Hanya Mimpi

7K 689 76
                                    

Pagi ini, kantin terlihat masih sepi, hanya beberapa gelintir anak yang menyambangi kantin. Tidak seperti biasanya aku kembali memesan segelas kopi hitam untuk aku seduh pagi ini.

Ingatan tentang kejadian tadi malam saat di dalam mobil kembali terputar. Aku berulangkali merutuki kebodohanku sendiri, tetapi ada yang membuatku sedikit heran, yaitu; kenapa beasty tidak menghindar tetapi malah menutup matanya? Apa yang sebenarnya dia pikirkan malam itu?

"Morning, El. Ngopi lagi?"

Aku mendongakkan kepala dan mendapati Tom yang sedang tersenyum. Dia mengambil tempat duduk di depanku, lalu memesan coklat panas ke Pak Gito.

"Lagi ada pikiran, El?"

Aku menggeleng. Pak Gito datang dengan membawa pesanan Tom. Sebelum Pak Gito pergi, Tom kembali memesan satu porsi nasi goreng. Pak Gito mengangguk lalu pergi kembali ke standnya.

"Cat mana?"

Aku menatap Tom yang sedang menyeduh coklat panasnya. Dia mengangkat bahu.

"Nggak tahu, tasnya ada di kelas tapi orangnya nggak ada. Gue pikir lagi sama lo, makanya gue nyamperin kesini. Eh ternyata nggak ada."

"Gue daritadi nggak liat dia. Tumbenan dia ngilang gitu."

Obrolan kami terhenti ketika Pak Gito kembali datang dengan membawa sepiring nasi goreng pesanan Tom. Tom berterima kasih lalu menyantap nasi gorengnya.

"Mau nggak El?"

Aku menggeleng.

"Yaudah kalau gitu." Tom kembali melanjutkan aktifitasnya.

Aku menatap kopi hitamku yang mulai dingin--tanpa ada niatan untuk meminumnya. Otakku terus saja memikirkan beasty. Tadi pagi aku berangkat dengannya, dan tidak ada obrolan yang terjadi diantara aku dan dirinya. Seakan kami ini saling bermusuhan. Eh, bukankah dia memang musuhku?

"El, itu bukannya kurcaci lo? Tumben dia ke kantin sendirian."

Mendengar nama kurcaci disebut, aku mendongakkan kepala mencari dimana keberadaan orang itu.

Gadis itu berjalan dengan menundukkan kepala, melewati beberapa kakak kelas. Tanpa dia sadari, dia telah melewati meja tempat aku duduk.

"Woy, kalau jalan itu liat depan. Emang tanah lebih menarik daripada manusia?"

Aku yang kesal karena tidak dilihat oleh beasty hanya bisa memarahinya. Dia menoleh ke arahku sekilas dan berlalu begitu saja. Tanpa mau membalas ucapanku ataupun sekedar menyapa.

Kenapa sih? Apa salahku? Kenapa dia jadi bersikap seperti itu?

Aku mendengus kesal, lalu meneguk kopi hitamku dalam sekali teguk. Tom memandangku dengan heran.

"Kenapa sih lo, El? Aneh banget sikap lo."

Aku menggeleng. Tom tidak tahu betapa kacaunya pikiranku. Jadi seperti ini rasanya diacuhkan oleh seorang yang aku suka?

"El, gue tau lo nggak lagi baik-baik aja. Cerita deh sama gue."

Belum sempat aku berbicara, Cat datang dengan muka yang ditekuk. Dia menghempaskan dirinya, duduk di sampingku.

Aku dan Tom saling pandang. Bibir Tom bergerak, mengucapkan kalimat tanya 'kenapa dia?' tanpa bersuara. Aku mengangkat bahu, pertanda tidak tahu. Baru kali ini aku melihat Cat sebete itu.

Baru saja aku ingin bertanya, seorang bidadari datang menghampiri meja kami. Aku terkejut mengetahui Kak Aurora sudah duduk di samping Tom. Tom dan aku kembali saling pandang. Ini bukan pertanda baik.

Mo CuishleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang