Dimulainya cerita

45 6 12
                                    

Bagian I
Haris POV

      Pagi ini, aku dengan terburu - buru berlari menuju sekolahnya. Padahal hari ini adalah hari penting bagi semua murid karena hari ini dibagikannya rapor. apakah mereka naik kelas atau tidak?.

    "sedikit lagi..."ucapku. dengan napas masih terengah - engah dia sampai tepat pada waktunya.

    “syukurlah masih belum telat”
Semua murid terlihat dengan raut wajah yang hampir sama, mereka cemas dengan nasib mereka saat itu.
"Alisha…!"

.......

    "Haris…! ini rapor kamu"panggil Pak Bambang, aku berjalan dengan perasaan cemas apa aku bisa naik kelas atau tidak.

     "selamat ya kamu naik"ucap Pak Bambang memberikan rapor milikku lalu meneriakkan raport selanjutnya.

     "terima kasih…terima kasih banyak"aku melihat rapor tersebut, syukurlah aku berhasil mendapat peringkat tiga besar. Sepanjang jalan pulang aku henti-henti tersenyum bangga dan tak sabar ingin menunjuk-kan ini padanya.

Bagian II

     Aku terbangun mendapati diriku berada ditengah padang rumput yang cukup luas di belakangku terdapat sebuah pohon rindang yang membuatku terhindar dari sengatan teriknya matahari.

     Karena penasaran aku mengambil sehelai daun reumputan, kuperhatikan dengan teliti ternyata tidak ada yang aneh dengan daun itu semuannya terlihat sangat nyata.

     Lalu kucubit kulit lengan kiriku ternyata ada rasa sakit yang datang, sudah jelas bahwa semuanya adalah kenyataan.
Tapi dimana aku sebenarnya ?

     Aku baru sadar pakaian ini bukanlah pakaian yang terakhir kupakai melainkan sebuah kemeja putih lengan pendek terdapat garis biru melinkar pada kerah baju ini serta memanjang dari leher sampai ke pinggang, dengan celana panjang berwarna biru muda dan sepasang pedang tergantung di pinggang kiri dan kanan.
Tunggu pedang ?

    Aku berdiri perlahan,  mengeluarkan pedang yang ada dipinggang kiriku dengan hati hati.

    Dilihatnya pedang indah itu pedang yang terukir dengan rapi, pangkal pedang itu dibuat dengan mulus dari perak dan pegangannya terbalut rapi dengan bahan kulit berwarna putih seutuhnya, pada penyangganya terdapat tiga buah batu giok dimana giok berwarna merah terletak dibagian tengah diapit di kedua sisinya giok biru muda sedang pada bilah pedang itu terdapat garis – garis yang seperti pancuran air berwarna biru muda.
    Dan sarungnya berwarna putih dengan dua garis memanjang berwarna biru muda. Haris memasukan kembali pedang itu ke dalam sarungnya.

    Haris berjalan kearah jalanan yang hanya berjarak kurang lebih lima meter dari tempatnya berbaring tadi, berusaha untuk melihat lebih jauh dunia itu.

    Sepanjang jalanan yang dilaluinya tidak ada sampah sama sekali hanya sebuah jalan pedesaan yang nyaman.

“tempat apa ini sebenarnya ?”
Gumam Haris dalam hatinya. sambil terus berjalan kearah barat.

    Sesampainnya di sebuah desa kecil bernama Éden. desa yang nyaman, semua penduduk disana begitu ramah dan sangat menghormati Haris seolah – olah Haris adalah seorang bangsawan kelas atas.

****

    Di desa Éden Haris diberi tumpangan tempat tinggal disebuah rumah sederhana milik seorang kakek. Kakek tersebut tinggal dengan kedua cucunya bernama Farel dan Alex.

The Magic Crystal[revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang