"Permintaan pertama, aku ingin bermain piano untuk terakhir kalinya." Ujar Yoon Gi dengan tatapan pasti. Akhir pertemuannya dengan Kyuhyun begitu tragis, penuh kebencian dan kesalahpahaman. Setidaknya ini adalah cinta terakhirnya untuk sosok Min Kyuhyun, kakaknya yang juga terikat kebohongan atas kehidupannya.
"Lalu, permintaan kedua?"
"Aku ingin mati di hadapan Kim Hoseok. Tolong izinkan ia masuk saat eksekusi. Aku akan menebus dosaku di hadapannya," pintanya.
----------
Kepulan asap teh panas dibiarkan bebas dengan gelas yang belum disentuh pemiliknya. Suara detik jam mengisi kecanggungan di antara dua pria itu. Tidak ada Kim Ji Han di antara mereka. Gadis itu diliputi rasa takut akan kemarahan Hoseok. Ia hanya pergi menatap televisi di ruang tengah dengan hati yang tak tenang.
Hoseok membuka kancing atas kemejanya tanpa melemaskan rahangnya. Sementara Suga hanya diam dengan kaki kanan di atas kaki kiri.
"Bukankah kukatakan untuk tidak pernah muncul di hadapannya lagi?" Ucap Hoseok dengan emosi yang masih tertahan.
"Aku tidak bermaksud muncul. Ini semua berawal dari kebetulan dan takdir. Percaya tidak percaya."
"Apa dia punya perasaan khusus padamu?"
Sesaat fokus Suga membuyar. Ia tidak begitu yakin dengan pemikirannya saat ini. Ji Han mungkin mencintainya sebagai Yoon Gi, bukan Suga.
"Aku rasa tidak," ini adalah jawaban menyakitkan. Mulutnya mengatakan tidak, tapi hatinya berharap.
Hoseok menghela nafas panjang. Entah kenapa ruangan ini terasa lebih panas dari biasanya. Percaya atau tidak, takdir memang bergerak sesuai dengan perintah penciptanya. Selama ini Hoseok memang tahu kalau Suga ada di apartemen yang sama dengan Ji Han, tapi selama setahun itu pula, keberadaan Suga tidak pernah diketahui oleh Ji Han. Entah kebodohan apa, kebetulan membuat mereka ada hingga titik ini.
"Keberadaanmu mengancamnya, Min Yoon Gi. Jika alasanmu hanya untuk berada di dekatnya, kau adalah petaka. Kumohon, mengertilah. Demi Tuhan, aku takut."
"Percayalah, aku di sini melindunginya." Sanggah Suga dengan pasti.
"Apa jaminan keselamatannya? Kau hanya seorang mahasiswa, Min Yoon Gi. Bagaimana mungkin aku melimpahkan kepercayaan?" Hoseok memijat dahinya pelan.
"Nyawaku adalah jaminan. Percayalah. Aku bukan anak SMA ingusan yang dulu menjemputnya ke rumah. Jika negara percaya padaku, kenapa kau tidak mau percaya?" Cetus Suga mantap.
"Fokus saja pada kuliahmu" pesan Hoseok mebuat Suga kembali menatap mata Hoseok yang dipenuhi kefrustasian. Tidak ada gunanya kembali berdebat. Identitas profesinya tidak bisa terbuka begitu saja.
"Aku akan kembali ke apartemenku. Maaf merepotkan." Suga bangkit dari duduknya sembari menahan sakit yang menjalar di daerah perutnya. Tanpa mengancingkan dua kancing atas kemejanya, Suga keluar dari kamar dan membiarkan Hoseok diam dengan pikirannya sendiri.
Suga menghampiri Ji Han yang duduk di depan televisi dengan tatapan kosong. Keringat sebesar bji jagung mengalir di dahinya dan jatuh melewati garis rahangnya.
"Aku pulang. Maaf merepotkan. Jangan menggubris ketukan pintu seorang pria di malam hari." Suga mengusap puncak kepala Ji Han dan berlalu. Mungkin gadis ini takut Hoseok akan meluapkan segala amarah padanya.
Tidak ada yg bisa mendeskripsikan hati Suga ketika seseorang melingkarkan lengan di pinggangnya. Pelukan ini.. sangat tidak asing dan selama beberapa tahun sangat ingin ia dapatkan kembali. Ada sebuah sengatan yang membuat jiwanya ragu untuk menjauh dari tempat kini ia berdiri. Ia tidak boleh menciptakan cinta. Namun, ia bodoh. Gadis ini mulai mencintainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Book 2] It's Destiny? Bitter-MYG (Completed)
Fanfiction[Beberapa chapter diprivat secara acak] Kepahitan yang berbalut manis. That is my life. Suatu hukuman bagiku untuk hidup tanpa bahagia. Mata yang tertutup, dipukul, digores, dan diinjak. Tapi, tolong lepaskan aku. Kumohon! Because.... I wanna find y...