Alisa

16 1 0
                                    

Dokterpun pamit pulang, Rumi mengantarkannya hingga kedepan kamar. Setelah itu ia masuk kembali, lalu duduk disampingku.

"Sayang" ucap Rumi sambil mengelus-elus kepalaku.

"Hm" jawabku.

"Terimakasih ya"

"Buat apa?"

"Terimakasih karena kamu sedang mengandung anak kita. Aku sungguh sangat bahagia, semoga kamu dan calon anak kita sehat selalu ya"

"Amin amin, semoga ya sayangku"

Rumi memelukku hangat. Tiba-tiba bel kamar kami berbunyi. Kami sangat terkejut, Rumi segera membuka pintu untuk melihat siapa yang datang.

"Mas ini sarapannya" ucap seorang pria dari luar. Ternyata pelayan penginapan memberikan kami sarapan. Rumi meletakannya dimeja makan. Akupun menghampirinya.

"Sayang, ko ga bilang sih kalau mau kesini, kan biar aku bantu" ucapnya khawatir.

"Ah kamu ini, aku kan bisa hati-hati"

Rumi tidak menjawabnya. Ia menyiapkan sarapan untuk ku.

"Makan yang banyak yaa, kasian nanti dedeknya kelaperan hehehe" ucapnya.

Akupun hanya tertawa ringan melihat tingkahnya yang begitu lucu.

"Sayang ke pantai yuk" ajak ku.

"Ayo, ambil baju hangat dulu ya. Nanti masuk angin"

"Yaampun sayang ini kan panas"

"Tapi sayang, ini itu penting"

Aku tidak berani membantahnya lagi, Rumi berubah menjadi sangat perhatian terhadapku.

***

Dibawah teriknya matahari, aku dan Rumi berjalan menyusuri tepi pantai. Keadaan ini sungguh membuatku tenang. Semua ini adalah anugerah dari Tuhan untuk kehidupan ku.

Aku dan Rumi duduk dikursi diwarung pinggir pantai, menikmati kelapa muda berdua. Ia memberikan kelapa muda itu tanpa es. Sengaja katanya. Tapi tak apalah, toh kelapa ini juga sudah sangat menghilangkan dahagaku.

"Rumi?" tanya seorang wanita. Ku rasa itu adalah temannya.

"Eh hay alisa" Rumi bangkit dari duduknya untuk menyamakan posisinya dengan wanita itu. Tiba-tiba saja Rumi menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat tangan. Wanita itupun meresponnya, menjabat tangan Rumi dan lalu mencium pipi kanan dan kiri Rumi.

"Wah berani-beraninya" pikirku.

"Rumi, kamu ko makin ganteng aja sih?"

"Ah kamu ini bisa aja, kamu juga makin cantik aja Alisa"

"Loh ini ko Rumi juga sama aja sama si cewek ganjen itu?" pikirku lagi.

"Serius loh, nomor kamu masih yang dulu kan?" tanyanya, Rumi pun mengangguk.

"Nanti aku kabarin lagi ya, aku harus kesana dulu nih, udah ditunggu sama yang lain soalnya, masih ada 1 scene" wanita itu pun pergi tanpa menyapaku. Apa mungkin dia tidak melihatku? Ah tapi itu tidak mungkin. Aku kan bukan hantu, aku masih hidup. Rumi kembali duduk disampingku. Lalu ia melihat ke arahku.

"Sayang kamu kenapa? Ko diam aja?"

"Gapapa" jawabku singkat.

"Itu air kelapanya udah abis loh, ko masih kamu sedot aja?"

Tanpa sadar, aku masih menyedot kelapa itu padahal telah habis.

"Aku mau pulang" jawabku, sambil berjalan.

"Eh eh sayang, tunggu dulu. Aku belum bayar kelapanya"

Rumi ingin mengejarku, tapi ia harus membayar kelapa itu terlebih dahulu.

Setelah dibayar, Rumi berusaha berlari mengejarku.

"Sayang" teriaknya dari belakang, tapi aku tidak ingin membalikan badan ku, bahkan untuk menengoknya saja aku tidak sudi. Seenaknya saja dia bermesraan dihadapanku, wanita yang tengah mengandung calon anaknya. Memang ku akui Rumi tampan, dan pasti banyak wanita yang menyukainya. Tapi ga segitunya juga kali.

"Sayang" ucapnya sekali lagi sambil menarik tanganku.

"Apa sih?"

"Kamu kenapa?" tanyanya.

"Aku gapapa, aku cuma pengen pulang aja"

"Tapi gabiasanya kamu gini, kamu bohongkan?"

Aku menghempaskan pegangannya, lalu mulai untuk berjalan cepat lagi. Namun tiba-tiba, kaki ku keseleo hingga membuatku hampir jatuh. Namun, untungnya Rumi segera menangkapku dari belakang.

"Tuhkan apa aku bilang, jangan jalan cepat-cepat jadinya kamu keseleokan, sini naik dipunggungku"

"Gamau!" aku memaksakan diri untuk berjalan dan meninggalkan Rumi. Namun Rumi tidak kehilangan akal. Ia menggendongku, mengangkat tubuhku, meraih tubuhku dengan sangat mudah.

"Ih Rumi lepasin" pintaku. Tapi Rumi enggan mendengarku. Hingga sampailah kami dipenginapan. Rumi membaringkan ku ditempat tidur. Lalu segera memijat kakiku.

"Kamu itu kenapa sayang?"

"Gapapa" aku masih merajuk.

"Kamu bohong"

"Aku mau tidur" jawabku. Lalu membalikan badanku, membelakangi Rumi. Rumi hanya terdiam. Dia masih memijati kakiku. Hingga aku tertidur mungkin Rumi masih memijat.

***

"

Rumi, jangan pergi" ucapku. Tiba-tiba Rumi membangunkan ku, ternyata aku hanya bermimpi. Sampai-sampai mengigau.

"Hey, aku disini. Aku gaakan ninggalin kamu ko" jawab Rumi.

"Janji?" tanyaku.

"Janji" jawabnya.

Ringtone diponsel milik Rumi berbunyi, dengan segera ia mengangkatnya.

"Oh iya, masih dipenginapan. Kenapa?"

"Kamu sudah selesai shooting?"

"Shooting? Apa jangan-jangan Alisa?" pikirku.

"Kamu telponan sama siapa sih?" tanyaku geram.

"Bentar sayang, ini Alisa"

"Rumi, aku mau bicara"

"Iya sayang sebentar. Aku masih bicara sama Alisa"

"RUMI!!!" bentakku. Tanpa pikir panjang Rumi langsung mematikan teleponnya.

"Rumi, sayangku. Kebahagiaan kita sudah lengkap. Kita akan segera memiliki anak. Aku mohon kamu mengerti aku yang sedang mengandung anak darimu. Seseorang yang sedang hamil, 2x lebih sensitif dari pada biasanya. Tapi wanita yang normalpun akan sensitif jika melihat suaminya dekat dengan wanita lain. Aku ga mau kebahagiaan kita hancur begitu saja. Aku mohon Rumi" jelasku. Rumi memeluku, seakan ia mengerti apa yang kurasakan.

"Maafkan aku sayang. Aku salah, karena aku bersikap berlebihan terhadap Alisa. Aku janji aku tidak akan seperti itu lagi. Maafkan aku"

"Aku tidak mau kehilanganmu Rumi" air mataku mulai mengalir deras, aku memeluk Rumi sangat erat. Aku tidak ingin melepaskannya. Apalagi melepaskannya kepada wanita lain. Tidak mau. Aku tidak mau.

Ringtone ponsel Rumi berbunyi kembali. Sempat ku melihat nama yang muncul dilayar ponselnya. Alisa.

We Are Just...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang