BAB 18

649 41 0
                                    

Setelah bel pulang berbunyi, Adena tidak langsung keluar dari kelasnya. Perempuan itu duduk sambil memandangi punggung-punggung teman kelasnya yang menghilang di balik pintu. Perempuan itu sedang menunggu waktu kemungkinan dimana Genta sudah tidak ada di lingkungan sekolah.

"Lo ga pulang?" Tanya Rena ketika melihat teman sebangkunya belum beranjak untuk keluar dari kelas, mengingat guru mata pelajaran terakhir sudah keluar sejak lima menit yang lalu.

"Masih ada urusan," jawab Adena sambil tersenyum tipis.

Setelah lima belas menit menunggu, kelas hanya menyisakan Adena seorang diri. Perempuan itu menghela napas berat, kemudian memakai jaket biru dongker agar menutupi seluruh atas seragamnya. Ia sangat berharap tidak bertemu Genta untuk yang kedua kali-nya hari ini.

"Sampah," suara itu terdengar dari luar kelas saat Adena berada di ambang pintu. Entah darimana satu orang itu muncul, Adena tidak memperhatikan jelas.

Athia tanpa permisi memeluk perempuan di hadapannya. "Maafin gue, De."

Adena tidak membalas pelukan tersebut. Tubuhnya mematung, tidak tahu harus melakukan apa saat Athia berperilaku seperti ini. Ia tahu Athia adalah gadis ter-gengsi yang pernah ia temui dalam hidupnya. Tapi sekarang, gadis tergengsi itu sedang memohon maaf padanya.

"Gue emang gatau apa masalah lo, karena lo emang ga pernah cerita. Tapi gue tau kalo lo tuh tersakiti, kayak lagunya Judika." Lanjut Athia, entah ia berniat melucu atau bagaimana, tetap Adena tidak bergeming apapun.

"De, I'm so sorry."

Adena gerah dengan adegan dramatis ini, maka dari itu ia langsung melepas pelukan Athia dengan cara yang tenang. "Ini bukan salah lo, Tia." Ucapnya kemudian berlalu pergi meninggalkan Athia sendirian di tengah sepi koridor.

-----

"Hape gue ketinggalan di kelas!" Ucap Reyner sambil menepuk dahinya saat ia dan Dewa sudah duduk di motor masing-masing.

Dewa berdecak pelan lalu melepas kembali helm-nya. "Elah, ada-ada aja ni si kampret hidupnya."

Reyner meringis, kemudian dengan jalan cepat laki-laki itu menghilang dari pelataran parkir sekolah untuk masuk kembali ke dalam kelas. Tidak butuh waktu lima menit bagi Reyner untuk sampai ke kelas yang sialnya sudah di kunci oleh penjaga sekolah.

Laki-laki itu mengumpat kuat-kuat, apakah hp-nya akan aman di dalam? Tapi, kemungkinannya sangat kecil untuk mendapatkan kembali benda tersebut karena penjaga sekolah tadi sudah pulang ke rumah.

Apakah pintunya harus di dobrak? Dulu, saat berumur delapan tahun Reyner pernah mendobrak pintu kamar mandi sekolah karena Ikhsan terkunci disana. Tapi sekarang? Ia tidak yakin akan terbuka karena kayu pintu sekolahnya seperti sangat kuat, bukan malah terbuka, nanti ia malah masuk ruang BK karena merusak fasilitas sekolah. Cukup lama Reyner berpikir seperti itu.

Reyner memang tidak berhasil mendapatkan ponselnya, tapi laki-laki itu malah bertemu Adena.

"Kenapa?" Reyner menunduk, agar lebih leluasa melihat wajah Adena. Dari pancaran wajahnya, Reyner tahu kalau Adena tidak sedang baik-baik saja.

Ada air mata yang tertahan di pelupuk matanya, seperti berteriak minta di keluarkan tapi Adena tidak ingin hal tersebut terjadi. "Na?"

Adena masih tidak menjawab, matanya menatap ke atas, sedetik setelah tetesan air mata itu turun, Adena pergi meninggalkan Reyner begitu saja. Tapi sayang, Adena terlambat karena sebetulnya Reyner melihat dengan jelas kalau ia menangis.

Tidak jauh dari tempatnya, ia melihat Athia yang ternyata memeperhatikan kejadian itu sejak tadi. Reyner juga bisa melihat Athia sedang menangis, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa karena setelah itu Athia ikut berlari.

"Woy si kampret di tungguin, ternyata malah ngelamun disini. Kesambet setan baru tau rasa."

----

Reyner Anggaskara: buku tadi sama lo kan?

Dewantara: ngga

Reyner Anggaskara: sampah

Dewantara: ih kasar bgt mas:(

Reyner menghela napas panjang sambil mengganti lagu yang berputar di laptopnya. Tadi setelah pulang sekolah ia dan Dewa pergi ke gramedia terlebih dahulu untuk membeli buku paket sejarah peminatan--yang tidak disediakan di sekolah--atas perintah guru tersebut--satu meja, satu buku.

Reyner Anggaskara: jangan pikun dah lo wa

Reyner Anggaskara: dari gramed tadi juga buku nya lo yang bawa

Dewantara: lo yang pikun anjir

Dewantara: hape aja pake segala ketinggalan

Dewantara: gue saranin besok mending lo masuk panti jompo bukan sekolah

Reyner Anggaskara: sampah (2)

Reyner Anggaskara: besok jangan lupa bawa bukunya

Dewantara: biar apa?

Reyner Anggaskara: BIAR GA DIAMUK BU ROS

Reyner Anggaskara: gitu aja pake nanya si setan

Reyner Anggaskara: bikin emoci aja kerjaan nya

Dewantara: selamat! Kamu mendapatkan bonus pulsa sebesar 1.00000000000000 rupiah, silahkan cek *123456789# untuk mengecek pulsa Anda.

Reyner Anggaskara: sampah (3)

***

Reyner Anggaskara:

Genta Adnan Alfaridzi:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Genta Adnan Alfaridzi:

Genta Adnan Alfaridzi:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


p

FernwechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang