"Ares!"
Aku memutar kepalaku, mencari sumber suara. "Dirga, ada apa?"
Dirga tersenyum kecil sambil menggaruk kepalanya. "Em, boleh kita bicara sebentar? Ini mengenai kembaran ku, dia terlihat sedikit.. jengkel setelah kelas prakarya tadi"
Aku langsung mengerti arah pembicaraannya kami. "Itu hanya salah sangka. Aku tidak tertarik pada Silvi." Ucap ku datar. Perubahan raut Dirga terpampang jelas seolah-olah sedang memuji dirinya sendiri bahwa ia telah berhasil menyelamatkan nyawa kakaknya.
"Kalau sudah, aku pergi dulu" lanjut ku. Dirga menganggukkan kepalanya, baru beberapa langkah aku membelakanginya suaranya kembali terdengar "oh, ya terimakasih"
Aku langsung memutar balik tubuhku dan mataku hanya dapat menjangkau punggungnya dari belakang yang tengah berlari kecil.
"Terimakasih untuk apa?" Batinku.
Aku berjalan ke arah ruang OSIS di lantai 2, tadi Axellone menyuruh ku untuk ke sana sepulang sekolah. Katanya aku boleh pergi tanpa harus menunggunya.
Lirikan orang-orang sudah mulai tidak asing bagiku. Maklum, murid baru memang sering diperbincangkan.
"Elfa?" Ucapku saat melihatnya mondar-mandir di depan pintu ruang OSIS.
"Kau lama"
Aku hanya bisa nyengir saat dia mengatakannya. Aku mengikutinya memasuki ruangan, Dion ada di sana. Menatapku datar dengan buku ditangannya.
"Dia akan menemani mu, kau akan di kirim ke pusat pemeriksaan Nactralus. Tenang saja, di sana akan cukup ramai jadi tidak perlu terlalu kaku" ucap Elfa
"Ayo" ujar Dion sambil beranjak.
"Apa aku bisa minta ganti pendamping?"
"Ck, kau pikir aku melakukannya dengan senang hati? Aku sedang tidak ingin berdebat, cepat kemari!"
Dengan kasar, Dion menarik kerah baju ku ke arah simbol-simbol yang tergambar di dinding kiri ruangan.
"Tunggu-tunggu, ini sakit!"
"Dion, jangan terlalu kasar padanya" sahut Elfa.
"Hm'm"
Dan kami berdua memasuki daerah di balik dinding tersebut. Namun, sepertinya ada yang salah. Kini di depan ku hanya ada awan yang melintang.
Tidak ada Dion, ataupun keramaian.
Aku tepat di puncak suatu gunung
*
-)
*"Ares dan Dion sudah dikirim ke pusat pemeriksaan kurasa malam ini mereka bisa selesai" lapor Elfa.
Axellone bergumam pelan sambil tetap memeriksa kertas-kertas di tangannya. Tidak hanya Axellone, Khaerin, Debby dan Zaka juga sedang melakukan hal yang sama.
"Kurasa ini tidak begitu berguna, maksudku mungkin sebaiknya kita tunggu saja Reizard membawa sampel-sampel darahnya" ujar Zaka frustasi.
"Setuju" sambung Khaerin singkat.
"Aku tidak mau menyicipi semua sampel darahnya, tetaplah menyeleksi sampai Reizard datang" ucapan Axellone membuat Zaka dan Khaerin hanya bisa mendengus kesal.
Debby menatap serius lembaran-lembaran di tangannya. Sejauh ini dia hanya bisa menyusutkan data-data tersebut menjadi sekitar 200an. Angka yang cukup kecil jika dibandingkan dengan ribuan data yang dikirim tapi tetap terlalu besar jika ia harus membayangkan Axellone harus menyicipi lebih dari 200 sampel darah.
"Ini semua tidak akan ada habisnya. Sepupu ketiga mu sudah mendapat pasangannya jadi semua sisa sampel miliknya akan segera dikirim"
"Oh, tidak," keluh Axellone. Penjelasan Debby membuat Axellone mengacak rambutnya yang semula memang sudah berantakan.
"Kabar baiknya, putra mahkota mengalami perkembangan oestril setelah tiga bulan ini. Ku dengar belakangan ini pasangannya berlatih sangat keras" lanjut Debby.
Axellone mendengarkannya tanpa memberi reaksi. Kepalanya tertelungkup di atas mejanya dengan mata terpejam. Oestril merepotkan itu memang seharusnya hanya dimiliki raja dan penerus tahta tapi beberapa anak dari keluarga besar kerajaan juga tidak jarang memiliki oestril jenis ini. Perbedaan paling mencolok antara oestril mereka adalah oestril milik penerus tahta memiliki kekuatan lebih besar dari yang lainnya.
"Bagaimana dia menemukan darah pasangannya?" Tanya Axellone.
"Sebentar" balas Elfa. Ia menutup perlahan kelopak matanya dan kemudian menutup kedua telinganya.
"Sepupu mu berjalan menghampiri gelas-gelas darah itu, sedikit menjauh karena aromanya yang menyengat emmm... laluuu" Elfa menjeda kalimatnya sambil tetap fokus dengan kedua mata dan telinga yang tertutup.
"...aku tidak tau menjelaskannnya bagaimana, tapi ia terlihat seperti langsung mengetahuinya. Matanya menangkap salah satu gelas dan langsung menghampirinya" sambung Elfa lalu membuka kedua mata dan telinganya.
"Jadi dia belum meminum satu pun dari yang ada di depannya?" Ucap Zaka terkejut
Elfa mengernyitkan alisnya berusaha mengingat. "Kurasa ia lebih terlihat seperti ingin memeriksanya terlebih dahulu. Maksudku, gelas-gelas darah itu" jawab Elfa
"Keberuntungannya terlalu hebat" celetuk Khaerin.
Tok tok tok!
"Masuk" perintah Axellone
Kepala Reizard menyembul masuk dari luar pintu. "Darahnya sudah datang, kali ini dikemas dengan botol yang kelihatannya lebih kecil dari biasanya"
"Bagus" ucap Axellone spontan
"Dan... emmm. Ada beberapa berita lainnya" sambung Reizard sambil melangkah masuk.
Ucapan Reizard membuat semua orang di ruangan terhenti sejenak. Reizard merogoh saku celananya dan mengambil selembar kertas dari dalamnya. "Debby ge Oldurech Jolly, kau dan anggota keluarga Jolly bersiaga dan menjaga stabilitas lembaga pendidikan kalian sebagaimana mestinya. Tugasmu sebagai pengawal pribadi Axellone ditarik-
"APA?!"
"Kalian seperti melakukan paduan suara. Tunggu sampai aku selesai membacanya" sungut Reizard
"Zaka dan Khaerin, perintah sebagai pengawal pribadi Axellone kalian juga ditarik. Berhubung karena Yayasan Archeo milik kelurga Jolly jadi kalian diperbolehkan untuk kembali ke tempat kalian masing-masing"
"Lalu bagaimana denganmu?!" Tuntut Khaerin gusar.
"Aku juga sama saja seperti kalian. Ah, Dion juga" balas Reizard sambil mengendikkan bahu.
"Sebenarnya apa yang dipikirkan Yang Mulia?" ucap Axellone setengah berbisik.
"Axellone, kau dapat pesan khusus dari Yang Mulia-
"Katakan"
Tanpa komando, Zaka, Debby dan Khaerin langsung beranjak ingin meninggalkan tempat tersebut.
"Tidak sebelum kalian mendengar berita terakhir" ucap Reizard cepat.
"Dion dan Ares menghilang"
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTHARES
FantasySemuanya berawal ketika dia mulai masuk menjadi murid pindahan di kelas ku. Entah ini anugerah atau kutukan, dia membawaku turut jatuh ke dunianya. Berkatnya, dahagaku terhapuskan. Aku senang bisa bersamanya, semua hal yang ku cari tergapai olehku...