Chap 4: Overthinking

413 44 7
                                    

Sruuuuppp. . .. . Sruuuuuppp. . ..

Aku meneguk makan malamku dengan berisik. Beberapa menit setelah sampai di rumah, aku mendadak merasakan sesak tenggorokan dan berlari mencari persediaan makan.

Dadaku berdebar tak tenang setelah tadi tak sengaja menyatakan perasaan yang susah payah kutahan.

..

Flashback~

"Aku menyukaimu. . . . ."

Karamatsu hening saat tiba-tiba kata-kata itu melesat keluar dari mulutku.

Aku yang sadar sudah kelepasan langsung gagap. Aku memalingkan wajah. Takut-takut melihat reaksinya, aku berusaha untuk tidak salah tingkah.

Suasana di antara kami hening.

Aku menelan ludah dan mengutuk diri sendiri. Bodohnya. Aku merasa ingin lari sekarang juga, bahkan aku berpikir harus bunuh diri untuk kabur dari kecerobohanku ini. Sekelilingku terasa berputar. Aku panik, gelagapan harus menetralkan situasi ini secepat mungkin.

Mendadak bingung harus berbuat apa. "Euhm. . . . Itu. . . . ." Kata-kataku yang ingin keluar terasa kacau.

Mulutku bergerak komat kamit tapi bingung harus mengucapkan apa. Aku masih memalingkan wajah. Mana mungkin aku sanggup menghadapinya setelah mengucapkan kata memalukan itu.

Tanpa kutahu, dia mengulas senyum padaku. Senyum cerah, secerah mentari yang menyinari padang bunga matahari.

"Aku juga menyukai Ichimatsu-san." Katanya.

Aku terbelak. Bola mataku bergulir padanya. Dia tersenyum. Tapi firasatku mengatakan hal lain.

"Aaahh. . . . Aku sudah lapar banget, nih. Aku makan duluan, ya." Tanpa menghiraukan tanggapanku, dia dengan santainya melahap hamburger kari makan malamnya.

Aku mengerjap di tempat.

Ini pasti salah paham.

...

Aku yakin sekali itu hanyalah salah paham karena aku tahu sifatnya.

Tapi, meski begitu, tetap saja aku merasa tidak tenang.

Karena dirimu, Karamatsu.

"Uhuk!"

Aku tersedak karena terlalu fokus pada pikiranku. Mendadak nafsu makanku langsung hilang. Aku membuang makanku. Melayangkan kotak yang masih menyisakan darah di dalamnya ke dalam tempat sampah yang kosong. Mendarat mulus.

Aku memutar kepala. Menatap rembulan berbentuk sabit dari jendela apartemen. Suasana gelap apartemenku dengan sinar dari rembulan yang muncul dari celah gedung-gedung tinggi, cahayanya menyusup dan menerangi tak sampai sepertiga ruangan. Tetapi aku puas. Setidaknya, bulan yang ada di sanalah yang selalu menemaniku di kala sepi.

"Di siang hari ada matahari yang menemanimu dan malamnya bulan akan muncul menggantikan matahari. Meski sendiri, kau takkan kesepian karena adanya mereka."

Karena aku vampire dan tidak tahan dengan sinar matahari, jadi hanya bulan yang sanggup membuatku merasa terisi, menggantikan sosoknya.

"Haaaahh. . . . " aku menghela nafas panjang dan mengkover wajah.

Benar-benar, deh. . . . .kenapa kepalaku selalu berputar tentangnya? Setiap detiknya, sejak pertama kali bertemu. Rasanya seperti ada tarikan gravitasi aneh yang selalu membuatku tertarik dan memutarinya.

Ya, aku adalah bumi dan Karamatsu adalah matahari. Aku tak butuh matahari di siang hari. Cukup dia saja yang menjadi matahari bagiku.

Tok tok tok

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang