Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari. Sudah berhari-hari lamanya aku dan gadis manja itu tidak pernah bertemu dalam satu ruangan. Saat aku didapur dia dikamar, saat aku dikamar dia keluar. Saat aku diruang santai, dia berenang. Ya semacam itulah. Sampai disuatu pagi yang cerah ponsel ku berdering, telpon dari Pak Anu.
"Non, berangkat sama Non Lena ya? Saya nggak bisa ngater, Bi Ani lagi sakit."
"Sakit apa? Bawa bibi ke rumah sakit ya Pak, jangan cuma dirumah takutnya nanti ada apa-apa. Nanti kalau bisa aku kesana jenguk Bi Ani."
"Oke Non, ndakpapa Non kalau nggak bisa jenguk. Makasih ya Non."
Aku menutup telpon dari Pak Anu, lalu menghela nafas panjang. Oke bagus. Pagi-pagi begini aku harus menerima kabar yang kurang mengenakan. Aku harus mengantarkan gadis manja itu?
Cih! Gak akan pernah mau!
Setelah aku berpakaian dan bersiap-siap, aku keluar dari kamar, menuju ke dapur. Ini masih pagi, masih bisa untuk bikin sarapan. Sarapan itu penting untukku.
Aku mengambil sebungkus roti tawar dan nuttela yang berada didalam kulkas, lalu membawanya ke meja makan. Aku mengambil dua helai roti lalu melapisinya dengan nuttela. Kemudian memakannya dalam diam. Bi Ani dan Pak Anu tidak ada, otomatis rumah ini tambah sepi.
Bi Ani dan Pak Anu itu adalah sepasang suami istri, mereka sudah mengabdi pada keluargaku semenjak aku kecil. Saat tau PaMa harus berpisah Bi Ani dan Pak Anu memilih untuk tinggal dengan aku dan mama sesuai permintaan Mama. Semenjak PaMa bercerai, Papa masih sering menemuiku, meski hak asuhku jatuh pada Mama.
Aku tidak pernah mempermasalahkan harus diasuh oleh siapa, toh nanti aku juga memilih untuk tinggal sendiri. Kadang aku merasa aneh dengan diriku, otak dan hatiku tidak sinkron. Otak memilih tinggal sendiri tapi hatiku memilih tinggal dengan Mama.
Roti terakhirku habis saat gadis manja itu keluar dari kamarnya. Dia memakai pita pink, lagi. Menjijikan!
Dia menghampiriku di meja makan. Aku bangkit saat dia duduk. Aku mengambil sebungkus roti dan nuttela untuk aku kembalikan ke dapur. Gadis itu menatapku saat aku hendak melangkah. Aku tidak memedulikan tatapannya yang seolah-olah ingin mengata-ngatai aku.
Setelah dari dapur aku mengambil kunci motor, aku menghampiri gadis manja itu yang sedang berjalan kearah meja makan. Dia mengambil roti dan Nutella-ku. Brengsek!
Aku melemparkan kunci motor yang tadi aku ambil ke meja, kunci itu jatuh tepat di depan tangan beasty yang sedang membuka bungkus roti.
"Itu kunci si ganteng. Lu bisa naik motor, 'kan? Jangan sampai si ganteng lecet sedikit pun, kalau gue tau ada kelecetan atau something wrong, kelar idup lo!"
Gadis itu hanya menatapku. Setiap gadis itu menatapku, rasanya aku ingin menampar wajahnya. Aku melangkah pergi menjauhi beasty menuju si cantik. Disepanjang perjalanan aku hanya bisa tertawa. Aku tau pasti gadis itu tidak bisa mengendarai si ganteng, secara si ganteng itu motor Yamaha MT-10 Tourer. Hahaha.
++++
"Kenapa lo senyum-senyum? Gila lo?"
Aku hanya menggeleng menanggapi pertanyaan Cat. Cat menempelkan punggung tangannya di dahiku, lalu tangan itu menempel di pantatnya.
"Sama kok panasnya."
Aku merengut melihat itu. Dikata aku gila apa?!
"Anjir lo, gue nggak gila!"
Cat hanya terkekeh. Tom masuk bebarengan dengan guru Bahasa Indonesia yang gantengnya kelewatan. Aku menatap Tom, Tom hanya tersenyum. Aku tau arti senyuman itu. Dasar lelaki kardus!
Pelajaran pagi itu hanya diisi dengan cerita-cerita dari Pak Mika. Cara mengajar Pak Mika memang lebih banyak berinteraksi dengan murid, dia jarang menerangkan teori. Maka pantas saja Pak Mika menjadi guru kesayangan. Selain ganteng, Pak Mika orangnya asik.
Setelah pelajaran Bahasa Indonesia dan pelajaran Kimia selesai, aku dan dayang-dayangku menyambangi kantin. Kantin terlihat penuh, tidak ada kursi yang kosong. Kalau situasinya seperti ini, aku dan Cat akan mengerahkan Tom untuk mencarikan tempat duduk.
Di pojokan kantin terdapat anak kelas satu sedang menunggu pesanan mereka--mungkin. Gadis-gadis itu merupakan sasaran empuk. Dengan langkah pasti, Tom mendekati mereka, dan berbicara entah apa aku tidak tau. Setelah beberapa menit, gadis-gadis itu melangkah pergi dengan senyuman yang menggembang di bibir mereka. Tom berhasil. Aku dan Cat saling pandang lalu ber-high five.
"Lu emang yang paling jago Tom kalau urusan cewek."
Aku dan Cat duduk didepan Tom, Tom cemberut melihat aku dan Cat yang tertawa lepas.
"Nggak lagi-lagi deh gue deketin adek kelas macam mereka. Agresif banget, nggak suka!"
Melihat Tom yang cemberut seperti itu, rasanya aku ingin menggigitnya. Dia nggak cocok cemberut kayak gitu.
Pak Gito datang dengan nampan berisi tiga porsi soto ayam dan tiga gelas es teh. Ditaruhnya soto dan es teh itu dimeja kami. Aku mengambil satu porsi soto, mengambil kecap lalu menungkan sedikit ke mangkuk sotoku, tidak lupa juga aku memeras jeruk nipis, agar rasa sotonya semakin nikmat. Kami makan dengan santai sambil mendengarkan cerita Tom yang tadi pagi bisa berjalan beriringan dengan Pak Mika.
Selesai makan, aku mendekatkan gelas es tehku lalu meminumnya. Cat menyenggol lenganku, aku menatapnya.
"Itu bukannya adek lo?"
Cat menunjuk beasty dengan dagunya. Gadis manja itu duduk tidak jauh dari tempatku, ditemani oleh kedua temannya yang sama cantiknya. Bedanya mata mereka lebih 'melek' dari si manja.
"Bukan. Gue nggak pernah punya adek." Aku kembali fokus dengan es tehku. Tom membalikan badannya,
"Yang mana sih, Cat?"
"Itu yang pakai pita pink, pakai kacamata frame-nya warna item."
Aku menghela nafas, sedetik kemudian aku punya ide. Aku bangkit dari kursi.
"Mau kemana lo?"
"Ke Pak Gito, ada urusan."
Aku melangkah ke arah stand Pak Gito. Pak Gito tersenyum melihat kedatanganku.
"Meh mbayar El?"
Aku menggeleng. Aku mendekati Pak Gito. Berbisik di telinganya. Pak Gito mengangguk. Setelah aku berterima kasih, aku duduk ditempat semula. Cat dan Tom menatapku dengan curiga.
"Ada rencana apa lo sama Pak Gito?"
"Tuh lihat aja."
Aku menatap lurus kearah gadis manja itu. Pak Gito mendekati gadis manja itu dengan membawa nampan berisi mi goreng super pedas dan segelas es teh dengan tambahan saos pesananku untuk gadis itu. Gadis itu tersenyum saat Pak Gito menaruh piring, lalu Pak Gito pergi meninggalkannya.
Beasty dengan semangat memakan mi goreng itu. Satu suap, dua suap, lalu saat suapan ketiga, gadis itu berteriak kepedesan. Sesuai rencanaku, gadis itu meminum ranjau yang aku pesan. Gadis itu semakin berteriak. Seisi kantin menatapnya. Aku tersenyum menang. Cat dan Tom geleng-geleng kepala.
"Sumpah jahat banget lo El."
"Itu bukan apa-apa. Yuk ah balik kelas."
Aku berdiri, gadis itu menatapku. Mukanya merah padam. Dia marah, malu, apa kepedesan? Ah bukan urusanku! Aku melangkah pergi melewati gadis itu dengan sombongnya. Teman-teman gadis itu berbisik entah apa yang mereka bisikan.
Hari itu adalah hari kesialannya. Hari-hari berikutnya aku pastikan dia akan menderita.
=================
KAMU SEDANG MEMBACA
Mo Cuishle
Roman d'amourKarena benci telah berevolusi menjadi cinta. Cinta itu bisa datang kapan saja, dimana saja, dan kepada siapa saja, bukan? "Kau adalah papaver somniferum ku." -El. . . . Copyright © 2017 by blavkflannel_ Hak Cipta Terlindungi Status: Completed. Gxg...