[23] Don't Go [Rewind]

2.3K 151 23
                                    

"Dahyun-ah?"

Dahyun beralih pada sebuah suara. Ia terdiam seketika. Ujung matanya melirik pria blonde yang sekarang menatap pria hitam manis yang baru saja menyapanya.
_
_
_
_
"Eh.. emmh... hai Mingyu" Dahyun tampak canggung dengan situasi ini.

Ia melirik Mark takut-takut. Pria blonde itu tampak menatap Mingyu tak suka, hal ini membuatnya meringis kecil. Sedikit kesal emang, Mingyu datang tiba-tiba dan membuat situasi menjadi canggung seperti ini.

"Kau juga disini? Kebetulan sekali" ujar Mingyu seraya tersenyum manis.

Dahyun terpaksa menarik ujung bibirnya, membalas senyuman itu.

Bambam berdiri dari duduknya berjalan mendekati Mingyu. "Mingyu-ah, jelaskan padaku. Sejak kapan kau mengenal Dahyun? Aku rasa ini pertama kalinya aku melihat kau dekat dengan Dahyun"

Mingyu tertawa kecil. "Aku dan dia—"

"Ikut aku!"

Ucapan Mingyu terpotong begitu saja melihat Mark tiba-tiba menarik tangan Dahyun.

"Dahyun-ah?" panggil Mingyu.

Dahyun kembali menoleh pada Mingyu. Mark semakin menarik tangan Dahyun, membuat Dahyun sekarang bingung.

"Hei sunbae, jangan menariknya dia tidak suka"

Tindakan Mark terhenti. Ia berhenti menarik Dahyun tapi masih memegang tangan putih itu, kemudian ia beralih menatap Mingyu tak suka. "Darimana kau tahu dia tak suka? Apa dia mengatakannya padamu?" sinisnya.

Mingyu beralih pada Dahyun meminta kebenaran yang ia ucapkan. Dahyun meringis menggeleng kecil. Sekarang ia begitu bingung di posisi seperti ini.

"Jangan pernah mendekati Dahyun lagi"

Mingyu beralih pada Mark dengan dahi berkerut.

Mark langsung menarik pinggang Dahyun merapat pada tubuhnya.

"She's mine"

***
Comeback stage itu berjalan dengan lancar. Hari sudah mulai sore, waktunya semua member bisa kembali ke dalam dorm. Tapi Jieun langsung menarik Dahyun dan Mark untuk tidak masuk ke dalam dorm lagi. Jieun membawa keduanya ke kantor JYP tepatnya di ruangannya.

"Sekarang beritahukan padanya segalanya Dahyun, ini waktu yang tepat" ujar Jieun langsung pada Dahyun.

Mark mengernyit tak mengerti. "Mengatakan apa?"

Kemudian Mark beralih pada Dahyun. "Kau menyembunyikan sesuatu padaku?"

Dahyun menghela nafas, ia menggeleng pelan. "Tidak. Aku ingin memberitahumu sesuatu, ini mengenai... ayahku"

Mark mengangkat alisnya satu. "Ayahmu? Ada apa?"

Dahyun kembali menghembuskan nafasnya mencoba menyakini dirinya untuk memberitahu segalanya pada Mark agar ayahnya tak marah lagi dengannya.

"Aku sudah memberitahu segalanya pada kedua orangtuaku"

"Kenapa secepat itu?"

Dahyun menatap Mark sendu. "Apa kau ingin aku menikah dengan Mingyu?"

Ujaran itu langsung di geleng keras. "Tentu tidak!"

"Maka dari itu, aku harus mengatakan yang sejujurnya agar aku tak jadi menikah dengannya"

"Lalu?"

"Ayahku ingin bertemu denganmu"

Mark mengangguk mengerti. "Geurae, kapan?"

Dahyun terkejut mendengar persetujuan yang segampang itu. "Kau serius ingin menemui ayahku?"

Mark kembali mengangguk. "Tentu. Apa salahnya? Aku sudah mengatakan akan bertanggung jawab"

"Ta—tapi... ayahku kejam" cicit Dahyun.

Mark tersenyum. "Itu tak masalah untukku, asal kau tetap menjadi milikku"

Jieun menjulurkan lidahnya keluar seakan ingin muntah mendengar godaan Mark itu.

Dahyun sempat tersipu sebentar, namun mendadak ia mengingat Jieun masih berada di ruangan yang sama dengan mereka.

"Kapan? Aku siap kapan saja" ujar Mark mantap.

Dahyun langsung sumringah. "Besok?"

Mark mengangguk setuju. "Kol"

Dahyun semakin menarik bibirnya. Ia begitu senang mendengar persetujuan Mark tanpa ada sedekitpun penolakan. Tak di sangkanya ternyata Mark adalah pria yang bertanggung jawab dan itu berhasil membuatnya semakin mencintai pria blonde itu.

Mark teringat sesuatu. Ia menoleh pada Jieun yang sedari tadi menjadi pendengar baik.

"Noona sudah tahu semuanya?"

Jieun berdehem mengangguk. "Ne, memangnya kenapa? Kau masih ingin berusaha menyembunyikannya?"

Mark mengedikkan bahunya. "Aku sama sekali tidak ingin menyembunyikan ini semua. Hanya Dahyun saja yang menginginkan hal ini, yasudah aku ikut saja"


Dahyun mengembungkan pipinya. "Bambam mulai curiga"

Mark berdecak beralih pada Dahyun. "Aku sudah katakan beritahu saja pada semua orang"

Dahyun membelakak. "Kau gila? Bagaimana media mengetahuinya?"

"Tak masalah. Mau tidak mau kita juga pasti akan menikahkan?"

Blush...

Baiklah Jieun hanya bisa diam melihat adegan keduanya yang membuatnya menjadi iri. Ia menjadi mengingat umurnya mulai menua tapi tak menemukan satupun pria yang cocok dengan hatinya.

"Aish! Aku kesal denganmu, kenapa kau tadi mengatakan aku milikmu dihadapan Bambam" kesal Dahyun menatap Mark.

Mark menghela nafas. "Lalu bagaimana lagi? Mingyu akan terus mengejarmu jika aku tak mengatakan yang sebenarnya. Apa aku bisa diam saja? Tidaklah"

Dahyun merengut. "Tapi tidak begitu juga, Bambam sekarang semakin curiga dengan kita. Aku yakin sepulang ini dia akan meminta penjelasan darimu. Apa yang akan kau jawab?" ia mulai tampak ketakutan.

"Katakan saja yang sebenarnya" sahut Jieun.

"Tidak unnie" ujar Dahyun menggeleng.

"Lalu sampai kapan kalian akan menyembunyikan ini semua? Sampai Dahyun hamil?"

"HA?!"

Serentak keduanya memandang Jieun. Jieun malah menyengir tidak bersalah. "Maaf, aku salah ucap"

Mark beralih pada Dahyun, alisnya terangkat. "Kau tidak merasa mual?"

Dahyun berdesis. "Aish... aku bahkan masih mengalami menstruasi sekarang"

Mendengar hal itu, Jieun tampak bernafas lega dan tersenyum. "Baguslah"

Tapi tidak untuk Mark. Ia malah berdecak. "Berarti gagal. Kita bisa mencobanya lagi"

"YA!"

Kedua perempuan itu berteriak serentak pada Mark.

***
Betul apa yang di ucapkan Dahyun. Mark tadi baru saja ingin masuk ke dalam kamarnya karena ingin beristirahat, tapi Bambam langsung memanggilnya menyuruhnya untuk bebicara dengan empat mata.

Dia sendiri tak masalah dan sama sekali tak merasa takut. Karena ia siap menjawab semua pertanyaan yang ada di otak Bambam itu.

Alisnya terangkat melihat Bambam hanya diam menatapnya seperti mengintimidasi dirinya. "Mwo?"

Bambam menggeleng beberapa kali. "Apa benar hyung?"

Mark berdehem. "Kalau iya kenapa?"

Bambam spontan membulat mendengar hal itu. "Jinjja? Sejak kapan?"

"Semenjak kami berdua di eropa"

Sekali lagi Bambam kembali tercengang. "Kalian bahkan tampak tak terlalu dekat, tapi ini? Tiba-tiba kau mengatakan dia milikmu"

Mark bedecak. "Sudahlah kau banyak pertanyaan. Aku lelah dan ingin tidur"

Pada saat Mark beranjak dari duduknya, Bambam kembali bersuara. "Apa kalian melakukan sesuatu?"

Mark yang sudah berdiri hanya diam. Bambam berdiri menepuk pundak Mark.

"Hyung, jika kau menjawab jujur aku akan menutup mulutku"

Mark menatap Bambam. "Kau benar"

Bambam kembali tercengang namun ia kembali mengubah eskpresinya seperti biasa. "Baiklah hyung, aku akan menutup mulutku mulai dari sekarang"

Mark menarik ujung bibirnya kecil merasa suka dengan kelakuan Bambam saat ini, terlihat dewasa.

***
Pagi telah tiba. Dahyun mulai bersiap-siap untuk pergi kembali ke rumah ayahnya dengan sesuai janjinya. Mempertemukan Mark dengan ayahnya itu. Semoga saja keberuntungan di pihaknya. Ia berdoa dalam hati agar Mark tidak mendapatkan kesialan.

Jieun tidak bisa ikut karena ia harus mengatur jadwal Twice. Hari ini Dahyun sengaja ijin satu hari saja, sama halnya dengan Mark.

Keduanya pun sudah bersiap dan siap pergi dengan menaiki mobil Jieun yang sengaja di pinjam. Kali ini tanpa supir. Sengaja, biar Mark bisa sepuasnya berduaan lebih lama dengan Dahyun. Untung saja mobil Jieun memiliki kaca yang gelap sehingga orang dari luar tak dapat melihat mereka dari dalam.

Keduanya hanya diam selama di perjalanan. Dahyun sudah memberitahu alamat rumah ayahnya.

Mark melirik Dahyun yang sedari tadi hanya diam. Kemudian matanya turun pada tangan wanita itu yang saling meremuk.

"Kenapa? Kau takut?" tanyanya kembali menatap jalanan.

Dahyun menghela nafas dengan kasar. "Iya. Aku sungguh takut. Bagaimana jika ayah melakukan sesuatu padamu?"

Mark tersenyum kecil. "Tenang saja. Semuanya akan berjalan lancar"

Dalam hati Mark menjadi penasaran, sekejam apa ayah Dahyun sehingga anak sendiri takut dengan ayahnya sendiri.

"Mark..."

"Ehhmm?"

"Jika ayah menolakmu bagaimana?"

Mark tetawa kecil. "Mustahil. Kita sudah melakukan hal itu, ayahmu pasti akan luluh"

Dahyun memayunkan bibirnya karena Mark mengungkit hal itu. "Tapi..."

"Sudahlah bee... tenang saja, aku pasti bisa"

Akhirnya Dahyun kembali diam tapi dengan perasaan yang semakin takut.

***
Kim Joon menatap Mark terus menerus tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Hal ini membuat Dahyun semakin takut apa yang akan dilakukan ayahnya itu pada Mark.

Mark sendiri tampak tak sedikitpun takut. Ia menunduk hormat pada Kim Joon.

"Sejak kapan?"

Kim Joon akhirnya mengeluarkan suaranya yang mampu membuat Dahyun merinding.

"Sejak 3 bulan lebih yang lalu" jawab Mark pasti.

Kim Joon memincing. "Apa hanya karena ingin mengambil mahkota anakku?"

Mark menggeleng beberapa kali. "Tidak sama sekali. Kejadian itu memang tidak sengaja. Aku memang mencintainya sepenuhnya"

Dahyun menunduk tersenyum kecil. Yoori yang duduk disebelah Kim Joon ikut tersenyum kecil, merasa senang dengan jawaban Mark itu, namun apa Kim Joon akan luluh?

"Kenapa bisa kau mencintainya? Dia sama sekali tidak cantik, dia juga tidak pintar menyanyi, dia hanyalah ga—wanita biasa yang bodoh dari segala hal" ujar Kim Joon terkesan menghina anaknya sendiri dan hampir saja ia menyebut Dahyun sebagai seorang 'gadis'.

Dahyun merengut, kesal dengan hinaan ayahnya itu dihadapan Mark. Betapa malunya dirinya.

Mark tak suka mendengar hinaan Kim Joon yang sama sekali tak benar itu.

"Mungkin dimata abeoji dia banyak kekuarangan. Tapi di mataku, dia sangat sempurna untukku"

Kim Joon mengangguk beberapa kali mendengar tuturan Mark itu yang begitu tegas.

Dahyun kembali menunduk merasa pipinya mulai memanas.

"Sudahlah biarkan saja mer—"

"Diam!"

Ucapan Yoori terpotong begitu saja karena bentakan Kim Joon itu. Yoori akhirnya kembali membekap mulutnya sendiri daripada mereka ribut dihadapan Mark yang sama sekali belum mengetahui situasi keluarga mereka.

"Tapi dia tidak hamilkan?"

Dahyun mendongak, ia menggeleng. "Tidak ayah"

Kim Joon menarik ujung bibirnya kecil. "Itu artinya tak masalah. Kalian tak perlu menikah. Dahyun bisa kembali bersama pilihan ayah, dan kau bisa bebas, tak usah mengingat hal ini" tegasnya pada Mark.

Mendengar hal itu Mark tak terima. "Aku tidak terima hal itu. Aku ingin menikahi Dahyun, apapun terjadi!"

"Kau menentangku? Siapa dirimu? Ingat! Aku ayahnya! Kau? Kau hanya anak ingusan" suara Kim Joon mulai mengeras.

Di bawah sana satu tangan Mark sudah terkepal. "Jika aku anak ingusan, sekarang aku belum menghasilkan uang"

"A—ayah... aku tidak mau..." lirih Dahyun.

Kim Joon beralih menatap Dahyun tajam. "Maksudmu apa?!"

Dahyun menggeleng keras. "Aku tidak mau menikah dengannya ayah. Biarkan aku menikah dengan Mark, tidak Mingyu. Kumohon ayah..." mohon Dahyun.

Yoori memandang Kim Joon berharap mantan suaminya itu luluh dan menerimanya.

Kim Joon tertawa mengejek melirik Mark sinis. "Apa yang kau banggakan darinya? Apa kau sudah di beri racun sehingga kau tak menurutiku lagi hah?!"

Dahyun menunduk. Perlahan air matanya turun satu persatu. Sekarang ia merasa mereka akan kalah dari sang ayah.

"Aboeji aku sangat memohon agar kau menerimaku"

Kim Joon kembali menatap Mark. Ia terdiam sebentar.

Yoori berdoa dalam hati semoga Kim Joon merestui hubungan anaknya itu. Jika ia berani mengangkat suara, ia pasti akan merestui keduanya dan langsung memberkatinya. Tapi apa dayanya, ia di bawah mantan suaminya, apa yang harus dilakukannya? Hanya bisa diam mendengar.

Mulut Kim Joon mulai terbuka. "TI-DAK!" tegasnya dengan tekanan.

"Hiks... ayah! Kumohon"

"DIAM!"

Dahyun kembali menunduk dengan tangis yang mulai keluar.

Mark menggertakkan giginya tak suka dengan bentakan Kim Joon yang di berikan pada Dahyun.

"Aboeji jangan membentaknya, dia tak salah" bela Mark.

Kim Joon tertawa sinis. "Apa urusanmu? Lebih baik kau pergi tinggalkan rumah ini segera!" ia menatap Mark tajam.

Mark menggeleng keras. "Tidak aboeji, sebelum kau menerima lamaranku ini. Aku sangat mencintai Dahyun" tangannya mengambil tangan putih Dahyun, lalu menggenggamnya.

Rahang Kim Joon mulai mengeras melihat genggaman itu. "Lepaskan itu! Dahyun, masuk ke dalam kamarmu. Dan kau pergi dari sini!"

Mark kembali menggeleng dan tetap menggenggam tangan Dahyun. Dahyun juga tak menuruti perintah sang ayah itu, ia membalas genggaman Mark dengan erat, walau perasaannya mulai ketakutan.

Kim Joon semakin marah melihat penolakan keduanya.

PLAK!

Tamparan keras itu lagi mendarat begitu saja di wajah putih Dahyun.

"Ku bilang lepaskan!"

Mark terkejut melihat hal itu. Spontan ia melepaskan tangannya, lalu mencoba menghalangi Kim Joon yang kembali ingin menampar Dahyun.

"Aboeji hentikan itu! Kau begitu kejam dengan anakmu sendiri" kini Mark tak bisa lagi menahan amarahnya yang sedari tadi sudah memuncak ingin meledak melihat perlakuan ayahnya Dahyun itu.

"Beraninya kau menghalangiku!"

Kim Joon kembali mendekat pada Dahyun, tapi Mark berusaha menghalanginya membuat Dahyun berada di belakang punggungnya.

"YA!"

"Hentikan aboeji!"

Kim Joon berusaha menarik-narik Dahyun baik itu di rambut ataupun baju Dahyun. Dahyun mulai histeris dan sangat ketakutan.

"Baik baik! Aku punya syarat aboeji!"

Kim Joon menghentikan aksinya menatap Mark dengan tajam. "Apa itu syaratnya?!"

Mark menghela nafas beberapa kali, kemudian ia mengangguk yakin mengatakannya.

"Aku akan menjahui Dahyun dan melupakan ini semua asal kau tak pernah lagi memukulnya dan tidak membuatnya sampai menangis"

Dahyun terdiam. Ia menatap punggung Mark tak percaya.

Kim Joon terdiam memikirkan perkataan itu. "Baiklah, aku menerimanya"

"Mark..."

Mark berbalik menatap Dahyun. "Maaf, tapi ini yang terbaik"

Dahyun menggeleng dan kembali menangis. "Hiks... tidak Mark. Jangan mengatakan seperti itu"

Mark kembali menatap Kim Joon. "Tapi jika itu terjadi sempat sekali saja, aku melihat Dahyun menangis karena aboeji, aku tidak akan segan-segan membawa Dahyun lari"

Kim Joon mengangguk. "Baiklah. Aku pegang janjimu. Jangan mendekatinya lagi mulai sekarang!"

***
"Tidurlah. Jangan lupa minum obat"

Dahyun menggeleng pelan. Ia mendekat pada Mark, memeluk tubuh tinggi itu. "Hiks... jangan pergi"

Mark menghela nafas. Ia mengelus kepala Dahyun dengan lembut. "Jangan menangis. Aku tidak akan pergi"

"Paboya? Hiks... kenapa kau mengatakan itu padanya? Hiks... sekarang kau harus jauh dariku"

Mark menarik dirinya. Ia menghapus air mata Dahyun. "Tidak. Jangan mengatakan seperti itu. Aku akan berada di dekatmu dan terus memperhatikanmu. Aku janji"

"Hiks... aku tidak ingin itu Mark" Dahyun kembali memeluk Mark.

Mark membalas pelukan Dahyun. Sesekali ia mengecup kepala Dahyun dengan lembut. Hatinya mengilu saat mengingat kejadian kekerasan dari Kim Joon itu pada Dahyun. Siapa yang tahan dengan itu, pikirannya langsung bertindak mengatakan hal itu. Mungkin hanya dengan cara itu, Dahyun tidak akan di pukul Kim Joon lagi.

"Masuklah..." Mark kembali menarik dirinya.

Dahyun menunduk menggeleng dan masih menangis pelan.

"Berhentilah menangis dan masuk ke dalam dorm-mu"

Dahyun kembali menggeleng. Ia mendongak menatap Mark. "Tidak Mark. Aku ingin tetap bersamamu"

Mark menangkup wajah Dahyun seraya menghapus air mata wanita itu, ia berusaha tersenyum lembut. "Aku akan tetap bersamamu. Aku tidak akan meninggalkanmu"

Dahyun kembali menangis. Bahkan perkataan Mark itu membuat hatinya mengilu. Seakan Mark mengatakan akan meninggalkannya selamanya.

"Hiks... jangan bilang seperti itu Mark. Kau seakan berbohong denganku hiks..."

Mark menggeleng pelan. "Aniyo, aku akan tetap bersamamu"

"Hiks... jangan tinggalkan aku sedikitpun"

"Tentu. Itu tidak akan terjadi"

Kedua jari jempol Mark bergerak kembali menghapus air mata Dahyun. "Sekarang masuklah ke dalam dorm-mu, dan beristirahatlah"

Dahyun kembali menggeleng seakan ia tidak mau jauh dari Mark sedikitpun.

"Aku tidak mau Mark..." lirihnya.

"Ini sudah malam Dahyun... kau harus beristirahat. Jangan sampai kau sakit. Aku tidak ingin kau sakit"

Dahyun semakin merapatkan tubuhnya pada Mark. Ia mendongak menatap Mark. Satu tangannya meremas ujung baju Mark.

"Tidak Mark hiks..."

Mark menghela nafas melihat Dahyun kembali menangis. Kenapa sekarang ialah yang membuat Dahyun menangis.

"Hajima. Kau membuatku seperti bersalah"

Mark mendekatkan wajahnya dan langsung melumat bibir merah cherry Dahyun itu.

Keduanya larut melupakan tempat mereka berada yang berdiri depan dorm Twice.

Ting

Lift itu tiba-tiba terbuka.

Dua pria yang berada dalam lift itu seketika membelakak. Kantung plastik berisi makanan yang di pegang salah satu pria itu terjatuh begitu saja setelah melihat adegan yang ada di hadapan mereka.

***
TBC...

*Kemana aja? Kok nggk up up sih?...
Oke... maaf semuanya yang udh nunggu cerita ini! seminggu nggk update karna sibuk. Sibuk apa? Buat lirik BTS di youtube, kalau nggk percaya cek aja channel yt aku --> Shia Moer. Fix album BTS. Maaf ya sekali lagi. Ini aku udh up. Kalian jan marah ya, hehee...*

Incident Little Girl Evil ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang