[28] Congratulation [Rewind]

1.9K 149 24
                                    

Jieun yang sedari tadi diam memandang kedua ibu dan anak itu menjadi terharu. Tiba-tiba dia menajadi merindukan ibu dan ayahnya yang sedang bekerja sebagai petani di desa yang jauh dari kota.
_
_
_
_

Sudah seminggu sejak ayah Dahyun meninggal, tak ada lagi kesedihan. Hanya 3 hari saja Dahyun merasa terpuruk dan mengenang sang ayah tapi sekarang kesedihannya sudah berkurang karena Mark selalu menghiburnya dengan canda yang mungkin untuknya garing atau tidak lucu, Mark bukan tipe pria yang membuat orang-orang tertawa. Tapi sedikit menghargai, ia terpaksa tertawa.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Dahyun bingung melihat Mark yang tiba-tiba berdiri di depan TV.

"Aku ingin pamit"

Dahyun mengernyit tidak mengerti. "Maksudnya"

Dengan tubuh lemas, Mark berjalan menduduki dirinya di sebelah Dahyun. "Kami di undang di sebuah talkshow"

Satu alis Dahyun terangkat. "Lalu?"

Mark berdecak. "Aku pasti sangat merindukanmu" ujarnya dengan manja lalu memeluk Dahyun dari samping.

Dahyun memutar bola matanya. "Hentikan. Kau kekanakan. Nanti sore juga kau akan pulang kan"

"Iya, tapi kan kau tidak ada disana" ujar Mark dengan suaranya semakin di manjakan.

"Ya! Apa yang kalian lakukan?!"

Mark terpaksa melepaskan pelukannya mendengar teriakan nyaring Jeongyeon itu.

"Kalian bermesraan di dorm Twice? Apa kalian tak punya tempat?" Jeongyeon berdiri dihadapan mereka seraya berkacang pinggang.

Seakan tak peduli dengan kecerewetan Jeongyeon itu, Mark malah mengecup kening Dahyun sebentar.

"Aku pergi bee..."

Dahyun hanya berdehem kembali bersandar, menonton TV.

Jeongyeon tercengang. Matanya mengikuti Mark yang berjalan keluar dari dorm dan menghilang. Ia kembali menatap Dahyun.

"Kalian...?"

"Iya, kami punya hubungan unnie. Sudah ya, jangan banyak tanya lagi" jawab Dahyun seperti mengetahui yang ada di otak Jeongyeon sekarang.

Jeongyeon menganga tidak percaya. Lantai ia menduduki dirinya di sebelah Dahyun. "Kau serius? Sejak kapan?"

"Serius. Sudah lama" jawab Dahyun santai tetap memandang TV.

Jeongyeon kembali tercengang. Dahyun menoleh. "Sebentar lagi kami akan menikah unnie"

"HA?!"

***
Tok tok tok

Nayeon menggoyakan kaki Jeongyeon yang tidur tergeletak di lantai dengan lapisan ambal itu.

"Mwo unnie?" tanya Jeongyeon malas.

"Ada yang mengetuk, cepat buka, kan" suruh Nayeon tetap fokus menonton TV.

Dengan sangat malas Jeongyeon bangkit dari tidurnya. Kemudian ia berjalan membuka pintu dorm itu.

Seketika rasa kantuknya menghilang melihat orang yang berdiri di hadapannya sekarang. Kepalanya berputar kebelakang. Matanya mengedar pada Dahyun yang sedang minum di dapur sana dengan mengenakan hanya handuk putih yang melilit di tubuh Dahyun, sepertinya Dahyun baru saja selesai mandi.

"Dia baru selesai mandi" jawab Jeongyeon langsung kembali menatap Mark, orang itu.

Mark mengernyit. "Yasudah, aku ingin bertemu dengannya"

"Ehh..." Jeongyeon dengan cepat merentangkan kedua tangannya sebelum Mark melihat Dahyun hanya memakai handuk saja.

"Ada apa?" Mark mengernyit.

"Eh... itu..." Jeongyeon bingung menjawab apa.

Dahyun yang baru selesai minum, tak sengaja menangkap tubuh Mark berdiri di depan pintu dorm. Jantungnya sudah berdetak dengan kencang. Dengan semangat ia berjalan mendekati Mark.

"Mark!" panggilnya histeris.

Mark tersenyum manis melihat Dahyun. Langsung saja dia menerobos tubuh Jeongyeon, lalu tanpa rasa malu sedikitpun ia memeluk Dahyun begitu saja.

"Bogoshipo" ujar Dahyun manja.

"Nado" balas Mark seraya menghirup wangi punggung telanjang Dahyun.

Jeongyeon tercengang melihat adegan keduanya. Nayeon yang sedari tadi menonton kini beralih terfokus pada kedua pasangan itu. Bahkan sekarang mulutnya sudah terbuka lebar. Untung saja member lainnya sudah tertidur pulas.

"Kenapa kau baru mandi sekarang?" tanya Mark setelah mereka melepaskan diri masing-masing.

"Aku malas mandi rasanya. Ini juga Nayeon unnie memaksaku"

Mark menyentil pelan dahi Dahyun. "Jangan lakukan itu lagi. Kau bisa sakit jika terus mandi terlalu larut"

Dahyun hanya berdehem mengangguk. Dahyun kembali memeluk Mark dengan manja, ntah kenapa ia merasa sangat merindukan Mark.

Mark dengan senang hati membalasnya sambil tersenyum lebar.

"YA! Apa yang kalian lakukan?!" teriak Nayeon berdiri mendekat keduanya.

Jeongyeon menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Dahyun-ah... kau masih memakai handuk, cepat masuk kamarmu" suruhnya.

Dahyun berdecak seraya melepas pelukannya. "Aish... sudahlah unnie. Jangan menganggu kami dulu"

Nayeon ternganga mendengar hal itu. Ia beralih pada Jeongyeon meminta penjelasan yang pasti. Jeongyeon menggeleng kuat.

"Cepat pakai pakaianmu, aku ingin mengajakmu keluar" ujar Mark dengan tangan menangkup wajah Dahyun.

Dahyun mengangguk atusias.

***
Dahyun tak henti-hentinya tersenyum sendiri seperti orang gila. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, seharusnya dia sudah tidur, tapi sekarang ia malas tersenyum sendiri memandangi langit-langit kamarnya. Teringat bayang-bayang kejadian baru yang baru saja terjadi.

"Kita menikah ya?"

Mark hanya mengatakan hal itu, namun hatinya seperti akan meledak. Tidak romantis dan terkesan biasa saja kata-katanya.

"Bagaimana bulan depan?"

Mwo?! Bulan depan?! Secepat itukah?

Tubuh Dahyun berbalik dengan gusar. "Bulan depan?!" jeritnya kecil.

Tapi tak lama senyumnya muncul dengan pipinya yang sudah memerah. "Geurae... aku siap!" jawabnya lantang seraya tertawa geli.

"Omo! Besok ada talkshow, aku harus cepat tidur!" teringat Dahyun dan segera memejamkan matanya.

***
Sudah 3 hari berlalu. Jadwal Twice sekarang adalah tampil di sebuah acara dengan lagu terakhir mereka comeback sebelum bersama GOT7. Semua member sudah bersiap-siap di belakang stage, tinggal menunggu mereka di panggil.

"Dahyun-ah... ada panggilan" Jieun datang membawa ponsel Dahyun.

Dahyun mengambil ponselnya membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

Wonho oppa?

Ada apa Wonho menghubunginya. "Halo oppa?"

"Dimana? Ada yang ingin aku katakan padamu"

"Sebentar lagi aku akan tampil. Ada apa oppa?"

"Ah... nanti setelah itu, datanglah ke rumah ayah dulu"

"Baiklah"

Dahyun memutuskan teleponnya. Pikirannya bertanya untuk apa Wonho menyuruhnya datang lagi ke rumah kecil itu.

***
Dahyun mengernyit melihat Ibu dan kedua oppa-nya yang memandangnya begitu dalam. Ada apa ini semuanya. "Ada apa bu?" tanyanya pada Yoori.

Yoori menghela nafas. "Ini tentangmu"

Dahyun semakin tidak mengerti maksud Yoori. "Maksud ibu?"

"Kapan kau akan menikah dengannya?"

Ha?

Dahyun meringis dalam hati. Ternyata inikah yang ingin di katakan ibunya? Ada apa, kenapa harus terburu-buru menanyakan hal itu. Mark saja tidak ada waktu untuk melamarnya. Sebenarnya ia bisa saja sih bilang pada pria blonde itu, tapi masa iya, ia menanyai kapan melamar dirinya, itu sama saja seperti membuat dirinya malu sendiri.

"Ah... ibu"

"Dahyun-ah... kau harus secepatnya menikah dengannya. Bagaimana jika kau sudah hamil duluan?" sela Taeyong.

Yoori mendengar itu melotot pada Taeyong. Sedangkan Wonho malah memukul kepala Taeyong sedikit keras.

Taeyong meringis, mengerucut kesal dengan pukulan Wonho di kepalanya itu.

"Ah oppa... jangan mengatakan seperti itu" ujar Dahyun sedikit kesal. Namun, dalam hati ia sedikit resah. Apalagi mengingat bulan ini, ia belum mengalami menstruasi dan lagi baru-baru ini ia melakukan hal intim kembali bersama Mark saat di jeju. Pasti ada kemungkinan besar, ia menjadi berbadan dua.

"Lalu kapan lagi? Taeyong katakan memang benar" ujar Wonho kini bersuara.

Dahyun menunduk, bingung menjawab apa. "Apa dia belum siap?" tanya Yoori.

Dahyun kembali mendongak, menggeleng cepat. "Ani ibu. Bukankah saat itu dengan lantang dia melamarku di hadapan ayah dan ibu?"

"Benar sih. Tapi apa dia sudah menyerah?" tanya Yoori lagi.

"Tidak bu. Dia pasti akan melamarku secepatnya!" ujar Dahyun pasti.

Yoori menghela nafas. "Baiklah. Ibu menunggu lamarannya"

Dahyun tersenyum tipis.

"Dan soal perjodohanmu dengan Mingyu itu, ibu sudah membatalkannya"

Mendengar hal itu, sontak Dahyun sumringah. "Benarkah bu?!"

Yoori mengangguk tersenyum tulus. "Ibu aku menyayangimu" Dahyun langsung memeluk Yoori.

***
Mark memandang langit-langit kamarnya. Ini sudah larut malam, matanya begitu enggan menutup sedikitpun. Ini pasti karena ia sedang memikirkan sesuatu. Iya, yang pasti memikirkan wanitanya itu sedang apa sekarang. Jika saja Dahyun sudah sah menjadi istrinya, pasti menyenangkan menggoda wanita itu di ranjang berdua. Pikirannya mulai melanjak tinggi jika sudah mengingat ranjang.

Sebuah getaran dari ponselnya menyadarkan lamunan mesumnya. Ia beralih mengambil ponselnya, menjawab siapa yang meneleponnya malam selarut ini.

"Ada apa Grace?" tanya Mark.

"Papa dan Mom katanya berencana akan ke seoul besok"

Sontak Mark bangkit menjadi duduk mendengar hal itu. "Untuk apa?"

"Ntahlah"

"Kenapa kau tidak tahu? Pergi tanyakan dahulu"

"Memangnya apa salahnya Papa dan Mom datang?"

"Ah tidak masalah. Hanya untuk apa? Tidak biasanya"

"Mmmhh... mungkin masalah percintaanmu?"

Mark terdiam sebentar. Lalu sedetik kemudian bibirnya tertarik. "Oh begitu... katakan pada Papa dan Mom untuk berhati-hati"

"Baiklah, selamat malam"

Tanpa menjawab Mark langsung memutuskan panggilan itu. Ia kembali merebahkan tubuhnya, memandang langit-langit kamarnya. Senyumnya semakin melebar.

"Oh yes!" serunya.

***
Mark begitu bahagia dengan kedatangan orangtuanya itu. Ditambah lagi tujuan kedua orangtuanya itu adalah untuk melamar! Melamar! Pastinya melamar wanitanya itu. Astaga, tak pernah di bayangkannya kedua orangtuanya mengetahui keinginan hatinya ini.

Sudah 3 hari pun ia tak bertemu Dahyun karena kesibukan masing-masing. Dan sekarang ia dan keluarganya berniat langsung mendatangi rumah milik Dahyun, menjumpai ibu Dahyun.

***
Yoori menghentikan tangannya yang sedari tadi sibuk memotong wortel. Sebuah ketukan pintu rumah kecilnya membuatnya mendongak kearah pintu tertutup itu.

"Sebentar!" serunya seraya meletakkan pisau itu kemudian mencuci tangannya di wastafel itu.

Yoori berjalan membuka pintu rumahnya. Sesaat ia terdiam dengan wajah bingung.

"Selamat siang eomeoni. Aku Mark dan ini kedua orangtuaku"

***
Dahyun mengerucut kesal. Kenapa coba ibunya menyuruhnya pulang secepatnya di saat waktunya tidak ada sama sekali. Tapi sebenarnya ada, cuman waktu sedikitnya ini awalnya ingin menemui Mark, dia begitu merindukan pria blonde itu. Tapi sang ibu malah mencuri waktu sedikitnya ini.

"Aish! Ibu ini memanglah" decaknya memandang pintu rumahnya.

Tangannya terangkat membuka kenop pintu itu. "Wae ibu?!"

Deg!

"Ma—Mark?"

***
Semua berjalan tanpa Dahyun pikirkan. Ia telah di lamar. Mark berhasil meluluhkan hati ibunya dengan gampangnya, begitupun kakak-kakak laki-lakinya. Ibunya pun langsung merestui mereka tanpa sedikitpun penolakan. Sedangkan dia? Jangan di tanya, bagaimana reaksi wajahnya. Terkejut, senang, bahagia, terharu semuanya tercampur aduk dan berhasil membuat hatinya ingin meledak kesenangan.

Hari istimewah itupun sudah di tetapkan. 1 bulan lagi. Begitu cepat rasanya untuk dirinya, bahkan sekarang saja, hatinya sudah mulai berdetak kencang tak karuan memikirkan pernikahan mereka yang akan mendatang.

Dan sekarang Dahyun duduk di ruang dance GOT7. Sengaja Dahyun yang mendatangi Mark, karena jadwal Twice juga sedang tidak sibuk, tidak GOT7 yang sekarang berjadwal latihan dance. Mereka sekarang bertujuan menunggu JYP PD-nim pulang dari acara. Ada sesuatu hal penting yang akan mereka bicarakan, apalagi kalau tidak mengenai pernikahan ini. Sudah saatnya pemilik agensi ternama itu mengetahui semuanya, karena cepat atau lambat semua akan tahu, tapi akan lebih baik di beritahu lebih cepat.

Dahyun mengerucut mulai bosan menunggu. Matanya bahkan terasa lelah hanya memandangi member GOT7 berdance tapi tidak terlihat serius, malahan tertawa keras, berlari kesana kemari seperti anak kecil saja, terutama untuk calon suaminya itu. Pria itu bahkan sekarang sedang bermain-main bersama Bambam, tak berlatih serius dan melupakannya yang sedari tadi hanya memandang seperti orang bodoh.

Dengusan itu keluar begitu saja. Dahyun menoleh kearah lain, mencari pemandangan yang lebih bagus dari para pria yang berdance tidak jelas itu. Pandangannya jatuh pada kulkas di sudut ruang itu. Matanya bahkan langsung berbinar. Tanpa banyak tanya, ia berdiri berjalan cepat mendekati kulkas itu.

Ia membuka kulkas itu. Senyumnya merekah melihat banyaknya makanan ringan, tapi yang paling tertarik untuknya adalah cokelat batangan. Tangannya langsung mengambil cokelat itu, membuka rakus cokelat itu.

Baru saja satu gigitan coklat itu masuk ke dalam mulutnya, sesuatu dalam perutnya seperti akan keluar. Mau tidak mau, ia langsung berlari ke kamar mandi dan melepehkan cokelat itu berserta berusaha payah mengeluarkan semua isi perutnya.

Namun, sayangnya tak ada apapun yang di muntahkannya, yang hanya ada salivanya saja. Kembali lagi ia mencoba mengeluarkan isi perutnya, karena sesuatu dalam perut itu kembali mendorong seluruh perutnya.

"Ada apa?"

Dahyun menoleh ke belakang. Kepalanya menggeleng lemas pada Mark, tak tahu ada apa dengan dirinya.

Sesuatu kembali mendorong perutnya sampai ke kerongkongannya, membuatnya kembali terpaksa menunduk di kloset itu.

"Huekk..."

Mark mulai cemas. Ia melangkah lebih dekat, mengambil semua rambut Dahyun yang sedari tadi berjatuhan menghalangi wanita itu, menggenggam rambut itu di tangannya. Kemudian satu tangannya lagi memijit punggung Dahyun pelan.

"Gwenchana?"

Dahyun mulai merasa tubuhnya mendadak melemas. Tak ada muntahan dari mulutnya, tetap saja hanya air liurnya saja. Di tutupnya kloset itu lalu menduduki kloset itu.

"Apa kita perlu ke dokter?"

Dahyun kembali menggeleng lemas. "Tak perlu"

Mark tampak khawatir, ia beralih memegang kening Dahyun. Tak ada suhu hangat, keadaan tubuh Dahyun seperti biasa saja.

Baru saja Dahyun kembali ingin berdiri, kembali lagi ia ingin mengeluarkan isi perutnya, membuatnya terpaksa membuka kembali kloset itu.

Ia mencoba memuntahkan seluruh isi perutnya, sampai keringat di keningnya mulai berucucuran begitupun tangannya mengepal kuat.

"Kajja! Kita harus ke rumah sakit"

Mark menarik tangan Dahyun. Wanita itu pun sudah terlalu lemas untuk menolak saja. Ia membiarkan begitu saja Mark menarik tangannya. Kurasa ia di periksa lebih bagus.

***
Keringat itu kembali bercucuran, tapi kali ini semakin deras. Sudah beberapa kali Dahyun memuntahkan isi perutnya, bahkan sudah beberapa kali ia berlari masuk ke kamar mandi di rumah sakit itu. Ia merasa tubuhnya sama sekali tak merasakan kesakitan, tapi hanya perutnya yang sekali-sekali ingin mengeluarkan sesuatu, tapi nyatanya hanya saliva sajalah yang keluar. Ini tentunya mengesalkan untuk Dahyun.

"Aku tak tahu kau bisa seperti ini. Bagaimana bisa, apa kau punya maag?"

Dahyun menggeleng pelan menjawab pertanyaan Jieun. Jieun terdiam sebentar seperti memikirkan sesuatu.

"Apa ini yang pertama kali kau seperti ini?"

Dahyun kembali menggeleng. "Sebenarnya mulai dari seminggu yang lalu. Hanya, aku merasa aku hanya masuk angin saja, jadi aku membiarkannya"

Jieun kembali tampak berpikir keras. "Kenapa kau tak memberitahuku dari awal?"

Dahyun menghela nafas. "Aku merasa hanya masuk angin saja" ujarnya seraya melirik dan mengusap perutnya.

Jieun melihat itu merasa aneh. "Untuk apa kau mengusap perutmu? Seperti orang hamil saja"

Keduanya terdiam.

Beberapa detik kemudian. Jieun berkedip beberapa kali, menoleh lalu melotot pada Dahyun.

"Kau sudah mengalami menstruasi?"

Dahyun menggigit bibir bawahnya lalu menggeleng kuat.

Mulut Jieun terbuka lebar. "Apa ja—jangan..."

"Nona Kim Dahyun?"

Keduanya menoleh mendengar panggilan dari seorang perawat.

***
"Selamat... kau hamil sudah 1 minggu..."

"HAH?!!"

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang