[27] Bye Ayah [Rewind]

1.9K 148 21
                                    

Aku tahu rasanya di gantung :( 
Jadi karena aku adalah dewi kebaikan #-_-
Aku akan double update biar kalian gk penasaran :)
Tolong di komentar, katakan aku adalah 'dewi kebaikan'
#abaikanoranggilaini


***

2 security itu tak peduli dengan ocehan Dahyun. Mereka terus menarik Dahyun paksa hingga menapak di luar hotel itu.
_
_
_
_
"Tolong lepaskan aku!" teriak Dahyun kembali.

2 security itu mendorong tubuh Dahyun hingga wanita berkulit putih itu hampir terjatuh ke belakang.

Dahyun mendengus. Ia menatap 2 security itu tajam. "Kalian kejam sekali pada wanita"

"Pergi dari sini! Jangan pernah masuk lagi. Jika kau tak ingin kami melakukan sesuatu padamu!" tegas salah satu security itu.

Dahyun kembali mendengus. Ingin rasanya ia menendang wajah kedua security itu. Awas saja jika Mark sudah pulang, akan ia adukan semuanya, terutama kelakuan 2 security abal itu.

Dengan perasaan kesal ia berbalik, berjalan pelan. Namun, langkahnya seketika terhenti saat ia merasakan dinginnya tanah menapak di kaki telanjangnya tanpa alas. Ini semua karena wanita gila itu, ia jadi tak memakai sepatunya. Tasnya juga tinggal, dan sekarang ia benar-benar seperti orang hilang hanya memakai pakaian dress putih kebesaran tanpa alas kaki. Atau lebih tepatnya orang gila?

Tak sengaja ia menangkap halte kecil tempat penunggu bus di dekat hotel mewah itu. Segera ia berlari mendekati halte kecil itu, tak mungkinkan ia berjalan lambat, yang ada kakinya membeku.

Ia pun menduduki dirinya di halte kecil. Hanya seorang diri. Tangannya bergerak mengelus kedua lengannya karena mulai merasa kedinginan apalagi dress putih yang sedang ia pakai memiliki bahan yang tipis.

Baiklah, mungkin ia harus menunggu Mark disini saja.

***
"Sorry, I'm late..."

Keluarga Tuan mendongak saat mendengar sebuah suara.

Joey, adik paling kecil Mark mengernyit. "Where have u been?"

Seorang wanita yang memiliki rambut sebahu menghela nafas panjang. Ia menduduki dirinya di sebelah Papa Tuan.

"Ada urusan"

"What it is?" tanya Mommy Tuan penasaran.

Tammy beralih pada Mark. "Mark? Aku tadi melihat ada pencuri masuk ke dalam hotelmu"

Mark langsung menatap Tammy, kakak tertua Mark. "Pencuri?"

Tammy mengangguk beberapa kali. "Iya! Untung aku langsung mengusirnya sebelum dia mengambil barang-barangmu"

"Kenapa bisa ada pencuri?" tanya Mark lagi.

Tammy menggeleng. "Ntahlah. Yang penting aku sudah mengusirnya"

Mark terdiam sebentar. Kenapa perasaannya tidak enak. Seperti sesuatu di hatinya mengganjal. Pencuri? Kenapa bisa ada di hotel mewah itu. Jika ada pencuri, apa sekarang Dahyun baik-baik saja disana.

"Kau kesana? Untuk apa?" tanya Mark.

"Mengambil barangku yang tertinggal kemarin" jawab Tammy.

"Bukankah paswordnya sudah ku ganti"

Grace mendengus malas, teringat sesuatu. Pantas saja ia susah payah membuka kamar hotel itu kemarin.

"Gampang di tebak. Paswordmu selalu kalau tidak tanggal lahirmu, tanggal debutmu" jawab Tammy dengan santai.

"Kau melihat ada wanita disana?"

Tammy mengangguk cepat. "Iya! Ada wanita di kamar hotelmu itu. Itu, dia pencurinya. Aku mengusirnya"

Mark terbelakak. "Me—mengusirnya?"

Tammy mengangguk cepat lagi. "Iya! Dia wanita seperti bermuka dua, di—"

Brak!

Tiba-tiba Mark menggebrak meja itu hingga membuat sekeluarga terkejut.

Mata Mark mulai memerah, urat-urat leher pria itu pun mulai bernampakkan.

Grace melirik tangan Mark yang sudah terkepal kuat. Ini pertanda tidak baik.

"Apa yang kau lakukan?!!"

Tammy tercengang. "Ha—?"

Mark berdiri menatap Tammy tajam. "Kenapa kau mengusirnya?!"

"Di—"

"AISH!!"

Tanpa pamit Mark langung pergi begitu saja.

"Kenapa? Ada apa?" tanya Tammy pada dirinya sendiri, bingung dengan kelakuan Mark itu.

"Wanita itu kekasihnya. Kau mengusir orang yang salah" jawab Grace.

"Ha?"

Bukan hanya Tammy saja yang terkejut, melainkan sekeluarganya ikut juga terkejut dan baru mengetahui hal ini.

***
Jam sudah menunjukkan pukul 10 malam.

Dahyun masih setia menunggu Mark di halte kecil itu. Walaupun ia merasa sangat kedinginan. Wajahnya pun bertambah putih, putih kepucatan begitpun bibirnya memutih.

Matanya ia paksa terbuka lebar. Walaupun kantuknya semakin melanda.

"Kenapa dia lama sekali" gerutu Dahyun masih sempat memaki Mark di dalam hatinya.

Bunyi perutnya kembali terdengar. Ia mengusap perutnya pelan. "Aku sungguh lapar"

Sebuah aroma yang menggiurkan menarik perhatian Dahyun. Kepalanya mengikuti aroma itu. Sampai tubuhnya ikut bangkit, mencari aroma wangi itu. Hidungnya mulai mengendus.

"Aish!"

Begitu mengesalkan saat merasakan dinginnya tanah itu menyentuh kaki telanjangnya. Segera dia berlari kecil saat menangkap sebuah koran terlempar begitu saja di pasar itu.

Koran itu ia letakkan sebagai alas kakinya. Setidaknya sedikit mengurangi kedinginan kakinya.

***
Mark berlari saat sudah menapakkan kakinya di hotel mewah itu. Segera dia menaiki lift. Pikirannya sekarang tertuju pada Dahyun. Apa Dahyun masih di kamar hotel itu atau tidak.

Namun sayangnya harapannya tak terkabulkan, seperti yang ia pikirkan. Kamarnya terlihat kosong.

Matanya mengedar ke seluruh ruangan. Tak ada sama sekali wujud Dahyun terlihat.

"Aish!" desisnya.

Mark kembali menutup pintu kamar hotel itu. Lalu berlari lagi, mencari Dahyun sampai ketemu.

Ini jeju. Apa Dahyun tahu jalan? Apa Dahyun sekarang tersesat? Itulah yang di khawatirkannya sekarang.

***
Mark terus berlari setelah ia menapak di lantai 1 kamar hotel itu. Ruangan lobby itu jadi berisik karena sepatu yang dikenakannya. Tapi ia tak peduli, ia terus berlari keluar hotel itu.

Dia berjalan kesana kemari seraya mengedarkan pandangannya, berharap Dahyun tidak pergi terlalu jauh. Udara begitu dingin, hal ini memmbuatnya semakin khawatir dengan keadaan Dahyun, ia takut Dahyun keluar tanpa memakai jacket apalagi karena Tammy mengusirnya tiba-tiba tanpa sebab.

Senyumnya melebar melihat tubuh yang seperti di kenalnya membelakanginya berjalan. Dengan langkah cepat ia berjalan mendekati wanita itu.

Ia langsung menarik tangan wanita itu.

"Dahyun-ah?!"

Senyum itu perlahan menghilang, wanita itu bukanlah wanita yang di carinya. Hanya mirip dari belakang tapi tidak dari depan.

"Ah... joesonghamnida" Mark menunduk pelan lalu kembali berjalan mengedarkan pandangannya.

Hatinya semakin gelisah. Ini semua salah Tammy. Jika dulu Tammy tidak memiliki trauma tentang pencuri, kakaknya itu pasti tak akan mengusir Dahyun tanpa memberikan kesempatan penjelasan.

Mark kembali berjalan cepat mencari keberadaan Dahyun.

Hampir 20 menit dia mencari keberadaan Dahyun, tapi Dahyun tak juga kelihatan. Ia mulai gusar. Ketakutannya semakin membesar.

"AHK!"

Tanpa sadar ia berteriak sambil mengacak rambutnya merasa frustasi. Rasanya dirinya sudah hampir gila.

Kakinya perlahan berjalan pelan, mulai putus asa. Tubuhnya bahkan sudah sedikit menunduk.

Tapi seketika, kakinya terhenti. Di depan sana, ia seperti melihat Dahyun, wanita yang sedari tadi ia cari. Beberapa kali ia mengedipkan matanya, memastikan apakah itu Dahyun atau tidak. Wanita itu tampak menghadap ke samping, sehingga wajah wanita itu tidak terlalu jelas.

Ia kembali berjalan mendekati wanita itu.

"jeogiyo?"

Wanita itu menoleh ke sumber suara.

"DAHYUN-AH?!"

Tanpa basa basi Mark langsung menarik Dahyun ke dalam pelukannya. Ia merengkuh tubuh Dahyun begitu erat.

Dahyun tersenyum lebar, Mark telah kembali. Ia membalas pelukan Mark tak kalah eratnya, sekalian mencoba mengurangi kedinginan tubuhnya.

Sekarang hati Mark terasa lega, wanitanya telah ketemu.

"Kau dari mana saja?"

Tanya Mark setelah mereka melepaskan diri masing-masing.

Dahyun meringis sambil cengigiran. Melihat itu, Mark ingin sekali menangis, sudah di usir tapi Dahyun masih bisa menyengir.

Dahyun menoleh kearah lain. "Mark... aku ingin itu..." mintanya manja sambil menunjuk kearah kedai kecil tempatnya jualan makanan.

Mark mengikuti arah pandang Dahyun. Ia kembali menatap Dahyun, sedikit menunduk menatap mata Dahyun. "Kau belum makan?"

Dahyun menggeleng pelan.

Astaga, bodohnya dirimu Mark. batin Mark.

"Baiklah!"

Mark langsung menarik tangan Dahyun berjalan. Tapi tiba-tiba saja Dahyun meringis kesakitan membuat Mark kembali berbalik cepat.

"Wae? Ada apa?" tanya Mark cemas.

"Dingin..."

Dan tepat saat ia melihat kaki Dahyun tanpa alas kaki, ia kembali memaki dirinya dalam hati berkali-kali.

Tanpa banyak tanya, ia langsung menarik Dahyun, menggendongnya ke punggungnya.

Dahyun tersenyum kecil melihat perlakuan manis Mark ini. Rasanya ia menjadi semakin cinta pada calon suaminya itu.

***
Tak terasa sudah 3 hari Mark dan Dahyun berada di pulau Jeju. Dan sekarang waktunya mereka berdua untuk pulang, karena tak mungkin mereka lebih lama lagi disana, mereka juga sibuk punya aktivitas masing-masing. Dahyun juga sudah bosan plus malas dengan tingkah Mark itu. Mark bahkan semakin mesum dengannya. Pria blonde itu selalu punya waktu membuatnya kembali tertidur di ranjang tanpa menggunakan sehelai pakaian pun. Membrontak juga tak berguna, karena, ia juga tidak munafik. Seperti sekarang ini, selesai mereka mengemasi barang-barang mereka, Mark kembali bertingkah pada Dahyun. Bahkan pria blonde itu langsung menyumpat bibir Dahyun.

"Hei jangan merobeknya!"

Dahyun mencoba mencegah tangan Mark yang mulai liar menarik kaus polosnya.

Krekk!

"Aish! YA!!"

Dahyun menatap Mark tajam. Kasus polosnya tiba-tiba robek begitu saja karena ulah Mark itu. Sedangkan Mark malah meringis mengusap tengkuknya sedikit bersalah.

"Mianhae"

Dahyun menggeram. "Kau tahu, ini adalah pakaian terakhirku. Aku tak punya pakaian lagi!" suaranya mulai menaik.

Mark mengedik santai. "Kau bisa memakai kausku nanti"

Dahyun menganga. "Kausmu? Apa kau tak lihat bentuk tubuh kita berbeda? Kausmu pasti kebesaran untukku"

"Tak masalah. Aku lebih suka kau memakai kaus kebesaran daripada kekecilan. Itu lebih baik daripada pria lain melihat bentuk tubuhmu yang sebenarnya"

Dahyun mendengus dan memilih mengalah. "Molla!"

***
Mark dan Dahyun serentak menghentikan langkah mereka saat kaki mereka baru saja menginjak di luar hotel mewah itu.

Dahyun mengedipkan matanya beberapa kali. Pikirannya bertanya siapa orang yang ada di hadapan mereka yang berhasil menghentikan langkah mereka.

"Papa? Why?"

Dahyun menoleh pada Mark. Papa?

"Kau akan kembali ke korea?"

Mark mengangguk. "Iya, ada apa Papa?"

Dahyun hanya diam tak mengerti dengan bahasa Taiwan yang di pergunakan Mark dan sang ayah.

"Secepat itu?"

Mark kembali mengangguk. Papa Tuan beralih pada Dahyun yang sedari tadi berdiri diam di sebelah Mark.

Alis Papa Tuan terangkat. "Dia siapa?"

Mark tersadar dengan kehadiran Dahyun. "Ah! Dia adalah kekasihku Papa, namanya Dahyun" ujarnya seraya menarik pinggang Dahyun mendekat padanya.

Dahyun mengernyit pada Mark, tak mengerti. Tapi yang ia tahu namanya disebut oleh pria blonde itu.

"Hi, I'm Papa Tuan. Nice to meet you"

Dahyun kembali berkedip beberapa kali. Dengan sedikit ragu ia tersenyum canggung dan menggapai tangan Papa Tuan yang sedari tadi menggangtung di hadapannya.

"Ah, I'm Dahyun"

Ia harap kosakatanya tak salah. Malu jika salah, apalagi ada Mark di sebelahnya. Mau di taruh mana wajahnya.

***
Dahyun memandangi langit-langit dari jendela pesawat itu. Ia memikirkan perkataan Papa Tuan yang tadi, membuatnya sampai sekarang terbayang-bayang.

"Kapan kalian menikah?"

Jelas sekali Papa Tuan saat itu tidaklah menggunakan bahasa Inggris ataupun Taiwan, melainkan korea yang bisa di mengertinya. Dan itu berhasil membuatnya seperti patung hanya diam melirik Mark yang berdiri di sebelahnya tadi.

"Hahaa... kalau bisa sekarang Papa"

Dasar gila. Pria blonde itu berhasil membuatnya bersemu seperti kepiting rebus.

***
Setelah beberapa jam akhirnya keduanya berhasil sampai di soeul. Dan keduanya segera kembali ke gedung agensi mereka sebelum orang lain mengenali mereka.

Dahyun menghela nafas dengan lega, akhirnya ia sampai juga di dorm Twice. Dengan sedikit lelahnya dia bergerak malas berjalan menidurkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang TV itu.

Dan sedetik kemudian, ia sudah terbang ke alam mimpi. Ntah kenapa ia merasa sangat lelah, apa mungkin karena selama di pesawat tadi dia tak ada tidur karena keisengan Mark.

"Dahyun-ah?!"

Dahyun menggeram dalam hati dengan teriakan Jieun itu. Seakan tak peduli, ia tetap memejamkan matanya.

"Ya! Iroena!"

Jieun mengguncang tubuh Dahyun dengan kuat. Dahyun berdecak membuka matanya, menatap Jieun kesal. "Wae unnie?! Aku lelah" kesalnya seraya bangkit dari tidurnya.

Jieun menghela nafas dengan kasar. Untuk sesaat ia hanya dia memandang wajah Dahyun dengan tatapan sendu.

Dahyun berdecak, Jieun tak mengeluarkan suara, untuk apa gadis itu membangunkannya. Benar-benar mengesalkan.

Dahyun berdesis. Baru saja ia ingin kembali menidurkan tubuhnya, Jieun kembali menarik tangannya.

"Dahyun-ah... ayahmu sudah tiada..."

DEG!

"Ha...?"

Jieun kembali menghela nafasnya dengan kasar. "5 hari yang lalu, dia meninggal karena sakit jantung"

Tubuh Dahyun membeku. Matanya tak berkedip sekalipun, melotot kedepan dan terlihat kosong. Jantungnya sudah berdetak dengan kencang.

"Dahyun-ah..." lirih Jieun menyentuh tangan Dahyun.

Dahyun tersadar, berkedip sekali. Sedetik kemudian, ia terjatuh tak sadarkan diri.

***
Tubuh Dahyun sudah bergetar hebat. Perlahan kakinya melangkah memasuki rumah kecil itu yang tampak sepi dan tak berpenghuni. Jieun yang disamping wanita itu mencoba memegang tangan Dahyun, takut-takut Dahyun kembali pingsan selang waktu yang lalu.

Rumah kecil itu terbuka, menampilkan sang Ibu yang duduk di lantai seraya memandangi sebuah figure kecil.

"I—ibu..."

Yoori mendongak mendengar suara yang sangat di kenalinya. Segera ia bangkit dari duduknya. Seperti terpaksa, ia menyunggingkan senyum tipisnya pada anak perempuan satu-satunya.

"I—ibu... hiks..." Dahyun mulai merintikkan air matanya.

Tanpa banyak bicara, Yoori berjalan cepat dan langsung memeluk Dahyun erat. Anak perempuannya itu menangis begitu histeris di pelukannya.

"Hiks... a—ayah ke—kenapa?! Hiks..."

Yoori tak sedikitpun mengeluarkan air matanya. Ia hanya diam mengelus kepala Dahyun dengan lembut, seakan ingin menguatkan anak perempuannya itu.

"Sudahlah Dahyun"

Dahyun semakin histeris di pelukan Yoori. Dadanya begitu sesak dengan kenyataan pahitnya ini. Ayah yang dulunya sangat ia benci, yang selalu ia maki dalam hati, yang selalu ia jelek-jelekin di belakang sanga ayah, kini telah tiada. Tahukah ayahnya itu bahwa ia begitu menyayangi ayahnya itu, walau ayahnya itu selalu mengesalkan buatnya. Pantas saja, ayahnya itu tak pernah menghubunginya lagi, ternyata sang ayah sudah pergi dari dunia ini. Tapi yang anehnya kenapa semua keluarganya tak ada yang memberitahunya. Ia saja tahu dari Jieun, manager Twice atau seperti managernya sendiri.

"Diamlah Dahyun. Untuk apa kau menangisinya terus"

Dahyun terdiam. Ia menarik tubuhnya menatap Yoori. "Apa Ibu tak merasa kehilangan?"

Yoori menghela nafas sesaat. "Awalnya ibu memang merasa sangat kehilangan, tapi mengingat kelakuan ayahmu itu, hati ibu menjadi lega"

"Tak ada lagi yang mengatur keluarga kita" lanjut Yoori.

Dalam hati Dahyun mengiyakan ucapan Yoori. Namun, hatinya masih tidak rela dengan kepergian sang ayah. Terlebih lagi, ia baru menyadari Kim Joon memiliki sakit jantung.

"Apa oppa sudah mengetahuinya?" tanya Dahyun.

Yoori tersenyum tipis. "Mereka terlebih dahulu mengetahuinya"

"Kenapa aku tidak di beritahu dari awal?"

"Ibu tidak mau menganggu comeback-mu" jawab Yoori seraya mengelus lembut kepala Dahyun.

"Tapi seharusnya ibu memberitahuku apapun yang terjadi. Walau ayah jahat denganku, aku tetap menyayanginya bu..."

"Kita semua juga menyayanginya, hanya mungkin dia yang tidak menyayangi kita. Sudahlah lupakan dia, dia juga sudah tenang disana"

Dahyun menghapus air matanya. Ia mengangguk benar.

Senyum Yoori semakin mengembang. Kedua tangannya beralih menangkup wajah Dahyun. "Sekarang terserahmu. Pilihanmu sudah di tanganmu. Kau bisa memilih menikah dengan pria yang penah datang kesini melamarmu"

Seketika Dahyun tersipu. Baru saja ia menangisi ayahnya tapi kini ia sudah seperti melupakan begitu saja karena ucapan Yoori itu.

"Ibu..." rengeknya tersipu.

"Kenapa? Tunggu apalagi Dahyun?"

Dahyun mengembungkan pipinya dengan pipi yang sudah memerah. "Aku malu ibu..."

Yoori terkekeh kecil. "Ibu merestuimu menikah dengan pilihanmu, dan soal keluar dari grupmu, tak usah pikirkan hal itu. Jika kau ingin, silahkan, tapi jika tidak juga silahkan. Ibu tidak ingin melarang pilihanmu."

Dahyun tersenyum mendengar ucapan ibunya itu. "Gomawo ibu"

Yoori mengangguk dan kemudian kembali memeluk Dahyun.

Jieun yang sedari tadi diam memandang kedua ibu dan anak itu menjadi terharu. Tiba-tiba dia menajadi merindukan ibu dan ayahnya yang sedang bekerja sebagai petani di desa yang jauh dari kota.

***
TBC...

Incident Little Girl Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang