BAB 2

1.2K 115 6
                                    

Reyner mengetuk-ngetukan jari nya ke meja dengan gusar. Ujung pensil yang ia genggam sedang berada di ujung mulut nya.

Laki-laki itu menoleh sebentar ke kanan dan kiri nya, tempat dimana Dewa, Tristan, dan Rifqi berada. Ke-empat orang itu saling mengangguk, menguatkan satu sama lain sebelum berdiri secara serempak.

Tidak ada yang terusik setelah kepergian empat orang yang di sebut sebagai empat berandal itu, karena semua orang tahu pasti mereka hanya asal mengisi jawaban untuk ulangan matematika ini.

Sedangkan sebagian siswa yang ada di luar berteriak heboh, menyaksikan bagaimana Dewa, Reyner, Rifqi, dan Tristan mampu menyelesaikan ulangan matriks tersebut dalam waktu kurang dari setengah jam--meskipun semua nya hanya bercanda mengagumi empat orang tersebut.

"Sumpah, tadi gue jawab soal ngasal banget, se-ngasal itu." Ocehan Dewa langsung di iyakan oleh Tristan.

"Gue aja ga ngerti sebenernya itu soal materi apa," timpal Rifqi. "Makanya nomer satu gue jawab aja 2, cara nya ngasal aja dari aljabar yang gue ngerti."

"Lah, lo semua mending!" Reyner beseru, "gue? Gue jawab gini 'Pak Yusuf yang baik hati nya, saya Reyner Anggaskara laki-laki tertampan di sekolah ini mengaku saya tidak bisa mengerjakan. Dari pada saya nyontek, mending saya ga ngerjain. Yakan, Pak? Oke, segitu aja. Makasih Pak'."

"Demi apa si, anjing?" Rifqi yang kewarasan nya masih berada pada tingkat paling atas ketimbang ketiga teman-teman nya bersuara dengan nada seolah-olah ia tidak percaya dengan apa yang barusan Reyner akui.

Dewa yang berdiri di sebelah Rifqi kemudian merangkul bahu laki-laki itu. "Yang sabar ya, Qi. Temen lo emang gini, ikhlasin aja."

Reyner yang berjalan di depan menoleh ke belakang, "Sadar diri bego, lo juga otak nya sebelas dua belas sama gue." Ucap nya untuk Dewa.

Setelah sampai di kantin, ke empat nya langsung berhambur masing-masing ke penjual yang ada. Dewa ada di penjual bakso bersama Trsitan, Rifqi di penjual batagor, sedangkan Reyner ada di penjual nasi goreng.

"Yah, Neng, Emak ga ada recehan, ga ada kembali nya."

"Yah, terus gimana Mak?"

Reyner yang ada di pembicaraan itu pun mengeluarkan satu lembar uang dua puluh ribuan dan terlebih dahulu menyodorkan nya pada Emak sebelum melihat perempuan yang juga ada di pembicaraan ini. Oh, Adena. Gumam nya dalam hati.

"Nih, Mak. Saya mau nasi goreng satu, kembalian nya buat bayar nasi goreng dia, pas kan jadi nya?" Ujar Reyner sambil menunjuk Adena ketika mengucapkan kata Dia.

Adena mengerutkan kening nya sebentar, sebelum Reyner menoleh ke arah nya dan menjelaskan apa yang terjadi. "Jadi, lo ngutang sama gue sepuluh ribu. Udah gitu doang."

"Oh gitu," Adena ngangguk. "Nih gue bayar," lanjut nya sambil menyodorkan uang lima puluh ribuan yang tadi.

Reyner berdecak pelan. "Lo kira gue penyuplai uang recehan? Ga ada kembalian nya, nanti-nanti aja."

Adena mengangguk lagi. "Eh iya, nama lo siapa? Kelas berapa?"

"Dems aps lo gatau nama gue?"

Adena menggeleng.

Laki-laki itu kemudian mengusap wajah nya sendiri dengan perlahan. "Hancur sudah reputasi gue..."

Adena sedikit tertawa melihat wajah laki-laki di hadapan nya yang terlihat sangat putus asa hanya karena ada satu perempuan yang tidak mengetahui nama nya. Sebenarnya Adena sering melihat wajah laki-laki itu, hanya saja ia tidak tahu nama nya dan tidak mau tahu.

Beberapa detik berselang setelah tawa Adena berhenti, Reyner mengulurkan tangan kanan nya. "Kenalin nama gue Reyner Anggaskara, jangan panggil gue Justin Bieber soal nya udah banyak. Panggil aja Reyner, kelas 11 IPS 1."

Perempuan yang rambut nya tergerai se-bahu itu tidak kembali menjabat tangan Reyner. "Oh oke, entar gue ke kelas lo. Makasih," ujar perempuan itu sebelum berbalik arah dan berlalu meninggalkan Reyner yang masih menjulurkan tangan nya.

Reyner menatap nanar tangan nya sendiri, kepala nya menggeleng tidak karuan. Ini kali pertama ada perempuan yang tidak ingin menjabat tangan nya. "Sial."

-----

Setelah mendapat uang pecahan dari bendahara kelas, Adena bergegas keluar kelas tanpa minta di temani oleh Riska dan Tia yang memang sedang sibuk menyalin PR Bahasa Indonesia. Bel istirahat kedua telah berdering lima menit yang lalu, sehingga lorong kelas begitu ramai.

Adena tidak begitu saja masuk ke kelas IPS 1 karena orang yang ia cari ada di ambang pintu kelas sambil bercakap dengan laki-laki yang duduk di kursi yang ada di depan kelas. "Eh, Adena."

Tidak sampai lima menit 'acara' mengembalikan uang itu terjadi. Adena yang terlebih dahulu pamit, setelah beberapa langkah meninggalkan Reyner, ia baru sadar kalau laki-laki itu sudah tahu nama nya meskipun tadi ia tidak memberi tahu.

Tentu Adena punya alasan mengapa ia tidak memberi tahu nama nya. Ya, karena ia hanya menganggap Reyner hanya sebatas memberi nya pertolongan, dan ia harus mengembalikan apa yang harus di kembalikan. Setelah nya, tidak ada lagi. Jadi, buat apa Adena memberi tahu nama nya sendiri?

***

Kalo ada yang mau ngasih aku saran atau kritik tentang tulisan ku, silahkan. Aku juga sebenernya mau tau apa pandangan kalian tentang tulisan ini, atau dimana kurang nya.

Makasihh💜

FernwechTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang