Part 8: I try to believe you

293 27 6
                                    

Suatu sore aku menemukanmu yang telah sekarat di depan altar. Nafasmu menipis dan mulutmu penuh darah, tangan lemahmu berusaha menahan luka di perut yang telah melubang sejak sepuluh menit lalu. Kau tersenyum saat aku datang dan memelukmu, sebelum pergi kau juga bilang padaku untuk terus bahagia, tapi kebahagiaanku adalah bersama denganmu. Bagaimana bisa aku bahagia kalau kau tak ada?

Saat telapak tangan yang menyentuh lembut pipiku tergeletak tak berdaya, untuk pertama kalinya aku merasakan apa itu arti kepedihan akan kehilangan seseorang. Untuk pertama kalinya aku berteriak sekencang-kencangnya hingga tenggorokanku kering dan itu adalah pertama kalinya airmataku jatuh sangat deras setelah dua ribu tahun. Aku memeluk erat tubuh yang tak bernyawa tersebut sambil terus memanggil namanya, tapi dia telah menutup mata untuk selamanya. Di saat itu kurasakan hatiku kembali mendingin sampai aku berpikir bahwa mengakhiri hidup adalah jalan terbaik.

Namun aku teringat, bahwa manusia makhluk yang bisa bereinkarnasi. Mungkin kalau aku bisa menemukannya lagi, aku bisa merasakan kehangatan darinya kembali. Dengan harapan kecil di telapak tanganku, aku mencarimu hingga ke belahan bumi yang tak pernah kujelajahi sebelumnya. Modalku hanya insting dan perasaan ingin bertemu denganmu, beruntung itu selalu berhasil membawaku ke tempat kau berada.

Meski kau tak ingat padaku di kehidupan sebelumnya, uluran tanganmu ketika kutemui setelahnya masih menyapaku. Berapa kali pun aku pergi mencarimu dan menemukanmu lagi, kau selalu menyambutku dengan hangat seolah jiwamu samar-samar mengingatku. Kau tahu, itu membuatku sangat bahagia.

Sayangnya kenyataan tak mengizinkan kita bersatu. Berkali-kali aku ingin melindungimu, berkali-kali pula aku kehilanganmu. Terus dan terus. Bagai karma yang takkan berhenti. Apa ketakutanku membuatmu sampai terenggut nyawa? Apa salah kalau aku hanya ingin kau tetap sebagai manusia?

Aku tak percaya takdir ataupun nasib, tapi aku percaya bahwa hanya kau lah kehangatan yang bisa mencairkan hatiku. Aku hanya seorang vampire kesepian yang terjebak dalam ruang hampa dingin dan gelap, bagiku kau yang pertama kali membawaku keluar dari sana adalah sosok berharga. Mungkin aku naif, tapi perasaan hangat yang telah kau ajarkan padaku ini ingin terus kujaga.

.
.

"Ichimatsu-kun tidak apa-apa?"

Aku tersadar dari lamunan dan menatap Homura-sensei yang menunjukkan wajah khawatir. Telapak tangan hangatnya hendak menyentuhku seolah ingin memastikan.

"Aku tidak apa-apa. Seharusnya Homura-sensei lebih memperhatikan kondisimu sendiri." Kataku dan segera mengambil jarak dari gadis itu lalu membuang muka.

"Ah, benar juga. Tinggal sedikit lagi naskah ini selesai, tapi entah kenapa aku kehilangan ide. Apa mungkin karena demam, ya?" Ia tertawa lemah di sela-sela mengusap hidungnya yang berair. Wajahnya sangat merah dan ia terlihat lelah.

"Kau berencana membuat ending yang seperti apa?" Tanyaku mencoba membantunya. Aku sedikit merasa bersalah juga pada gadis polos yang sedang sakit itu.

"Hum. . . . Aku sebenarnya ingin ending sang pangeran mengulurkan tangannya sambil tersenyum lembut pada si tokoh utama perempuan setelah dia akhirnya memberitahu sosoknya yang sebenarnya. Ending sederhana dan simpel. Tapi entah kenapa alur cerita dan imajinasiku bercampur aduk sampai aku tak sadar sudah menulisnya terlalu jauh dari rencana awal. Aahh. . . . . Choromatsu-san pasti akan marah padaku saat membaca naskah ini." Kata gadis berwajah damai itu hampir putus asa dan agak lesu tapi ia terus menggerakkan jari-jarinya di atas keyboard.

Aku membaca sekilas naskah novel yang sedang diketiknya pada layar komputer. "Homura-sensei, bagaimana kalau bagian si pangeran membongkar jati diri tokoh utama lebih diperhalus lagi, lalu sang tokoh utama seharusnya bisa lebih keras kepala lagi supaya penyamarannya tak gagal, kan? Di buku sebelumnya kau membuat tokoh utama perempuan berkali-kali menentang tokoh antagonis demi melindungi pangeran. Sifat pangeran yang hangat seharusnya sanggup membuat luluh hati sang tokoh utama, jadi ending yang anda inginkan pasti bisa masuk." Kataku, memberi pendapat yang sekilas lewat dalam kepala.

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang