubuh pria blonde itu sudah menindih tubuhnya.

"Ke—ke—kenapa?"

Takut-takut Dahyun menatap mata tajam Mark. Tampak jelas ia melihat urat-urat di leher Mark berkeluaran, rahang pria itu pun sudah mengeras, ntah alasan apa, ia pun tak mengerti.

"Aku tak akan membiarkanmu menikah dengannya!"

Mendengar hal itu membuat Dahyun mengeluarkan air matanya. Ia menoleh kearah lain. Hatinya begitu mengilu.

"Tapi aku harus menikah dengannya, kau tak berhak melarangku"

Mark menarik paksa wajah Dahyun kembali menatapnya. "Aku tetap tidak akan membiarkannya!"

Dahyun sudah tak tahan lagi. Selama ini, ia hanya bisa diam jika Mark melakukan seenaknya dengan dirinya.

"Hiks... Mark kau egois! Jadi bagaimana selama ini aku? Aku selalu berusaha menahan cemburu saat kau bersama Mina unnie. Tapi yang kulakukan hanya bisa diam menahan rasa sakit ku. Lagipula, aku tahu diri. Aku tak punya hak cemburu. Tapi sekarang kenapa kau seperti ini?!"

Dahyun memejamkan matanya, tak ingin menatap mata Mark lagi.

Mark terdiam. Seketika ia menyadari perbuatannya selama ini. Kenapa ia dari dulu tak sadar, bahwa ada hati yang tersakiti?

Mark menghela nafas dengan kasar. Perlahan ia kembali menidurkan tubuhnya di sebelah Dahyun, memiringkan tubuhnya menatap Dahyun yang masih menangis.

"Maafkan aku" lirihnya.

Dahyun malah berbalik membelakangi Mark. Ia menarik selimut tebal itu, menutupi tubuh polosnya.

Mark memeluk Dahyun dari belakang. Hatinya mendadak mengilu mendengar tangisan kecil itu. Apa ia sudah keterlaluan? Betapa bodohnya dirinya baru menyadari hal ini.

"Aku mencintaimu..."

Tangis itu seketika berhenti mendengar 2 kalimat yang pernah diucapkan Mark, tapi berbedanya keadaan Mark pada saat itu sedang mabuk berat. Perlahan tubuhnya berbalik, memandang Mark.

"Kau tidak mabuk?"

Mark menggeleng. "Tidak sama sekali."

"Kau berbohong" ujar Dahyun tak percaya seraya menghapus air matanya dengan kasar.

Mark kembali menggeleng keras. "Aku serius! Aku mencintaimu Dahyun!"

Dahyun hanya diam memandang wajah Mark, memastikan apakah ada kebohongan di mata pria blonde itu.

"Kau tidak percaya?"

Dahyun menggeleng kecil. "Kau juga pernah mengatakan hal itu saat kau sedang mabuk. Aku benar-benar tak percaya. Apa kau ingin memainkanku lagi?"

Mark menggeleng keras. "Tidak! Dan satu hal harus kau tahu. Saat itu aku memang mabuk, tapi aku sadar apa yang ku ucapkan"

Dahyun membulat mendengar ucapan Mark itu.

"Aku tahu, apa yang ku ucapkan. Dan itu aku dalam keadaan sadar"

"Ja—jadi maksudmu, tidur bersama—?" Dahyun tak sanggup lagi melanjutkan ucapannya setelah mengingat kejadian kemarin.

Mark menarik ujung bibirnya. "Kau benar, saat itu aku ingin kau tidur bersamaku."

Dahyun sontak memukul dada bidang Mark. "Byuntae"

Mark menarik alisnya satu. "Byuntae? Kau yakin panggilan byuntae itu hanya untukku saja? Bukankah kau tadi malam—"

Dahyun kembali memukul dada Mark lebih kuat membuat Mark mengerang kecil.

Mark meringis, tapi Dahyun tak peduli. Ia duluan kesal karena Mark mengungkit kejadian tadi malam.

"Aih... evil"

Dahyun mengerucut menunduk mendengar panggilan itu. Mark melihat itu kembali merasa bersalah.

"Maafkan aku bee..."

Bee?

Dahyun kembali mendongak mendengar panggilan yang pernah Mark panggil dengannya saat dalam keadaan mabuk.

"Kau adalah Bee ku"

Dahyun menggeleng. "Tidak. Aku adalah Dahyun, bukan lebah"

Mark berdecak memutar bola matanya. "Tapi kau tetap adalah bee ku"

Dahyun berdecak. "Terserahlah" ujarnya mengalah.

Mark tersenyum menang.

Dahyun kembali teringat sesuatu saat kejadian mabuk itu. Ia mendongak menatap Mark lagi. "Jadi saat kau menciumku dihadapan Jinyoung dan Bambam—?"

Mark terkekeh. "Itu benar. Aku sadar melakukannya. Lagipula disaat itu kalian semua pikir aku mabuk berat, tak tahu apa yang kulakukan"

"YA!"

Mark tertawa melihat wajah kesal Dahyun itu. "Aku tak habis pikir dengan otak licikmu itu" kesal Dahyun merengut.

Mark tetap tertawa. "Tapi kau suka, kan?" godanya seraya mencolek dagu Dahyun.

Dahyun hanya mendengus. Tapi dalam hati ia mengiyakan apa yang di ucapkan Mark itu.

"Berikan aku penjelasan. Kau harus menjawabnya dengan jujur!" ujar Dahyun menatap Mark tajam.

Mark tertap tersenyum, tak takut dengan tatapan tajam itu. "Tentu saja, apa yang ingin bee ku tanyakan, mmhh...?" ia kembali mencolek dagu Dahyun.

"Apa kau mencintai Mina unnie?"

Mark menggeleng santai. "Tidak sama sekali"

Dahyun terkejut mendengar ucapan Mark itu. "Tapi bukankah kau pernah bilang padaku, bahwa kau menyukai Mina unnie? Dan lagi, kalian sering bermesraan di depanku"

Mark berdecak. "Apa kau percaya dengan ucapan ku itu? Saat itu aku hanya mempermainkanmu saja, karena aku ingin membuatmu menyukaiku. Tentang bermesraan di depanmu itu sepertinya tidak ada, aku dan dia hanya sekedar berbicara saja"

Dahyun memincingkan matanya. "Sekedar berbicara kau bilang? Mina unnie bahkan menyuapimu di depanku kemudian membersihkan kotoran di sekitar mulutmu. Kau bilang itu tak bermesraan?" suaranya mulai menaik.

Seketika Mark terkekeh, membuat Dahyun tercengang tak percaya dengan reaksi pria blonde itu.

"Apa kau sebegitu cemburunya?"

Dahyun menjadi gelagapan. Ia menoleh kearah lain.

"Oh baiklah bee. Aku akan menjelaskannya lebih rinci, agar kau tak cemburu lagi. Aku sama sekali tidak menyukainya. Aku dan dia juga hanya sekedar berbicara biasa, soal suapan itu. Aku ingin menolaknya, tapi tidak enak rasanya, dan dia juga membersihkan kotoran di sekitar mulutku itu juga tiba-tiba. Terpaksa aku tersenyum membalasnya" jelas Mark rinci.

Dahyun memincingkan matanya. "Kau serius?"

"Tentu bee. Aku serius. Aku sama sekali tidak menyukainya"

Dahyun mengangguk beberapa kali, sedikit percaya. "Lalu kenapa kau selalu diam saat aku menanyai tentang perasaanmu dengan Mina unnie?" tanyanya lagi.

"Karena aku tak tahu harus jawab apa, dan aku juga tak ingin kau menjadi percaya diri bahwa aku suka denganmu saat itu. Tapi kebenarannya memang aku tak menyukainya. Aku hanya menyukaimu"

"Kau ingin menggodaku?"

Mark berdecak. Padahal ia sudah serius dengan perkataannya ini. Tapi Dahyun malah kembali tak mempercayainya.

"Aku serius! Berapa kali aku katakan padamu, kalau aku serius"

"Buktinya?"

Mark berdesis, susah rasanya membuat Dahyun mempercayainya.

"Kalau aku tak mencintaimu, mana mau aku menciummu!"

Dahyun merengut mendengar kata vulgar Mark itu.

"Dan aku mana mau turun dari pesawat demi dirimu, itu tak berguna sama sekali" lanjut Mark.

Mendengar kata pesawat membuat Dahyun terbelakak. "Pesawat?! Kita tertinggal!"

Mark berdecak, seberapa lemot kah Dahyun ini. "Sudah dari semalam. Sudahlah, lupakan saja itu"

"Lalu kita bagaimana?"

"Nanti aku akan menghubungi mereka, agar menjemput kita kembali"

Dahyun mengangguk beberapa kali. "Sekarang saja"

Mark menggeleng. "Tidak, jangan sekarang"

Dahyun mengernyit. "Kenapa?"

"Masih ada 3 hari, kita pakai saja"

Dahyun berdecih. "Bagaimana nanti orang mengetahui kita?"

Mark semakin merapatkan tubuhnya pada Dahyun. "Kita di kamar saja"

Mendengar bisikan setan itu membuat Dahyun spontan menarik wajahnya, menjauh. "Apa maksudmu?"

Mark menunjukkan seringainya. "Aku tahu, kau sudah memikirkannya"

"AIH!"

Mark tertawa kecil. "Bee..."

"Apalagi?"

"Aku ingin lagi"

"Aih dasar byuntae! Menjauhlah!"

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang