[20] Angry [Rewind]

3.1K 164 36
                                    

Part 19 udh up loh, cuman di privat. Silahkan di follow dulu...

***

"Aku ingin lagi"

"Aih dasar byuntae! Menjauhlah!"
_
_
_
_
Tapi Mark malah kembali menerkam Dahyun, membuat permainan panas itu kembali berlanjut di siang hari. Dahyun, sendiri hanya pasrah.

***
"Kenapa mereka tak bisa di hubungi mulai dari semalam?"

Jinyoung tampak frustasi memainkan ponselnya. Ia mencoba kembali menghubungi Mark melalui ponselnya, tapi jawabannya selalu panggilan sibuk. Hari ini mereka terpaksa comeback stage tanpa Mark dan Dahyun.

"Ponsel Dahyun juga sibuk" ujar Sana masih sibuk berkutat pada ponselnya.

Youngjae terdiam. Tiba-tiba sesuatu terlintas di pikirannya. "Apa mereka sengaja?"

Ujaran itu membuat semua member yang berada di backstage menoleh pada Youngjae.

Jackson menarik alisnya satu. "Apa maksudmu?"

Ujung bibir Youngjae terangkat sedikit. "Mereka sengaja mematikan ponsel mereka, agar bisa berduaan"

"Tidak mungkin!"

Semua beralih pada Mina, yang baru saja berteriak. Mina berdiri dari duduknya, "Itu sama sekali tidak mungkin!"

Bambam mengernyit. "Kenapa tidak mungkin?"

Mina menggeram. "Kau tahu kan, Mark sunbae sama sekali tak menyukai Dahyun, jadi itu tidak mungkin terjadi!" suarnya mulai mengeras menatap Bambam tajam.

Momo meringis mendengar suara Mina itu, yang tidak sopan kepada sunbae mereka. "Ya! wae geurae? Kenapa kau tampak marah sekali"

Mina beralih pada Momo. "Aku tidak marah unnie, aku hanya kesal saja dengan ucapan mereka itu"

Bambam mendengus. "Kenapa kau menjadi kesal sendiri?" tanyanya lagi.

Mina kembali menatap Bambam. "Sunbae seharusnya kau itu cemburu melihat mereka berdua, kenapa kau santai saja" bukannya menjawab pertanyaan Bambam itu, ia malah mengalihkan pertanyaan.

Bambam mengedikkan bahunya santai. "Untuk apa aku cemburu?"

"Bukankah kau menyukai Dahyun?" lanjut Mina

Mendengar itu Bambam tertawa kecil. "Tidaklah"

"Maksud sunbae?" tanya Jeongyeon bersuara menatap Bambam meminta jawaban.

Bambam menghela nafas sebentar. "Aku sama sekali tidak menyukainya. Aku hanya berpura-pura saja, agar Mark hyung sadar. Dan ternyata berhasil"

Flashback...

"Ya!"

Bambam menghentikan langkahnya yang ingin masuk ke kamarnya saat Mark memanggilnya.

"Waeyo hyung?"

"Duduklah" ujar Mark mengintruksi di sebelahnya.

Bambam pun berjalan mendekati Mark, lalu duduk di sebelah pria blonde itu. "Kenapa hyung?"

Mark terdiam sebentar. Mulutnya begitu gatal menanyakan sesuatu, namun ia sedikit malu dan gengsi menanyakan pertanyaan yang ada di otaknya ini sekarang.

"Ada apa hyung? Kenapa diam?" ujar Bambam lagi karena Mark tak juga bersuara.

"Mmhh..."

Bambam mengernyit karena Mark tak juga melanjutkan ucapannya, seperti ragu. "Hyung?!"

Mark menyakinkan dalam hatinya. "A—apa... kau memang menyukainya?"

Bambam menarik alisnya satu, tidak mengerti. "Siapa?"

"I—itu..."

Mark kembali diam, tak melanjutkan ucapannya. Bambam menjadi kesal, dengan ucapan Mark yang sebentar-sebentar terpotong. "Siapa hyung?"

"Di—dia..."

Bambam menggeram, "Iya, siapa?"

"Da—Dahyun..." akhirnya kalimat itu keluar juga dari mulut Mark.

Bambam terdiam sebentar. Lalu seketika dalam hati ia tertawa keras. Alisnya menaik turun memandang Mark seraya tersenyum jahil.

"Apa? Aku hanya bertanya! Jangan salah paham. Aku tidak menyukainya!!"

Mark langsung membatah sebelum Bambam menjawab.

Bambam mengernyit. "Hyung... aku tidak bertanya, kau menyukainya atau tidak" lalu dia tertawa kecil.

Mark gelagapan. Ia menoleh kearah lain, mencoba menghilangkan kegugupannya.

Bambam berdehem. "Memangnya kalau aku menyukainya bagaimana?"

Mark langsung menoleh cepat. "Be—benarkah?"

Bambam mengedikkan bahunya. "Ya! Jawab yang pasti!" lanjut Mark mulai kesal.

Bambam memainkan kedua alisnya lagi sambil tersenyum penuh arti. "Memangnya kenapa hyung? Apa kau menyukainya?"

Mark kembali gelagapan. "Ah—tidak sama sekali!"

Bambam tetap tersenyum. "Benarkah? Baguslah, aku jadi tak punya saingan. Dia memang menyebalkan tapi dia juga manis jika tersenyum apalagi tertawa"

"Ya!"

Bambam menaikkan alisnya satu. "Kenapa hyung?"

"Ha—? Ti—tidak"

Bambam mengubah wajahnya menjadi serius. "Hyung..."

"Mwo?"

"Aku ingin mengingatimu saja. Kalau kau menyukai Dahyun, kau harus bergerak cepat, sebelum seseorang mengambilnya. Aku dengar-dengar banyak yang menyukainya, karena dia begitu akrab dengan semua pria"

Mark mendengus. "Aku sudah bilang, aku tidak menyukainya!" bantah Mark.

Bambam mengedik. "Siapa tahu"


Tawa dari Yugyeom langsung pecah setelah mendengar cerita Bambam itu.

Jaebum menggeleng kecil seraya tersenyum. "Aku tidak tahu kalau hyung itu terlalu gengsi"

Mina mendengus. "Sunbae mencoba berbohong?" ujarnya pada Bambam.

Senyum Bambam langsung melurus mendengar tuturan Mina itu. "Apa untungnya aku berbohong?"

Jinyoung mengernyit. "Atau apa sebenarnya kau yang berbohong pada kami, kalau kau berpacaran dengan Mark hyung?"

Mina gelagapan, ia menoleh kearah lain dan hanya diam.

Mereka semua beralih pada Mina tapi Mina hanya diam tak tahu harus menjawab apalagi.

***
Dahyun menelungkupkan tubuhnya di king size itu. Wajahnya mengerucut, satu tangannya memegang perutnya yang sedari tadi berbunyi. Dia sungguh lapar, sedari pagi ia belum makan, karena Mark. Penyebabnya semua karena Mark. Jika pria itu tidak kembali bermain, tidak akan seperti ini. Kelaparan seperti akan mati. Untung saja tadi dengan cepat ia menyudahinya kemudian berlari ke kamar mandi. Dan sekarang ia hanya bisa diam seperti orang bodoh, sementara Mark masih mandi.

Tak lama pintu kamar mandi itu terbuka menampilkan Mark yang hanya memakai handuk putih yang melilit di pinggang pria blonde itu. Dahyun mendengus, kemudian ia memejamkan matanya.

"Apa kau tidak lapar?"

Pertanyaan itu langsung membuat Dahyun membuka mata. Ia terduduk di king size itu, mengangguk antusias. "Aku sungguh lapar!" serunya.

Mark mengangguk beberapa kali. "Tunggu sebentar aku akan memesan makanan saja"

Pria blonde itu berjalan mengambil ponselnya dari celana pakaian kotornya yang masih berserakkan di lantai. Dahyun hanya memperhatikan Mark mulai berkutat pada ponsel pria itu.

"Apa nanti orang-orang tidak mengetahui kita?"

Mark menggeleng tanpa menoleh pada ponselnya. "Tidak, aku akan menyuruh mereka untuk meletakkannya di depan kamar saja"

"Terserah yang penting aku makan" ujar Dahyun seraya mengusap perutnya yang kembali berbunyi.

Mark hanya tersenyum kecil. Setelah ia sudah memesan makanan lewat online, notif-notif langsung menyerang ponselnya. Begitu banyak panggilan dan pesan-pesan dari member lainnya dan ada juga sebagain dari JYP PD-nim.

"Aku rasa mereka mencari kita" gumam Mark.

Dahyun mendengar itu menoleh. "Benarkah? Aku harus menelepon mereka"

Baru saja Dahyun ingin mengambil ponselnya dari celana panjang yang ia kenakan tadi malam yang terletak di lantai itu, Mark langsung menahannya.

"Jangan!"

"Kenapa?"

"Nanti mereka menjemput kita"

"Woah... baguslah"

Mark menggeleng beberapa kali. "Tidak... tidak... lebih baik matikan ponselmu saja. Aku saja yang menghubungi mereka"

Dahyun mengangguk beberapa kali. "Baiklah"

Mark tersenyum dalam hati. Membodohi Dahyun, membuatnya bahagia. Bukan artinya, ia suka membodohi Dahyun. Ini berbeda, karena keadaan mereka sekarang ini.

Dahyun menunduk, mengambil kaus merahnya. Dahinya mengernyit saat ia memperhatikan kaus merahnya sudah robek.

Kepalanya mendongak pada Mark. "Ya! Kenapa kau merobeknya?!"

Mark meringis karena teriakan itu. "Bisakah kau pelankan suaramu itu?"

Dahyun berdecak. Ia mengangkat kaus merahnya yang sudah robek lebar kehadapan Mark. "Ini robek!"

Mark mendengus. "Hanya karena baju itu, kau meneriakiku?"

"Tentu saja! Ini adalah baju pertama yang aku beli dengan uangku"

Mark merampas paksa kaus merah itu. Kemudian membuangnya asal. "Bee... aku bisa membelinya yang lain"

Dahyun menggeleng keras. "Tidak mau!" dengusnya, kemudian kembali memungut baju merah kesayangannya itu.

Mark mendengus. Kelakuan Dahyun tetap saja, tak pernah manis dengannya. Lagipula, siapa yang masih mementingkan kaus jika sudah nafsu menaik. Tapi ia tetap malah semakin suka dengan gadis berkulit putih itu.

Daripada berdebat terus dengan Dahyun, ia pun berjalan membuka kopernya, mengambil pakaiannya.

***
Hidangan telah sampai, dengan berbagai macam makanan Eropa yang begitu banyak. Tanpa berkata Dahyun langsung menyantap makanannya dengan rakus, tak peduli dengan tampang tercengang Mark. Mark menggeleng kecil melihat Dahyun yang tak ada malunya sedikit pun makan serakus itu di hadapannya, tapi sedetik kemudian ia tersenyum kecil. Ia lebih suka dengan gadis tanpa malu-malu di hadapannya.

"Hati-hatilah makannya"

Dahyun hanya mengangguk kecil, dan terus makan.

Beberapa menit kemudian semua hidangan itu telah habis ludes. Dahyun menyandarkan tubuhnya di kursi seraya memegang perutnya yang sudah sangat kenyang.

"Masih lapar?"

Dahyun menggeleng kuat. "Aku sangat kenyang" ujarnya lemas.

Mark tersenyum kecil. Bagaimana Dahyun tidak kenyang, hampir semua hidangan itu gadis itu makan semua tanpa memikirkan keadaan tubuhnya sendiri.

"Kau tak takut semakin bulat?"

Dahyun menegakkan tubuhnya, mendengar kata paling ia benci. "Aku tidak peduli"

Mark menarik alisnya satu. "Pantas tak ada pria yang mau denganmu, kau tak menjaga tubuhmu sendiri"

Dahyun menggeram dan mulai kesal. "Aish... kau pikir ucapanmu itu benar. Buktinya Mingyu menyukaiku"

"YA!"

Mark menatap Dahyun tajam setelah mendengar nama pria hitam manis itu kembali disebut Dahyun. Ia benar-benar benci jika Dahyun menyebut nama 'Mingyu', itu membuat ingatannya berputar dimana kala pria itu berani-beraninya menyentuh tangan Dahyun. Tentu saja ia cemburu.

Dahyun mendengus. "Kenapa? Kau tak suka? Apa susahnya kau mengatakan kalau kau cemburu, hah?"

Mark berdecak. "Tidak! Aku tidak cemburu sama sekali"

Dahyun memutar bola matanya malas. Sudah jelas-jelas dari wajah Mark, mengatakan bahwa pria blonde itu memang cemburu, tapi masih tidak mengaku pula.

"Geurae... kalau begitu aku ingin pulang dan menikah dengan Mingyu"

"YA!"

"Mangkannya jawab dengan jujur!" Dahyun mulai tampak frustasi dengan kebohongan Mark itu.

"Gerurae! Aku memang cemburu, lalu apa?"

Seketika Dahyun tersenyum lebar. Ia menangkup wajahnya dengan kedua tangannya. "Saranghae oppa"

Wajah Mark langsung berubah. Bibirnya langsung tertarik melihat wajah manis Dahyun itu. Bahkan nada Dahyun begitu manis terdengar di telinganya, hingga membuat debaran jantungnya begitu cepat.

"Nado saranghae"

Tanpa banyak bicara, Mark langsung menarik wajah Dahyun, melumat bibir gadis itu lagi.

Dahyun langsung cepat menarik kepalanya sebelum Mark melewati batas lagi, tangan pria itu saja sudah menjalar mengelus pahanya.

***
Hari sudah menjelang sore. Dahyun menghela nafas dengan kasar. Ini sungguh membosankan untuknya, tak melakukan aktivitas apapun. Matanya beralih pada Mark yang sudah tetidur kembali di king size itu, tapi yang dilakukannya sedari tadi hanya duduk diam memperhatikan sekelilingnya seperti orang bodoh. Tentu kebosanan mudah datang. Mark tak memperbolehkannya membuka ponsel, ntah alasan apa.

Tiba-tiba sesuatu terlintas di otaknya, mengurangi kebosanan menurutnya. Ia bangkit dari duduknya, melangkah mendekati king size itu.

Tanpa merasa takut ataupun malu, ia menelungkupkan tubuhnya lalu sedikit demi sedikit bergeser mendekati Mark yang masih memejamkan matanya.

Mark yang sudah di alam mimpi, mendadak merasakan sesuatu beban menimpahnya. Lantas ia langsung meringis tapi matanya masih terpejam.

Dahyun terkekeh melihat wajah ringisan itu. Ia sudah membayangkan wajah marah Mark karena menimpah pria blonde itu, tapi ia begitu suka mengganggu Mark. Jari-jarinya tak hanya diam, mulai bergerak memainkan wajah Mark, dimulai mencubit kedua pipi tirus itu, kemudian beralih menutupi lobang hidung Mark, agar pria blonde itu tak bernafas lagi.

Mark mulai merasakan kehabisan nafas, matanya langsung terbuka lebar. Dan saat itu Dahyun dengan cepat menarik tangannya sambil tertawa jahat.

"Ya!"

"Mwo?" Dahyun memasang wajah polosnya.

"Apa yang kau lakukan di atas tubuhku!"

Dahyun berdecak. "Aku bosan, jadi aku menganggumu saja"

Mark berdesis, kesal juga karena Dahyun telah menganggu tidurnya. "Apa tidak ada kerjaan lagi?"

"Tidak! Mangkannya, kita pulang sekarang saja"

Mendengar kata pulang, Mark menggeleng keras. "Tidak"

"Aish..."

Dahyun membenamkan tubuhnya di dada Mark dengan wajah di tekuk. Tangan Mark bergerak menaik, lalu berhenti di bokong Dahyun, meremas kecil.

"Ya!"

Mark malah terkekeh. "Byuntae" dengus Dahyun menatap Mark kesal.

"Kau bilang bosan?"

Dahyun mengangguk beberapa kali. Mark menarik ujung bibir, menjadi smirk. Dahyun melihat smirk itu sudah mulai menebak-nebak isi kepala Mark.

"Bagaimana kalau kit—"

"Tidak mau!" tolak Dahyun mentah-mentah.

Mark berdecak, karena ucapannya di potong Dahyun. "Aku belum selesai berbicara"

Dahyun mendengus. "Kau pikir, aku tidak tahu apa yang ada di otakmu itu hah?"

Mark terkekeh. "Memangnya apa?"

Dahyun memincing. "Dari wajah mesummu sudah di tebak"

Mark menghela nafas, Dahyun sudah mengetahui isi otaknya. Padahal tadi ia mau mengelabui gadis putih itu.

"Baiklah"

"Ha?"

Dahyun tersenyum lebar. "Aku akan menuruti apa otakmu itu inginkan"

Wajah Mark tampak berbinar senang.

"Tapi..."

Wajah berbinar itu langsung hilang sekejap setelah mendengar kata 'tapi'

"Tapi apa?" tanya Mark yang sudah tidak sabaran.

"Aku punya tantangan"

Mark berdecak, "Tantangan apa?"

Dahyun tersenyum lebar, segera ia menurunkan tubuhnya dari tubuh Mark. Ia menduduki dirinya di sisi ranjang itu.

"Kau harus tahan setelah melihatku nanti. Kalau kau berhasil dengan tantanganku ini, aku akan menurutimu, tapi kalau tidak"

Kepala Dahyun menggeleng beberapa kali. "Aku tidak mau"

"Baiklah, cepatlah lakukan" ujar Mark seraya menduduki dirinya, lalu bersandar di penyanggah king size itu.

Dahyun mendengus melihat wajah Mark yang tidak sabaran itu. Tidak di bayangkannya, otak Mark begitu mesum dengannya.

Dahyun pun berdiri, melangkah berjalan mendekati koper pinknya. Mark mengernyit melihat Dahyun membuka kopernya kemudian mengambil beberapa pakaian. Setelah itu masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah beberapa menit, Dahyun tak juga keluar. Mark berdecak karena menunggu terlalu lama, dan berhasil membuatnya mulai bosan.

Tapi detik kemudian, pintu kamar mandi itu terbuka menampilkan Dahyun yang hanya memakai kaus besar tipis hingga menampakkan bra dan dalamannya dari dalam. Mark berusaha menelan ludahnya, melihat Dahyun yang tampak sexy. Rambut Dahyun yang memang sengaja di gulung asal-asalan menambahkan kesan sexy wanita putih itu.

Dahyun tersenyum puas melihat tubuh Mark mulai menegang. Dengan perlahan ia berjalan mendekati Mark.

Lalu berhenti di hadapan Mark. "Aku sexy bukan" ujarnya seraya mengerlingkan matanya.

Mark tersadar. Ia berkedip beberapa kali. "Tidak, tubuhmu begitu bulat"

Dahyun merengut mendengar ejekan itu. Ternyata Mark tak mudah di goda. Kesal juga Mark mengatakannya 'bulat' padahal ia rasa, tubuhnya ini sudah langsing. Tapi kenapa di mata Mark dia selalu bulat. Itu menyebalkan!

"Kau menyebalkan!"

Dahyun berniat berbalik, meninggalkan Mark karena begitu kesal, tapi tangan kekar itu menariknya sampai menindih tubuhnya.

"Mwo? Kau ingin mengejekku lagi? Lepaskan aku!"

Dahyun sudah terlanjur kesal dengan Mark, ia berusaha mendorong tubuh Mark.

"Kenapa kau jadi marah?"

"Tentu saja aku marah. Kau selalu mengatakanku bulat. Aku mengerti, tubuhku tidak selangsing Mina unnie. Tapi kau tak perlu mengejekku seperti ini. Mingyu saja tak pernah mengejekku"

"Ya!"

Dahyun mendorong kuat tubuh Mark, hingga akhirnya ia berhasil menyingkirkan Mark dari tubuhnya. Ia menduduki dirinya, menatap Mark marah.

"Aku tidak mau menepati janji ku itu, kau sudah terlanjur membuatku kesal"

"Ya! Ini tidak adil"

"Terserahku!"

Dahyun berniat kembali berdiri tapi Mark lagi lagi menarik tangan putihnya sampai terduduk di pangkuan pria itu.

Seperti sudah tak ada malunya lagi, Dahyun menatap Mark menantang. "Mwo?!"

Mark menghela nafas perlahan. Dalam hati ia berdoa agar rayuannya yang sudah disusunnya di otaknya berhasil.

"Aku mengatakan hal itu, karena aku menyayangimu" suaranya melembut.

Hampir saja Dahyun terlena dengan godaan itu. Ia teringat sesuatu, alisnya terangkat satu. "Menyayangiku? Berarti Bambam sunbae juga menyayangiku, kan?"

Mark mengernyit tak suka. "Apa maksudmu?"

"Dia juga sering mengejekku, itu berarti dia menyayangiku, kan?"

Mark berdecak kesal. "Tidak, dia hanya bermain saja"

Dahyun mendengus menoleh kearah lain. Kedua tangan kekar itu perlahan melingkar di pinggangnya.

"Kau bilang—"

"Tidak mau!" potong Dahyun cepat.

Mark menggeram kesal. "Baiklah, kalau begitu lebih baik aku bersama Mina saja"

Dahyun menggertak. Ia berdiri, "Silahkan!"

Dengan cepat Dahyun kembali masuk ke dalam kamar mandi untuk mengganti pakaiannya. Hatinya sudah berapi-api, seharusnya Mark merayunya agar tak marah lagi, tapi ini? Malah mengungkit nama Mina, apalagi pria blonde itu ingin bersama Mina. Tentu saja ia marah. Menyebut nama 'Mingyu' saja Mark marah, lalu bagaimana dengannya? Apa ia tak bisa juga marah?

Mark menggeram mengacak rambutnya frustasi. Bodohnya dia mengatakan hal itu. Seharusnya ia harus ingat dengan sifat Dahyun bagaimana. Sekarang harus apalagi dia? Bagaimana agar Dahyun kembali luluh dengannya? Ini rumit mencintai gadis seperti Dahyun.

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang