Drunk of Sorrow

5.6K 680 15
                                    

Jumat malam.

Waktu di mana uang milik para budak korporat yang mereka peroleh dari hasil jerih payah membanting tulang selama enam hari dalam seminggu dihambur-hamburkan begitu saja dengan mudahnya. Entah dengan cara berwisata kuliner, memborong pakaian idaman yang terpajang di etalase butik ternama, menari di atas lantai dansa dengan diiringi musik bertempo cepat pilihan DJ yang berdentum memekakkan gendang telinga, atau bahkan untuk menyewa perempuan yang bisa dimanfaatkan sesuka hati oleh para pria kesepian.

Seorang laki-laki berusia sekitar dua puluh tahunan tampak keluar dari bar sederhana di pinggir jalan. Dilihat dari wajahnya nan merah padam serta arah langkahnya yang gontai tak menentu, tidak perlu diragukan lagi bahwa dia sedang dalam keadaan mabuk.

Pemandangan orang yang berjalan sempoyongan di trotoar karena mabuk berat bukanlah hal yang asing ditemui selepas larut tengah malam, apalagi bila mengingat budaya minum minuman keras yang lekat dalam dinamika kehidupan sehari-hari di Korea Selatan.

Penglihatannya yang tak terfokus membuat pria tadi secara tidak sengaja menubruk seorang pejalan kaki wanita yang datang dari arah berlawanan.

Menyadari bahwa si penubruk berada di bawah pengaruh alkohol dan demi menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, perempuan yang dimaksud dengan sekuat tenaga mendorong sang lelaki ke samping seraya berucap kesal, "Menjauh dariku, dasar pria menjijikkan!"

Karena tidak sanggup mengontrol diri, pemuda tersebut oleng hingga tubuh besarnya jatuh dan beradu dengan tanah. Dia mendarat di suatu gang kecil nan gelap yang memisahkan antara dua bangunan pertokoan, di dekatnya terdapat tumpukan kantung sampah besar yang dibuang oleh pemilik kios agar bisa dipungut dan didaur ulang oleh dinas kebersihan daerah setempat.

Laki-laki bernama Kang Daniel itu mencoba untuk bangkit berdiri, namun gagal. Entah kenapa otot kakinya seperti tak cukup bertenaga untuk menopang berat tubuhnya sendiri.

Dalam keadaan menyedihkan begini, sempat-sempatnya dalam hati Daniel menyangsikan apakah dia tengah ditipu oleh indra penglihatannya atau tidak. Namun yang jelas, samar-samar Daniel menangkap sosok seekor kucing hitam nan anggun di kejauhan.

Hewan tersebut duduk di bawah tiang lampu jalan dengan bermandikan cahaya temaram yang menjadi satu-satunya sumber penerangan pada gang tempat mereka berada, sorot mata kuningnya tertuju lurus tepat ke arah Daniel.

Atau betulkah demikian?

Kemudian barulah Daniel teringat akan sebuah mitos, bukankah kucing hitam merupakan pertanda kesialan atau bahkan kematian?

Masih sambil beradu pandang dengan si kucing, Daniel tertawa sinis.

"Iya, benar. Kau pasti kucing utusan dewa kematian. Kalau begitu ambil saja nyawaku, toh aku ini hanyalah sampah masyarakat yang tidak berguna."

Selepas Daniel meracau, kucing tadi malah berjalan menghampiri sang pemuda. Alih-alih mencakar, binatang berkaki empat yang dimaksud malah mengeong sebelum mendekatkan kepalanya dengan kepala Daniel seakan ingin agar manusia itu membelainya.

Tentu saja Daniel terenyuh melihatnya, apalagi dia pribadi merupakan seorang penyayang kucing.

"Oh, ternyata kau anak baik. Aku jadi merasa bersalah karena sudah menuduhmu sebagai pencabut nyawa."

Masih dalam posisi berbaring, sepasang tangannya sibuk memeluk sekaligus mengelus setiap senti kulit sang kucing.

Dinilai dari tekstur bulunya yang lembut dan bersih serta perangainya yang penurut, Daniel mengambil kesimpulan bahwa hewan ini barangkali sempat mempunyai majikan sebelum dilepas menjadi tak bertuan.

"Tampaknya kita berdua sama ya, sama-sama terbuang dan dicampakkan oleh orang yang paling kita sayang," gumam Daniel, dia masih berada di bawah pengaruh kuat bir. "Tapi kau masih jauh lebih baik ketimbang 'mereka', setidaknya kau tidak akan berkomentar serta menghujatku macam-macam tanpa tahu apa-apa. Padahal sudah jelas di sini bukan aku yang salah... Persetan dengan para manusia itu, terutama perempuan."

Mungkin karena kandungan alkohol dalam badan Daniel sudah sepenuhnya menyatu dengan aliran darah, lambat laun Daniel merasa kesadarannya kian meredup. Kedua kelopak pada netranya perlahan mengatup hingga dia pulas terlelap.

Masih dalam posisi berbaring mendekap erat kucing hitam.

🌙🌙🌙

Fajar telah menyingsing tatkala Daniel kembali dari pengembaraannya di alam mimpi. Mendudukkan diri di atas kasur, dia mengusap-usap pelupuk matanya demi mengusir kantuk yang masih saja bergelayut di sana.

Namun baru sebentar Daniel berusaha untuk mengumpulkan kesadarannya, dia merasakan suatu desakan ganjil yang mendorongnya untuk mengeluarkan segala macam zat yang terkandung di dalam perut.

Dia ingin muntah. Teramat sangat ingin muntah.











BLAM!

Didorongnya pintu kamar hingga menjeblak terbuka usai Daniel menyibakkan selimut yang semalaman sempat membelenggu tubuh.

Tetapi ketika si penyandang marga Kang hendak berlari menuju ke toilet, alangkah terkejutnya dia begitu menyadari bahwa furnitur serta keseluruhan interior dari ruang tamu dan ruang makan dalam apartemen ini sama sekali asing, tak dapat dia kenali.











Daniel tidak sedang berada dalam kediamannya sendiri.











Seakan belum cukup membuat Daniel kaget, dari arah dapur keluarlah seorang laki-laki berambut hitam dengan tinggi semampai mengenakan kemeja semi-formal putih di balik celemek beserta celana panjang katun berwarna sama kelamnya seperti rambutnya.

Menenteng nampan yang mengangkut sejumlah makanan di atasnya, pria tersebut malah menyapa Daniel dengan ceria, "Oh, akhirnya kau bangun juga. Selamat pagi, ini sudah ku masakkanㅡ"

"CEPAT BERITAHU AKU DI MANA LETAK KAMAR MANDINYA!" raung Daniel putus asa.

Apakah lawan bicara Daniel terperanjat? Tentu saja, siapa juga yang tidak heran melihat seseorang yang asing malah berteriak tanpa sebab ke arahmu?

Begitu lelaki barusan menunjuk sebuah pintu di sudut apartemen, Daniel buru-buru melesat sambil menekap mulut dengan satu telapak tangan supaya dia tidak muntah sebelum sampai di toilet.

Masuk ke sana dan membanting pintu untuk yang kedua kalinya pada pagi hari ini, tak sedikit pun Daniel hiraukan ekspresi bingung yang terlukis pada wajah sang empunya rumah.

Efek sisa alkohol semalam membuat Daniel terlalu mual untuk memusingkan soal siapa orang itu dan di mana dirinya tengah berada kini.



So here it is, my first attempt to write an Ongniel fic :) Your votes and comments would be greatly appreciated~

Black Feline⚫ongnielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang