Rivelyn benar-benar jengkel, seperti yang sudah ia duga sejak dulu, kehidupan sehari-harinya akan berputar dengan roda yang sama setiap harinya jika ia terus seperti ini. Siapa yang menyangka kalau melakukannya jauh lebih membosankan daripada memikirkannya. Bangun pagi, pergi sekolah, pulang sekolah, les, pulang les, makan malam, belajar, lalu tidur merupakan siklus besar hari yang benar-benar membosankan. Bahkan ia tidak punya cukup waktu untuk beristirahat di hari Minggu.
"Rivelyn Emixandra! Apa kau pikir kegiatan pagi ku hanya untuk membangunkan mu hah!?"
Rivelyn memutar tubuhnya ke arah yang berlawanan dan kembali bergeluyut manja dengan selimut hangatnya. Ingin sekali rasanya ia membolos sekolah walaupun ia tahu itu tidak mungkin terjadi.
"Apa hari ini kau berniat untuk mandi di tempat tidur? Tunggu saja, aku akan bawakan airnya dulu!" Omelan kakaknya selalu terdengar nyaring seperti biasa.
"Tidak-tidak, terimakasih. Aku sudah bangun"
Rivelyn segera bergegas. Diliriknya jam dinding peninggalan kedua orangtuanya yang berharga. Jam 7 kurang 15. Bagus, dia sudah tau apa yang akan terjadi jika ia terlambat lagi hari ini. Sementara Rivelyn sedang bersiap-siap, Ernia Uli, kakak satu-satunya Rivelyn sedang asyik menyiapkan sarapan dan bekal siang untuk adiknya. Sekolah bertaraf Internasional yang dimasuki oleh Rivelyn memang akan selalu pulang di atas jam 2 siang, hal ini membuat Ernia selalu rutin memberikan bekal siang untuk Rivelyn.
"DEEEK, UDA SELESAI BELUM?"
"Hiya hiya, inhi hahi mahan hohi"
*Iya iya, ini lagi makan roti"Telan dulu tuh rotinya, yuk langsung cabut aja, ini uda mau telat"
_______________
Entah kenapa Rivelyn merasa sekujur tubuhnya merinding saat samar-samar ia mendengar suara seseorang memanggilnya. Mengendikkan bahu, Rivelyn mencoba acuh dan mulai melangkah cepat kearah ruang kelasnya.
Suatu keuntungan baginya punya kakak mantan pembalap jalanan walaupun akhirnya kakaknya perlahan berhenti untuk memulai karirnya. Sejak sepeninggal orangtuanya yang meninggal akibat insiden tabrak lari, kakaknya yang pada saat itu berada di semester akhir kuliahnya yang sukses mulai menanggung beban yang lebih berat untuk menggantikan peran kedua orangtua mereka. Ah, entah kenapa ia malah teringat masa-masa suram itu. Setidaknya aku tidak terlambat lagi karena punya kakak mantan pembalap.
BRUUUK!!!
"Astaga, punya mata gak sih?!" dumel Rivelyn bersiap mencaci maki orang yang menubruknya.
"Siapa suruh ngelamun? Daritadi kan udah aku panggilin dari belakang, sampai pakai toak lagi!"cerocos Mia, teman baik Rivelyn
"Astaga, Miaaa. Cukup colek bahuku aja kan? Aku juga bakal langsung noleh kok. Gak perlu sampai main tubruk segala kan?" Ucap Rivelyn sesabar mungkin. Temannya yang satu ini memang salah satu yang lain daripada spesiesnya. Aneh bin Ajaib. Jangan tanya seberapa sabar ia menghadapi makhluk yang seperti ini.
"Oh, hehe. Sorry, lupa. Tunggu itu tidak penting. Ada yang mau kubicarakan, bukan di sini tapi dikelas"
Tanpa pikir panjang, Mia segera menarik Rivelyn yang sedang membersihkan pakainnya dari debu dan menyeretnya ke ruang kelas secepat yang ia bisa, tanpa tahu Rivelyn yang sedari tadi diseretnya sedang mati-matian mencoba menahan segala kejengkelannya untuk tidak segera menjungkirbalikkan temannya yang tercinta itu
"Oke, apa yang mau kau bicarakan sampai membuatku terlihat kacau begini?"
"Akan ada murid baru"
"Oh"
"Di kelas kita"
"Hm"
"Cowok"
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTHARES
FantasySemuanya berawal ketika dia mulai masuk menjadi murid pindahan di kelas ku. Entah ini anugerah atau kutukan, dia membawaku turut jatuh ke dunianya. Berkatnya, dahagaku terhapuskan. Aku senang bisa bersamanya, semua hal yang ku cari tergapai olehku...