Part 6: My Sunshine

364 32 8
                                    

"Tunggu, Ichimatsu. Kau yakin? Setelah puas bermain dengannya kupikir kata-katamu barusan hanya candaan." Seru Osomatsu yang mengejarku ditengah hujan salju yang mulai lebat.

Aku berhenti melangkah dan meliriknya. Kuturankan sedikit syal yang menutupi wajahku. "Itu bukan candaan dan aku tidak bermain dengannya."

Alis Osomatsu mengernyit, "HAH?! Tu-tunggu dulu, Ichimatsu. Tunggu sebentar. . . Itu serius? Kau serius? Sekali pun manusia bisa bereinkarnasi setelah kematiannya, tapi kau tidak tahu dimana dia sekarang berada, kan? Kau yakin keputusanmu itu bukan karena emosimu yang berlebihan?" Teriaknya keras. Tidak percaya dengan logikaku yang merasa bisa menemukannya bila berkelana keliling dunia.

Aku memutar badan. Menghadap Osomatsu. "Hei, Osomatsu. . . Kita hidup sudah sangat lama sekali. Tiga ribu tahun lebih, terasa bagai kedipan mata namun kalau diingat lagi ada begitu banyak kenangan yang sudah dilalui. Aku sudah lelah dengan dunia penuh pertumpahan darah, karena itulah aku lari ke gereja, mencari ketenangan batin. Meski aku tak percaya dengan eksistensi tuhan, tapi pertemuanku dengannya membuatku percaya kalau dunia yang tenang dan hangat itu ada. Dialah dunia itu. Kalau dia tidak ada, duniaku kembali terasa dingin dan gelap seperti saat sebelum aku bertemu dengannya." Aku mengepal tangan erat dan merasakan sesak karena kata-kataku sendiri saat mengenang sosoknya saat masih hidup. Dinginnya salju saat ini sudah tak bisa menghentikan tekadku untuk terus melangkah mencari sosok yang kurindukan.

"Dunia penuh pertumpahan darah, itulah insting kita sebagai vampire. Kau tak bisa lari dari takdirmu sendiri, Ichimatsu. Keluarga kita membutuhkanmu. Kau kartu as kita. Bagaimana kalau tiba-tiba saja ada keluarga lain yang menyerang kita saat kau pergi?" Tanya Osomatsu.

Aku diam sejenak. "Apa kalian tidak bisa bertahan?"

"Aku memang bisa melakukannya, tapi bagaimana kalau tiba-tiba saja ada serangan kedua setelah serangan pertama? Lalu, bagaimana kalau kau tiba-tiba di serang vampire dari kelaurga lain saat sedang mencarinya? Bagaimana kalau dia kembali terseret ke dunia kita dan mati seperti sebelumnya? Kau mencari dan mengejarnya dengan tujuan untuk melindunginya, kan?" Seru Osomatsu. Suaranya keras dan setiap kata dia keluarkan dengan penuh emosi. Dia ingin menghentikanku bagaimana pun caranya.

Darah menetes dari tanganku yang terkepal. "Osomatsu. . . . Kau tidak mengerti. Aku. . . " kata-kataku terhenti sesaat.

"Apa? Kau mau menghancurkan keluarga kita dan memilih untuk mengejar manusia yang selalu mati lebih dulu dari kita itu? Kau menolak menjadikannya vampire, tapi kau ingin selalu bersamanya. Apa maksudmu sebenarnya, Ichimatsu?" Hela Osomatsu, dia mulai putus asa.

". . . Aku jatuh cinta padanya." Setetes airmata jatuh di pipiku.

Osomatsu terbelak.

"Aku. . . Tak ingin melepasnya karena sudah jatuh cinta padanya. Aku mengejarnya, ingin bersamanya, karena aku menyukainya. Setiap kali aku memikirkannya, dadaku terasa sakit. Aku tak ingin menjadikannya vampire, karena aku tak ingin dia merasakan kegelapan dunia kita. Aku ingin dia selalu jadi matahariku. Tak peduli sejauh apa aku harus mencarinya, aku harus menemukannya." Buncahku rapuh.

Osomatsu menahan nafas dan menghelanya dengan berat. "Meski nantinya dia akan mati di depanmu? Tubuh manusia hanya bisa bertahan satu abad, berbeda dengan kita yang hampir abadi."

"Aku tak peduli. Aku hanya menginginkan kehangatan dari hatinya yang tulus. Kalau bisa aku ingin melindunginya dari dunia vampire yang kelam ini." Ucapku keras dengan menangis terisak. Air mata yang jatuh langsung mengering karena suhu udara, pipiku yang pucat semakin terasa dingin.

Osomatsu memejam mata seraya membuang muka. Dia mendecak pelan dan wajahnya terlihat kacau. Dia di ujung tanduk. Sulit rasanya menyetujui kepergianku sementara dia punya tanggung jawab besar dan sangat memerlukan bantuanku. Sebisa mungkin Osomatsu sebagai sang kepala keluarga, ingin mempertahankanku untuk tetap di sampingnya. "Ichimatsu, aku. . . .hanya ingin tanggung jawabmu. Kau dulu pernah bilang akan melindungi keluarga kita meski nyawamu dipertaruhkan. Aku sebagai kepala keluarga sangat menghormatimu yang tak pernah kalah bila bertarung denganku dan sebagai kakak aku sangat menyayangimu. Aku mengagumi kekuatanmu. Keluarga kita memerlukanmu dan kuharap kau tidak semena-mena membuang keluarga demi mengejar manusia yang kau sukai itu. Kumohon. . . Jangan pergi. . . " ia bahkan sampai membungkukkan tubuh dan menurunkan kepalanya didepanku hanya untuk menahanku.

MellifluousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang