Rivelyn pov
Gelap. Hal pertama yang bisa mendeskripsikan apa yang sedang ku lihat. Klik. Aku segera menghidupkan lampu kamar ku. Jam 4 : 15 a.m. Aku kembali bergelung ditempat tidur ku. Kejadian tadi malam benar-benar membuatku... entahlah, aku tidak tahu kata apa yang cocok untuk mendeskripsikannya. Tadi malam setelah pulang, kak Ernia langsung pergi ke bengkel temannya membawa mobilnya. Ia bilang ia ingin segera mengganti body mobilnya dengan jenis body yang lain. Entahlah, padahal sudah ku sarankan untuk menjual saja mobilnya lalu beli yang baru tapi ia menolaknya. Toh yang tersisa dari mobilnya jika ia mengganti body mobilnya hanyalah mesinnya.
Ada beberapa hal yang harus ku bereskan untuk masalah tadi malam. Terkhusus untuk kaki ku yang semalam terpelintir dan jangan tanya keadaannya sekarang. Luar biasa menyakitkan.
Aku tersenyum. Mungkin sebagian orang akan menganggap aku gila untuk masalah yang satu ini, tapi jujur saja aku merasa sangat senang sekarang. Bukankah itu luar biasa? Kejadian yang ku alami tadi malam membuat ku ingin berteriak kesenangan membayangkannya. Mungkin jika aku bisa terlibat lebih jauh lagi kurasa kehidupan membosankan ku bisa hilang tak berbekas. Apalagi cahaya aneh itu. Cahaya putih redup yang melayang-layang diruangan osis. Dari gerak badan mereka, aku bisa tahu cahaya itu di kontrol oleh Elfa. Dan satu lagi, cahaya merah pekat itu. Cahaya yang berhasil menghancurkan pot bunga itu dalam sekali sentak yang ku yakin di kontrol oleh Khaerin. Mungkin ini terdengar aneh, gila, konyol dan semacamnya. Tapi aku yakin itu...
...Sihir!
Salahkan otak petualangku jika aku salah. Oleh karena itu, aku harus menyelidikinya lebih lanjut.
_______________
"Jadi gimana?" Pertanyaan dari Kak Ernia tak bisa langsung ku jawab. Memang apanya yang gimana? Aku bingung, dan lihat sekarang sarapan ku jadi menganggur.
"Apanya?"
"Sekolah mu nanti. Bukannya semalam kau bilang mereka anggota osis yang patrol tiap malam? Walaupun kau bilang mereka tidak melihat wajahmu tapi mereka pasti akan menyelidikinya. Belum lagi kaki mu terkilir karena tersandung. Mereka pasti akan segera mengetahuinya. Kakak maunya sih kau absen dulu sampai kaki mu sembuh tapi kalau kau absen kau pasti akan langsung dicurigai mereka"
Jujur saja, aku senang mendengar kata 'absen' keluar dari mulut kakak ku dan juga keinginannya untuk meliburkan ku. Tapi sayangnya ini bukan saat yang tepat. Dan, ya. Aku tidak menceritakan hal yang sebenarnya pada kakakku. Cukup aku. Aku tidak mau melibatkan kakakku.
"Kalau begitu mari kita buat mereka tidak tahu, gampang kan?" jawabku. Kulihat Kak Ernia mengerutkan keningnya. "Caranya?"tanyanya. Aku tersenyum.
"Akting"
Yah, aku tidak semudah itu membuang petualangan yang mungkin bisa ku dapat hanya karena kaki ku terkilir. Hal ini sesuatu yang jauh lebih besar dan jauh lebih berharga bagi ku.
_______________
Saat ini aku dan kakak ku sedang berada diperjalanan menuju sekolah ku. Karena pagi ini aku terbangun jam 4 lewat, aku jadi tidak perlu terburu-buru pergi ke sekolah. Untuk persiapan akting ku, Kak Ernia telah melakukan berbagai 'eksperimen' dengan kaki ku sehingga rasa ngilunya terasa sedikit lebih membaik.Dan sekedar info, hanya kaki kanan ku yang terkilir.
"Lihat, sudah ku duga. Mereka pasti mengadu pada pihak sekolah." Mendengar suara Kak Ernia aku segera mengalihkan pandangan ku, ternyata kami sudah hampir sampai di depan gerbang sekolah. Tampak beberapa satpam, polisi dan tentunya para anggota osis kelihatan di depan sana memeriksa satiap siswa yang masuk. Dan yap, Axellone tidak terlihat di sana. Entah kenapa, aku merasa mulai jengkel padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AFTHARES
FantasySemuanya berawal ketika dia mulai masuk menjadi murid pindahan di kelas ku. Entah ini anugerah atau kutukan, dia membawaku turut jatuh ke dunianya. Berkatnya, dahagaku terhapuskan. Aku senang bisa bersamanya, semua hal yang ku cari tergapai olehku...