Penolong

7.6K 703 27
                                    

"Heh dari kemarin kemana aja lo? Mati lo? Dihubungi nggak bisa-bisa!"

"Kenapa? Kangen lo Tom?"

"Kita kemarin mau ngajakin lo hunfot babe. Lo nya malah nggak ada kabar. Kan jadi nggak ada yang motoin!"

Kedua mahluk absurd yang sangat aku sayang ini mulai mengusik pagiku. Aku saja baru tau kalau kemarin selama di Bogor aku tidak membawa ponsel. Biasanya benda itu tidak pernah absen dari daftar barang bawaan. Tapi entah mengapa kemarin aku bisa luput tidak membawanya.

"Sori deh, kemarin gue lupa bawa iPhone gue. Pas udah di Jogja baru sadar kalo ketinggalan."

"Emang lo kemana sih? Tumben banget pergi nggak bawa benda kotak kesayangan lo itu."

"Ke Bogor."

"HAAA BOGOR?"

Secara serentak Tom dan Cat meneriaki pertanyaan yang sama. Mereka cocok. Aku memandangi mereka secara bergantian. Apa ada yang salah dengan ucapanku? Mereka memandangku dengan tatapan terkejut.

"Plis deh, lebai banget lo semua."

Aku meniup milo panasku lalu menyeduhnya, menghiraukan pandangan Cat dan Tom.

"Lo ngapain ke Bogor? Sama kurcaci kan? Oh jadi lo sekarang udah mulai nerima dia nih?"

Aku menatap tajam kearah Cat. "Iya gue sama dia. Tapi bukan berarti gue nerima dia."

"Lah terus kenapa lo mau ke Bogor sama dia?"

Untuk kali ini aku hanya diam. Aku sendiri tidak tau mengapa aku mau menemani beasty ke Bogor. Kalaupun aku tau, kemarin disaat beasty menanyakan hal yang sama dengan Tom pasti aku tidak akan membentaknya. Sungguh aku tidak tau alasannya. Tolong jangan tanya kenapa.

"Gue sendiri juga nggak tau. Plis deh jangan tanya kenapa." Aku kembali menyeduh miloku. Cat menatapku secara intens.

"Oh jadi si jahat udah menjelma menjadi malaikat nih ceritanya?"

Aku tidak menggubris ucapan Cat. Seorang gadis dengan pita pink yang bertengger manis di kepalanya berjalan dengan menundukkan kepala. Gadis itu berhasil menyita perhatianku. Sekelebat ingatan tentang senyuman gadis itu terputar jelas didepan mataku. Aku menggelengkan kepala, mencoba menghilangkan ingatan itu.

"Kenapa lo?"

Aku menggeleng. Dan terus menggeleng. Semakin aku menggeleng ingatan itu semakin kuat. Ada apa ini?

"Kenapa sih lo El?"

Gadis itu berjalan melewati meja yang aku tempati. Dia duduk tidak jauh dari mejaku dan memesan makanan. Senyuman itu kembali terukir diwajahnya saat Pak Gito pergi meninggalkannya. Oh senyuman itu.

Mendapati diriku yang makin tidak waras, aku memilih untuk pergi meninggalkan kantin. Bebarengan dengan aku berdiri. Aku mendengar suara yang sangat kasar keluar dari mulut seorang lelaki. Aku mencari dari mana asal suara itu.

"Eh liat nih ada wonder women sipit. Heh cina lo nggak ada pantesnya jadi wonder women. Lo pantesnya jadi bintang film porno! Hahahaha."

Tepat dimana beasty duduk, ada empat laki-laki yang sedang mengerumuninya. Sedangkan orang-orang disekitar mereka tertawa dengan keras. Beasty menundukkan kepalanya.

"Brengsek!"

Aku mengepalkan tangan kuat-kuat. Tom berdiri mendekatiku. Cat menggengam tanganku. Melihat hal itu, aku tidak bisa tinggal diam. Aku mendekati kerumunan itu. Begitu juga dengan Tom dan Cat.

"Minggir!"

Aku mendorong laki-laki bertubuh besar yang menutupi jalanku. Seketika keadaan kantin menjadi hening. Tidak ada lagi yang tertawa. Mereka semua terdiam.

Mo CuishleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang