BAB 1

2.6K 140 3
                                    

Suasana terik pada pukul sebelas siang membuat siswa kelas 11 IPS 2 yang sedang melaksanakan pemanasan untuk pelajaran olahraga di tengah lapangan kali ini mengeluh kesah, keringat banyak muncul di hampir seluruh kening siswa tersebut padahal materi lompat jarak jauh belum di mulai.

"Ini siapa si yang buat jadwal? Masa olahraga jam segini?! Pengen gue bakar aja rasa nya," ujar perempuan yang berada di bawah pohon rindang yang berada di pinggir lapangan. Tangan kanan nya beralih fungsi menjadi kipas alami dadakan.

"Lemah lo!" Teriak perempuan bernama Adena dari tengah lapangan.

"Ini Pak Roji ketiduran apa gimana ya? Tadi di suruh pemanasan dulu, ini kita udah sampe kepanasan belum dateng juga." Sang ketua kelas yang berada di paling depan barisan akhirnya mengeluh.

"Samperin lagi aja yuk?" Ajak perempuan yang tadi berdiri di bawah pohon rindang. Tia, nama nya. Mengajak Syeka--sang ketua kelas--secara sukarela karena ia juga sangat gerah dengan hal ini.

Sepeninggalan Tia dan Syeka, siswa-siswa akhirnya memilih duduk lesehan di pinggir lapangan. Termasuk Adena dengan satu teman nya, Riska.

"Astaga! Ka Rayyan ganteng banget!" Riska berteriak dengan antusias, setelah mata nya menangkap seorang kakak kelas bernama Rayyan yang duduk di kursi depan kelas nya.

Adena yang mendengar hal itu hanya mendecih keras. Sudah terlalu lelah mendengar ocehan kedua teman nya tentang laki-laki. "Ka Rayyan kesini woy!"

Riska masih saja menggucangkan lengan Adena ketika Rayyan menghampiri mereka berdua. "Adena, 'kan?"

Adena lantas mengangguk. "Bisa bicara sebentar? Berdua?" Tanya laki-laki itu dengan sopan. Salah satu alasan yang mendorong ia menjadi idol semua perempuan di sekolah nya.

"Bisa," jawab Adena sambil mengangguk, lalu bangun dari tempat nya dan menjauh dari kerumunan anak kelas nya yang sedang saling berbisik satu sama lain tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Adena?"

"Ya?" Kerutan di kening Adena makin terlihat jelas, perempuan itu secara terang-terangan menatap kakak kelas di hadapan nya ini.

"Lo mau jadi pacar gue ga?" Ujar Rayyan dengan suara yang hampir habis di ujung kalimat nya. Adena terlihat tersenyum tipis menanggapi nya.

"Maaf Ka, gue ga bisa."

-----

"Dasar Dena goblok, cowok semacem Ka Rayyan di tolak!" Perempuan yang membawa kipas kayu hasil souvenir pernikahan Tante nya itu berbicara.

Yang duduk di sebelah nya kemudian ikut menimpali dengan berapi-api. "Tau ya! Bego banget! Sumpah, Ya Allah tolong kasih Adena karma, buat dia jatuh cinta sama cowok biar nyadarin kalo prinsip bodoh nya itu emang ga penting."

Sedangkan Adena, perempuan yang menjadi tersangka kasus ini hanya tersenyum tidak jelas. Ia tidak percaya dengan cinta. Sepanjang hidup nya, ia bersumpah tidak akan menjalin ikatan lebih dengan laki-laki. Menurut nya, cinta itu tidak penting. Lucu, perasaan yang 'kata nya' indah tapi tidak bagi kehidupan Adena.

Wajah Adena memang tidak bisa di kategorikan biasa saja. Bukti nya, Rayyan yang sebenarnya bisa saja menunjuk detik ini juga pada perempuan random di kantin untuk menjadi pacar nya dan perempuan itu pasti menurut harus luluh kepada Adena seorang.

Perempuan yang kurang lebih sudah hampir sepuluh kali menolak laki-laki sejak masuk sekolah menengah atas. Perempuan yang sayang nya, tidak percaya dengan cinta.

Jadi, Adena lebih memilih tidak mengambil jalan untuk terikat dengan laki-laki. Menurut nya, itu sama saja masuk ke dalam neraka.

----

Kabar mengejutkan--yang sebenarnya sudah biasa itu masuk ke pendengaran laki-laki yang duduk di pojok kantin. Laki-laki itu bernama lengkap Reyner Anggaskara. Anak kelas 11 IPS 1.

"Ga ada topik lain apa?" Tanya nya lelah. "Gue tuh makin bingung tau kalo mikirin Adena. Gue malah mikir dia lesbi."

Laki-laki yang sedang memakan bakso itu tersedak--yang duduk di sebelah Reyner. "Kaga anjing, masa cewek cantik kayak dia lesbi? Nangis gue langsung."

"Heh, lo mah cuma liat cantik-cantik nya doang!" Protes Rifqi, sambil menoyor kepala Dewa--laki-laki yang barusan berbicara.

"Tapi, iya juga si," timpal laki-laki yang duduk di hadapan Reyner. Tristan nama nya. "Tapi engga juga si."

"Kok gue berasa lebih tua dua puluh tahun? Terus ganti gender?" Ucap Reyner bingung. "Kenapa lo semua kayak emak-emak ribet si? Pusing gue."

"Gapapa Rey, hot news banget ni soal nya," jawab Dewa sambil menyeringai.

"Lama-lama gue bikin acara gosip nih. Gue yang jadi pewawancara, lo bertiga yang jadi narasumber nya. Gimana?" Usulan gila Reyner langsung mendapat pelototan tajam oleh ketiga teman nya.

"Yang gue denger nih, ini penting banget. Sebenernya Adena itu masih normal, tapi dia ga percaya 'cinta' jadi dia nutup diri gitu buat cowok."

"DEMS APS?" Teriak Reyner, sontak semua kesibukan yang ada di kantin terhenti sejenak karena mengalihkan pandangan nya kepada laki-laki yang memiliki wajah keturunan bule itu.

"Bahasa apalagi si itu, kampret?" Tristan jadi sewot sendiri.

"Dems aps itu demi apa."

"YAILAH DAH!!!!"

"Eh tapi, lucu ga si kalo nanti gue bisa naklukin dia?" Ucap Dewa tiba-tiba, yang langsung membuat Rifqi tertawa mendengar nya.

Reyner bersuara ketika tawa nya belum habis keluar. "Eh, sadar muka bego! Yang model nya kayak Rayyan aja di tolak, apalagi lo!"

***

Sebenernya udah ada niatan kalo story of another us abis, gue mau hiatus. Tapi apa daya ketika ide tiba-tiba dateng dan nyuruh buat langsung di tuangin.

Udah si gitu aja huehehe

Makasiiih!

FernwechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang