Kumohon sadarlah.

16 2 0
                                    

Aku menabrak sebuah pohon besar, aku masih sanggup untuk keluar dari mobil sebenarnya cuma kaki ku terjepit aku tidak bisa keluar meski ingin.

Ku tekan terus klakson sehingga berbunyi sangat keras. Beberapa warga datang menghampiriku. Mereka mulai mencoba membantuku untuk keluar dari dalam mobil. Pintu sudah terbuka, sabuk juga. Namun, mereka masih kesulitan untuk membantuku keluar.

Ku lihat mobil mengeluarkan percikan api. Lalu polisi dan juga pemadam kebakaran datang menolong. Pada saat itu pula aku kehilangan kesadaran. Semua menjadi gelap. Namun pikiran ku terus berjalan. Aku memikirkan Raisa. Istriku. Bagaimana jika aku meninggal? Dia akan menjadi janda yang sangat cantik dengan harta berlimpah dan 3 orang anak yang tengah dikandungnya. Aku sangat takut kehilangan dia dan juga calon dari anak-anakku. Aku takut membuat dia khawatir. Aku takut mencemaskan dia. Aku takut membuat kondisi kandungannya melemah karena ku. Maafkan aku Raisa.

Author Pov~

Setelah ku jelaskan mengenai telepon yang kuterima, akhirnya Vina mengerti. Lalu memelukku erat. Ia meraih ponselku. Lalu mencari nomor telepon Thomas. Karena aku memintanya. Sebab Thomas diamanatkan untuk menjagaku selama Rumi sibuk.

Hanya menunggu 15 menit setelah Vina menelepon Thomas. Ia pun datang kerumah. Lalu membantuku berjalan, memasuki mobilnya. Vina dan Thomas membopongku.

Kini aku telah berada dimobil Thomas, dikursi berdua duduk bersampingan dengan Vina. Aku bersandar dibahu Vina. Ia mengelus-elus rambutku. Menyelipkan rambut yang menutupi muka kedaun telinga ku.

"Sabar sayang" bisik Vina.

"Rumi baik-baik saja, dia kuat percayalah" Thomas juga.

Aku terus menangis memikirkan Rumi. Hatiku sangat tidak tenang. Pikiran ku terus menerawang.

---

"saya istri dari Rumi Buck yang mengalami kecelakan tolong beritahu saya dimana dia sekarang" pintaku cepat kepada seseorang dibagian administrasi.

"Mohon tunggu sebentar Nyonya biar saya periksa terlebih dahulu" ia membuka-buka buku yang sedari tadi ada dihadapannya. Mungkin dia tidak mengetahui bahwa telah terjadi kecelakan dan pasiennya dilarikan kerumah sakit ini karena ia baru masuk setelah berganti dengan karyawan yang telah selesai bekerja.

"Kumohon lebih cepat" pintaku kesal.

"Sabar Raisa" Vina mengelus-elus punggungku.

"Tuan Rumi masih ada di UGD Nyonya" seraya menunjukan arahnya. Tanpa pikir panjang aku segera menghamburkan diri menuju UGD, ditemani Vina dan juga Thomas yang berjalan disampingku tentunya.

Di UGD sangat hening. Ku lihat beberapa perawat sedang mondar-mandir dengan membawa peralatan entah apa itu namanya dan juga darah yang menempel pada sarung tangannya.

Ku beranikan bertanya kepada salah satu perawat yang ada.

"Maaf, tapi apakah Anda sedang merawat pasien yang kecelakaan?"

"Iya Nyonya. Apakah Anda keluarga dari Tuan Rumi?"

"Iya" aku mengangguk dengan pasti.

"Silahkan ditunggu Nyonya, Tuan Rumi masih tidak sadarkan diri. Karena lukanya lumayan parah. Dan ia masih ditangani oleh dokter"

"Ya Tuhan Rumi" aku sungguh tidak sanggup lagi mendengar itu semua. Sehingga akupun tidak sadarkan diri. Tubuhku lemas. Aku merasakan seseorang sedang menopang tubuhku, entah itu Vina atau Thomas. Yang jelas sekarang aku sedang berada dipangkuannya.

Kucium bau minyak angin. Sehingga aku mampu membukakan mataku perlahan-lahan. Ku lihat sekeliling. Aku berada disebuah ruangan.

"Dimana aku?" tanyaku pada Vina.

"Kamu di UGD juga, tadi kamu pingsan"

"Rumi bagaimana?"

"Dia ada diruangan sebelah, masih ditangani"

"Astaga, sudah berapa lama dia ditangani dokter?"

"Mungkin sekitar 3 jam" jelas Vina memegangi tangan ku.
"Kamu makan dulu" lalu memberikan ku roti.

"Tidak Vina, aku tidak lapar"

"Tapi kamu punya bayi Raisa!" teriak Thomas yang tadi hanya duduk sekarang sudah berdiri menghampiriku.

"Aku tahu! Tapi aku ingin kan Rumi sembuh. Aku ingin kan dia sadar, dan tahu bahwa aku ada disini Thomas!" bentakku kembali. Tanpa sadar air mataku terjatuh.

"Tapi kamu tolong, jaga kondisi kamu dan bayi kamu! Kalau ada apa-apa Rumi pasti akan sedih"

"Sudah cukup Thomas, Raisa sedang kacau" pinta Vina menenangkan ketegangan diantara aku dan Thomas. Aku masih menangis sesenggukan. Sampai akhirnya ada seorang perawat yang berkunjung.

"Permisi"

"Silahkan masuk suster" jawab Thomas.

"Tuan Rumi sudah sadar, dan ia bisa dikunjung. Tapi hanya untuk satu orang saja" jelasnya. Aku senang. Aku bangun dari posisi berbaringku.

"Biar aku yang menemuinya suster"

Perawat tadi mengambilkan kursi roda yang ada didekat pintu untuk membantukku.

Aku sudah duduk diatas kursi roda yang didorong oleh perawat tadi.

"Suster, tolong lebih cepat" pintaku tidak sabar.

"Baik Nyonya" perawat itu mempercepat langkahnya. Sementara Vina dan Thomas berada dibelakang perawat.

Ia membukakan pintu kekamar Rumi. Kini aku tengah berada didalam. Bersamanya. Bersama Rumi dan perawat tadi. Vina dan Thomas menunggu kami diluar. Thomas terlihat merangkul Vina. Vina juga menyandarkan kepalanya kepada pundak Thomas.

Perlahan-lahan Rumi membuka matanya. Aku memegang tangannya, lalu tanpa sadar air mataku berjatuhan mengenai tangannya yang sedang dipasang infus.

"Rumi sayang" panggilku. Ia menatapku. Tatapan kosong. Mengernyitkan dahinya sebentar.

"Kamu sudah sadar?"

"Iya" ia tersenyum. Aku memeluknya senang. Dia mengelus-elus kepalaku. Lalu bertanya.

"Kamu siapa?"

We Are Just...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang