8. Namaku Ares

81 9 0
                                    

Rivelyn pov

"Ukkhhh" aku mengusap kedua mataku. Lampu di atas ku terasa begitu menyengat

"Dia sudah bangun. Elfa, cepat lakukan pemeriksaan dengan kedua telinganya. Aku tidak mau bersikap lebih buruk lagi dengan penolongku"

"Tapi dia yang merebut mu dari kami, Reizard! Jangan bertindak seolah dia penyelamat mu dan membuat kami terlihat seperti seseorang yang harus disalahkan disini!"

"Begitulah kenyataannya, Dion. Aku yakin pasti ada kesalahpahaman disini"

"Kalian tenanglah sedikit. Aku akan mulai mengecek kondisinya sekarang"

Aku mengerjap-ngerjapkan mataku. Sepertinya aku sedang berada di sebuah kamar. Kamar yang amat sangat luas. Bahkan mereka semua saja bisa muat disini, lengkap dengan satu set meja dan kursi.

"Hei, apa kau bisa mendengar ku? Coba sebutkan nama mu"

Aku mengerutkan kedua alis ku. Terakhir kuingat sepertinya mereka begitu ingin membunuh ku. Apa-apaan dengan sikap mereka ini?

"Respon negatif. Sepertinya cambukan mu memang sangat mengerikan Debby. Dia akan menjadi tuli untuk selamanya jika kita tidak segera mencari healer"

Hah? Kenapa mereka peduli?

Debby berjalan mendekat. Aku bangkit duduk dari posisi tidurku. Sekilas aku melihat Axellone memperhatikan ku intens. Entah kenapa aku merasa harus menjaga jarak dengannya, padahal dia yang paling kalem diantara mereka semua.

Aku menengadahkan kepala ku saat merasakan ada tangan yang mengetuk bahuku. Aku melongo melihat Debby menggerak-gerakkan tangan dan anggota tubuhnya yang lain seperti ingin menyampaikan sesuatu.

"Apa yang ingin kau katakan? Bukannya akan lebih mudah kalau kau berbicara seperti yang lainnya?"

"Kau bisa mendengar kami?" Debby menatapku dengan pandangan terkejut. "Apa telinga mu baik-baik saja?"

Aku tersentak. Benar juga, tepat setelah cambukan Debby mengenai telingaku, rasanya aku tidak bisa mendengar suara di sekitar ku. "Berapa lama aku pingsan?"

Elfa mengelus-elus dagunya "hanya sekitar sehari" ucapnya mengingat-ingat. "Tenang saja, kau lelaki yang sehat! Karena permintaan Reizard dan perintah Axellone, kami sudah mengobati lukamu!"

Aku menyentuh bagian perut ku yang tertusuk kemarin. Terasa masih ada perban yang membalutnya, namun rasa sakitnya sudah hilang."apa yang kalian lakukan dengan ku?"

"Tidak ada" Zaka angkat bicara. "Khaerin dan Debby hanya melakukan perawatan biasa pada luka-luka mu. Yang tepat di samping mu itu Debby dan yang sedang membaca buku ini Khaerin"

"Yah, aku sangat mengingat perempuan yang satu itu" ucapku. Sedetik, Khaerin mengalihkan fokusnya pada ku lalu kembali asik dengan bukunya. Dia terlihat mengerikan.

Zaka mulai memperkenalkan diri mereka satu persatu. Aku hanya mengangguk-anggukkan kepala ku kecil berpose seperti orang yang baru mengenal mereka.

"Jadi sekarang tinggal kau. Siapa nama mu? Reizard yang selama ini bersama mu saja tidak mendapatkan informasi apa-apa dari tempat tinggal mu"

Tentu saja. Aku kan baru menyewa apartemen itu di hari itu juga. Tentu saja tidak ada apa-apa di sana. Untung saja aku tidak sebegitu bodohnya membicarakan masalahku di depan anjing itu.

"Oh iya, anjing itu! Anjing itu berubah menjadi laki-laki itu. Bagaimana bisa? Sejak awal aku sudah memperkirakan ada yang aneh dengan kalian. Apa kalian pengikut aliran ajaran sesat yang dilarang itu?"

AFTHARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang