Cairan, cairan, dan cairan.
Hanya satu jenis zat itulah yang mengalir dari saluran pencernaan Daniel, keluar melalui mulutnya, dan bermuara di dalam kloset. Banyaknya mililiter air yang terbuang barangkali setara dengan bergelas-gelas minuman keras yang Daniel tenggak di bar semalam, belum lagi ditambah fakta bahwa dia tidak mengonsumsi makanan apapun di waktu yang bersamaan hingga menyebabkan perutnya kosong.
Sejujurnya dia lelah, rasanya tidak nyaman jika harus memaksakan diri untuk memuntahkan isi perut ketika perutnya sendiri sudah tidak mempunyai isi yang bisa dimuntahkan lagi. Tapi tidak ada jalan lain, hanya ini satu-satunya cara untuk mengusir dorongan kuat akibat kandungan alkohol nan meminta untuk dibebaskan dari rongga lambung.
Dianggap sudah cukup, barulah Daniel bangkit dari posisinya yang berlutut di lantai depan kloset seraya menekan tombol flush untuk kemudian membasuh muka serta mulut di wastafel. Dinginnya temperatur air seketika melenyapkan kantuk yang semula bergelayut pada pelupuk mata Daniel.
Dengan tetesan-tetesan air bergulir menuruni lekuk wajahnya, pemuda tersebut menoleh menatap pantulan diri sendiri di cermin.
'Menyedihkan...' batinnya masam. 'Lihatlah betapa hancurnya dirimu. Kalau begini terus, apa bedanya kau dengan para gelandangan di luar sana?'
Helaan napas panjang meluncur dari mulut Daniel, diputarnya keran untuk mematikan aliran air sebelum dia meninggalkan wastafel.
Begitu keluar dari dalam kamar mandi, lagi-lagi pria berkemeja tadi menjadi objek pertama nan menyapa indra penglihatan Daniel. Berbeda dengan beberapa saat yang lalu, orang itu sudah tak lagi mengenakan celemek dan makanan-makanan yang sempat dibawanya di atas nampan kini terhidang apik di atas meja.
Melihat wajah serta bagian depan kerah baju sang tamu yang agak basah, si pemilik apartemen bertanya, "Perlukah ku ambilkan handuk untukmu?"
"Tidak usah." Sedemikian singkatnya balasan dari Daniel sebelum dia balik bertanya, "Kau siapa? Dan kenapa aku bisa ada di sini?"
Bukannya menjawab, lawan bicara Daniel malah melancarkan gestur tubuh demi mempersilakan Daniel untuk menempati meja makan.
"Bagaimana kalau kita sarapan dulu? Baru setelah itu kau bisa memulai sesi tanya jawab sesuka hatimu," tawarnya, lengkap dengan cengiran memamerkan deretan gigi nan rapi terawat. "Kebetulan sekali perutmu sudah kosong selepas memuntahkan semua isinya, jadi sekarang kau tinggal menyantap haejangguk serta teh hijau hangat buatanku sebelum mereka keburu dingin."
Awalnya Daniel menurut saja dengan ikut duduk di salah satu kursi makan yang tersedia. Tetapi ketika berhadapan dengan mangkuk berisi sup racikan khas yang biasa dikonsumsi guna meredakan pening beserta efek samping akibat kandungan alkohol dalam tubuh, Daniel bergeming dan hanya mengamatinya dengan penuh selidik.
Jangankan mulai makan, sumpit Daniel pun bahkan belum disentuh olehnya.
Menyadari sikap janggal yang dilakukan oleh tamunya membuat sang penyedia menu sarapan angkat bicara, "Jangan paranoid begitu, santai saja. Aku tidak menaruh racun di dalam haejangguk-nya kok. Masa kau tega mencurigai orang yang telah bersusah payah menolong dan mengangkut tubuh pingsanmu dari jalanan?"
Usai mendengar pengakuan dari laki-laki yang ternyata menolongnya semalam, barulah Daniel berani untuk menuangkan haejangguk ke dalam mangkuk nasinya dan segera bersantap. Hangat nan menguar dari makanan tersebut seakan menjalar hingga ke seluruh tubuh Daniel tatkala kuahnya mencapai kerongkongan.
"Ong Seongwoo, itu namaku. Kalau ke depannya ternyata aku mengakibatkan sesuatu hingga terjadi apa-apa padamu, kau bisa melacakku dengan nama itu dan melaporkanku ke pihak yang berwajib."
"Aku Daniel, Kang Daniel." Sang lelaki berbahu lebar menyesap teh hijau dalam gelasnya. "Jadi tadi malam aku benar-benar tak sadarkan diri ya? Di tengah jalan?"
Maklum, orang yang tengah mabuk berat mana mungkin sanggup untuk mengingat apa saja yang terjadi padanya selama substansi alkohol menguasai tubuhnya.
Anggukan kepala diperbuat oleh Seongwoo sebagai balasan, masih sambil makan dengan tenang. Melihat jawaban barusan membuat otak Daniel berusaha keras mereka-reka ulang apa saja yang dia lakukan pada malam sebelum ini.
Kalau tidak salah, badan Daniel sempat didorong oleh seorang perempuan hingga oleng dan jatuh ke suatu gang yang gelap. Di sanalah Daniel menjumpai seekor kucing hitam yang sempat dipeluk-peluk olehnya sebelum kehilangan kesadaran.
"Oh iya, aku jadi teringat akan sesuatu. Saat kau menemukanku kemarin, apa masih ada seekor kucing di dekat posisiku terbaring?" tanya si penyandang marga Kang dengan penuh rasa ingin tahu. "Padahal bulu kucing itu bagus sekali, bersih dan lembut seperti pernah dipelihara oleh manusia. Aku jadi ingin mengadopsinya."
Tanpa disadari oleh Daniel, Seongwoo malah tersenyum-senyum sendiri di balik serbet makan yang dia pakai untuk menyeka mulut.
"Wah, entahlah. Barangkali dia kabur, namanya juga kucing liar. Apalagi dia habis dijadikan tempat curhat mendadak oleh seorang pemabuk, tentu saja dia malas mendengar ocehan tidak bermutu semacam itu."
Daniel tertegun.
Sepengetahuan dia, tak ada satu manusia pun yang berada di dekatnya sewaktu Daniel kelepasan bercerita pada kucing yang dimaksud. Jadi mustahil ada orang lain yang bisa mencuri dengar racauannya, termasuk Seongwoo.
"Kau... Kau tahu dari mana soal itu?" Daniel kembali mengaktifkan mode penuh waspadanya. "Karena aku merasa tidak pernah menceritakan apa-apa kepada siapapun selain kucing itu."
Seongwoo hanya terkekeh misterius. Dibanding memberikan pembelaan, dia lebih memilih untuk bangkit dari kursi lalu berjalan ke dapur sambil menenteng mangkuk, sumpit, beserta segenap peralatan makannya yang baru selesai digunakan.
Merasa kesal karena diabaikan, Daniel cepat-cepat menyusul langkah Seongwoo menuju dapur. "Brengsek, aku belum selesai berbicarㅡ"
Namun hardikan Daniel terhenti, alangkah terkejutnya dia mendapati tidak ada siapa-siapa di dalam ruangan yang bersangkutan.
Padahal pintu akses dari dan ke dapur hanya ada satuㅡyang notabene sedang dihadang oleh Danielㅡdan jendela pun semuanya tertutup rapat.
Alih-alih Seongwoo, seekor kucing berbulu hitam total dengan warna mata kuning kini mendongak menatap Daniel dari lantai di bawah kaki si manusia.
Dia kucing yang sama seperti yang ditemukan oleh Daniel tadi malam.
"KaㅡKamu?" panggil Daniel kaget. "Tapi ke mana perginya orang yang bernama Seongwoo itu?!"
Dengan penuh keanggunan, kucing tadi melengos melewati sela-sela kaki Daniel. Keempat tungkai mungilnya bergantian menapak santai mengarah ke kamar tidur yang sempat Daniel huni sebelum masuk dan lenyap ke balik pintunya.
Beberapa detik berselang, Seongwoo muncul dari belakang pintu kamar Daniel. Dari lokasi yang persis seperti tempat menghilangnya sang kucing.
"Kau terkejut 'kan?" Seongwoo tertawa mengamati wajah Daniel yang berubah pucat pasi akibat dilanda syok. "Aku tahu kok, semua orang yang pernah ku 'tolong' juga sama terperanjatnya seperti kau saat mereka menyadari kalau aku adalah kucing hitam itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Feline⚫ongniel
Fiksi PenggemarTerombang-ambing dalam sisi kehidupan nan kelam, Kang Daniel mengira bahwa hanya alkohol dan rokok yang dapat menghiburnya hingga dia bertemu dengan Ong Seongwoo, laki-laki dengan senyuman penuh misteri yang kerap menjelma menjadi seekor kucing hita...