Ketika kita memilih untuk hidup bersama seseorang, berarti kita harus menerima semua hal tentangnya.
Betul bukan?
Mencintai tidak terhenti pada dirinya saja, melainkan pada kehidupannya juga, risiko bersamanya dan juga masa lalunya.
Mencintai itu l...
Kini Rumi telah berada dirumah. Aku membantunya berjalan, menaiki beberapa anak tangga untuk sampai dikamar.
"Aku tidak apa-apa Raisa"
Aku melepasnya, membiarkan ia berjalan dengan sendirinya. Sementara Thomas dan Vina berada dibawah untuk saling membagi tugas antara membereskan rumah dan juga memasak. Karena kini hari hampir malam.
Setelah sampai dikamar, aku membiarkan Rumi seorang diri. Sementara aku membersihkan badan ku yang lengket karena hampir selama 3 hari tidak mandi.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Aku memakai pakaian serba putih dari atas hingga kebawah. Baju ku bertuliskan "baby loading". Lalu ku hampiri Rumi untuk mengajaknya makan malam bersama Vina dan juga Thomas yang sedari tadi menunggu.
***
"Whooaaaa perutmu sudah semakin membuncit saja Raisa"ucap Vina yang sedang menyiapkan makanan dimeja makan. Aku tersenyum malu. Rumi menatapku seraya tersenyum.
"Sini bro duduk" ajak Thomas seraya menepuk-nepuk kursi yang ada disampingnya. Rumi mengangguk. Aku mengikutinya. Kami duduk saling berhadapan. Aku disamping Vina yang berhadapan dengan Thomas, sementara Rumi disamping Thomas berhadapan dengan ku.
"Berdoa dulu" ucap Rumi. He is back. Rumi mengingatnya. Atau mungkin aku berlebihan? Karena pada dasarnya kita memang harus berdoa dulu sebelum memakan rezeki yang ada dihadapan kita.
"Biar aku yang pimpin" ucapku.
"Terimakasih atas berkah yang telah kau berikan kepada keluarga kecil kami. Terimakasih atas ketiga calon anak kami. Terimakasih karena telah menyelamatkan Rumi. Terimakasih atas persahabatan ini. Terimakasih atas rezeki yang akan kami santap ini" ucapku.